Share

Suami tahun ini

Selamat membaca.

Luke dan Sania sampai di sebuah pameran, dan Luke tak menyangka kalau ia akan datang ke tempat yang tak sesuai dengan ekspetasinya.

Berlumpur, penuh dengan rumput yang tinggi-tinggi.

"Apa yang kau pikirkan Sania?"

Luke berbalik ingin pulang. Tapi Sania yang sudah dengan susah payah keluar mengajak Luke, tentu saja tak akan membiarkan pria itu pergi.

"Ayolah Luke hari ini penutupan pameran, tidak akan ada lagi." Regek Sania dengan wajah yang dibuat memelas dan menyedihkan.

Luke tidak tahan melihat Sania. Tapi pameran yang ada di pikiran Luke adalah pameran kelas atas dan bukannya pameran lapangan yang bisa dihadiri siapa saja.

"Kalau kau ingin bermain, aku bisa membawamu ke Duvan Sania. Tidak perlu disini."

"Aku Kan bilang mau es krim."

"Kau bisa membelinya tahun depan."

"Tidak bisa."

"Kenapa?"

"Sania mungkin tidak punya Suami saat itu, yang artinya Sania tidak punya pasangan. Jadi Sania tidak akan mendapatkan es krim itu tahun depan." jelas Sania dengan nada sedikit memohon.

Tapi hati Luke sedikit sakit, karena Sania mengatakan kalau ia tidak akan punya suami tahun depan yang artinya. Sania tak ingin tinggal berlama-lama dengan Luke. Wajar sih.

"Ayo!" Luke mengandeng tangan Sania dengan erat, sebelum berjalan ke arah pameran yang menjual berbagai macam pernak pernik, bahkan ada rumah hantu dan wahana bermain. Dan Sania mengembangkan senyuman sumringahnya mengandeng Luke dengan manja.

Luke. Tentu saja ia senang.

"Luke tidak senang?" tanya Sania merasa bersalah.

"Aku senang, jadi panggil aku Mas."

"Kenapa begitu?" tanya Sania dengan polosnya.

"Kita berada di tempat umum. Tidak ada yang tahu siapa orang-orang ini."

Sania menganggukan kepalanya setuju, dan Luke puas melihatnya. Setidaknya malam ini Sania memperlakukannya seperti suaminya meski hanya kebohongan.

Luke sadar diri kalau ia tidak bisa memiliki Sania yang terlalu sempurna, baik hati, dan pemberani dan muda.

"Mau keliling dulu?" tawar Luke.

"Memang boleh?"

"Boleh sayang."

"Oke."

Sania gembira ya. Dia bahkan tertawa seperti anak kecil saat mampir di beberapa kios, memberi beberapa topi, baju couple, dan jajanan ringan.

Terakhir telur gulung. Yang ia makan bersama-sama dengan Luke. "Enak kan?"

"Jarang ada ayah dan anak yang begitu serasi seperti kalian." puji sang penjual merasa terharu.

Uhuk!

Uhuk!

Uhuk!

"Kau baik-baik saja Mas?"

"Mas?" sepertinya penjual itu cukup mengerti dengan pemandangan di depannya saat ini. Lantas ia tersenyum garing. "Maafkan saya karena tak tahu."

"Tidak apa-apa, ini bukan yang pertama. Santai saja."

"Tapi saya akui, Nona terlihat bahagia hohoho!"

Sania ikut tertawa. "Iya dong, doakan langeng ya."

"Tentu saja, saya akan doakan jika kalian memberi 100 tusuk lagi hohoho."

"Setan dong."

"Hohoho. Saya tidak memaksa."

Di tengah candaan Sania dan tukang penjual telur gulung berusia tua itu, Luke tiba-tiba mengeluarkan dompetnya. Ia menarik selembar kertas, lalu menuliskan angka 10 juta. "Apakah cukup untuk doamu?"

Hah? Penjual telur gulung itu mengangga di tempatnya.

"Saya doakan kalian bahagia selamanya." doa penjual itu. Sepertinya Luke sangat bahagia mendengarnya.

Lalu doa-doa lain tiba-tiba datang menghampiri oleh para pedagang yang mendengarnya, dari berbagai agama. Juga sang biksu yang tiba-tiba saja membunyikan benda besi di tangannya yang bahkan membuat Sania terkejut. Sembari merafalkan doanya dalam bahasa yang tidak Sania mengerti.

"Ha-ha-ha…"

Sania menarik Luke yang dengan senang hati memberikan cek pada orang-orang. "Bagaimana kalau doanya benar-benar terkabul?" bisik Sania.

Bersambung….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status