Share

Terasa Berbeda

Kejadian semalam membuat Nayla tidak bisa tidur. Ia terus saja kepikiran Santi. Ia yakin Santi pasti kecewa padanya. Padahal dirinya sudah meminta Fery untuk tidur di kamar Santi. Oleh karena itu, ia akan meminta maaf kembali karena semalam Santi seperti marah kepadanya.

Saat ini Santi tengah bersama Siska –mertuanya. Mereka tengah memasak bersama tanpa bantuan asisten rumah tangga, tak lupa keduanya saling bersenda gurau, pemandangan yang membuat dirinya iri. Ingin rasanya ia pun diperlakukan seperti itu oleh Siksa.

Namun, rasanya itu hanya akan jadi khayalan dirinya saja. Sesuatu yang tidak mungkin terwujud. Siska dan Santi sama sekali tidak menyadari kedatangan Nayla. Mereka pun tanpa sadar membicarakan Nayla dan Nayla mendengar pembicaraan mereka dengan perasaan ngilu di hatinya.

“Santi apakah kau tahu mimpi ibu jadi kenyataan,” ucap Siska di sela aktivitas memasaknya.

“Benarkah? Memang mimpi ibu apa?” tanya balik Santi.

Siska tidak langsung menjawab, ia sejenak mematikan kompor karena masakannya sudah matang. Setelah itu Siska meraih tangan Santi seraya tersenyum ke arahnya. “Mimpi ibu itu menikahkan Fery dengan gadis cantik seperti kamu.”

“Masa sih, Bu? Sejak kapan? Bukankah aku mengenal ibu juga dari Nayla.”

“Tepat! Kau masih ingat saat pertama kali kamu dibawa ke sini? Sejak itu ibu menginginkan kamu sebagai menantu. Perbedaan Kalian begitu sangat jauh kamu cantik dan modis sedangkan Nayla... Kampungan dan udik. Gak ada yang bisa ibu banggakan.”

“Tapi Nayla cantik, Bu. Meskipun ia tidak memakai riasan tidak memakai barang mewah. Aku ... malah iri sama dia.”

“Untuk apa kamu iri sama wanita penyakitan kaya dia? Udah gak bisa ngasih keturunan pula.” Siska melepas pegangan tangannya yang memegangi tangan Santi. Lalu ia membawa piring untuk meletakkan lauk yang mereka masak.

“Bagi ibu, menantu ibu hanya satu dan itu kamu. Ibu menaruh harapan tinggi sama kamu,” sambung lagi Siska.

“Jangan bicara seperti itu, Bu. Nayla juga menantu ibu apalagi aku bisa menikah dengan Mas Fery pun karena dia.”

“Ibu tahu, karena ibu mendesaknya, jika tidak? Ibu yakin mana mau dia nyuruh Fery nikah lagi. Dia egois. Sudah tahu dia banyak kekurangan masih saja gak nyadar diri,” sungut Siska menghina Nayla tak berperasaan.

Sedari tadi Nayla mendengarnya, mendengar hinaan dari sang mertua. Sebenci itukah pada dirinya? Tidak adakah satu hal saja yang mertuanya suka dari dirinya? Dan sepertinya jawabannya memang tidak ada.

Santi terkejut saat mendapati Nayla ada di belakang mereka. Itu artinya Nayla mendengar percakapan dirinya dengan sang mertua. Namun, mertuanya itu sama sekali tidak peduli meskipun Nayla mendengarnya.

“Eh, Nayla. Kamu di sini?” ujar Santi saat dirinya berbalik hendak menyimpan masakan ke meja makan.

Belum juga Nayla menjawab, Siska sudah terlebih dahulu menyela. “Ke mana saja kamu, baru turun sekarang? Mau sok berkuasa? Gayanya sudah seperti pengantin baru saja. Santi yang memang pengantin baru bangunnya saja giat.”

“Maaf, Bu. Tadi Nayla habis setrika baju Mas Fery dulu. Katanya mau ada meeting dan....”

“Ya ampun, Nayla kamu di rumah ngapain aja sih? Baju suami baru di setrika pas mau dipakai. Kamu di rumah kan gak ada kegiatan. Jangan mentang-mentang sakit jadi malas-malasan,” sungut Siska menyela perkataan Nayla.

“Bu, mungkin Nayla gak sempat. Aku tahu Nayla itu orangnya rajin.” Bela Santi.

Namun entah kenapa pembelaan Santi justru membuat Nayla risi. Ia merasa tidak ada ketulusan dari mulut sahabatnya ini.

“Rajin dari mana? Asal kamu tahu Nak Santi. Selama ini ibu yang ngerjain ini itu. Dia? Apa-apa mengaduh kesakitan. Ibu malah curiga sebenarnya ia pura-pura penyakitan.”

“Astagfirullah, ibu. Aku sama sekali tidak pura-pura. Nayla benar-benar sakit.”

“Ada apa ini? Kenapa pagi-pagi ribut?”

Fery datang dan menyelamatkan Nayla dari cecaran sang mertua.

“Tanya istri tercintamu. Nak Santi, ayo ikut ibu kita tata sarapan di meja makan.”

“Baik Bu,” Santi berlalu seraya membawa hasil masakan dirinya dengan Siksa sang mertua.

“Ada apa, Sayang. Bermasalah lagi sama ibu?”

“Sepertinya tanpa Nayla bicara, Mas pasti tahu jawabannya.”

Fery menghela napas panjang. Sungguh bukan hanya Nayla, Fery pun sebenarnya tidak tahu kenapa ibunya begitu membenci Nayla. Setiap kali ditanya jawabannya pasti selalu sama. Kamu tidak perlu tahu.

“Jangan pikirkan perkataan ibu, ya. Masih ingatkan perkataan Mas? Sekarang lebih baik fokus pada penyembuhan penyakitmu. Ah, iya, mas hampir lupa kapan kamu cek up lagi?”

“Harusnya hari ini, Mas. Kebetulan obat dari dokter Samuel sudah habis. Tapi mas kan baru menikah. Nayla gak mau ganggu waktu kamu Mas. Pokonya kamu harus sering luangin waktu bareng Santi. Biar hubungan kalian semakin dekat.”

“Pengobatan kamu tetap nomor satu. Nanti habis meeting Mas jemput kamu, ya. Kita sama-sama cek up. Mas juga ingin tahu bagaimana perkembangan kesehatan kamu.”

“Tapi Mas, biar besok saja cek up-nya. Atau gak biar Nayla berangkat sendiri. Mas lebih baik ajak Santi ke mana gitu. Jalan-jalan kek, ajak honeymoon mungkin. Beri waktu berdua agar lebih saling mengenal.”

“Mas gak mau dengar omongan kamu. Pokoknya jangan nolak nanti mas jemput. Sekarang kita sarapan soalnya Mas buru-buru.”

Tidak ingin membuat mood suaminya hancur, Nayla pun mengaguk setuju atas saran suaminya. Dan ia harap Santi mau mengerti.

***

“Padahal aku baru sehari jadi istrinya Mas Fery, belum disentuh bahkan sekadar bicara berdua pun belum. Dan ini gara-gara kamu, Nayla. Kamu seperti membuat jarak antara aku dan Mas Fery.”

Nayla tersentak kaget saat tiba-tiba mendengar pengakuan dari Santi. Belum pernah sebelumnya Santi berkata sinis padanya.

“Santi, kenapa kamu bicara seperti itu? Aku meminta kamu menikah dengan Mas Fery itu artinya aku sudah siap berbagi segalanya. Tapi, berikan waktu untuk Mas Fery agar bisa menerima kehadiran kamu.”

“Bagaimana, Mas Fery mau dekat sama aku. Jika kamu terus yang ada di sampingnya.”

Sungguh Nayla terkejut, kenapa Santi berubah begitu cepat? Santi di hadapannya bukanlah Santi sahabatnya yang selalu bertutur kata lembut.

“Ada apa dengan kamu Santi? Kenapa aku merasa asing? Seperti tidak mengenali kamu.”

“Dari dulu aku seperti ini. Kamu saja yang terlalu naif, kamu gampang ditipu. Dan aku berterima kasih sama kamu karena sudah mempermudah aku untuk memiliki suamimu.”

“Santi!”

“Kenapa? Kamu kaget aku seperti ini? Asal kamu tahu dari dulu aku sangat membenci kamu. Segala yang aku mau selalu kami rebut. Termasuk suamimu. Aku yang duluan mengenal Mas Fery tapi kenapa malah pilih kamu? Well, sekarang aku gak khawatir lagi karena mas Fery sudah menjadi suamiku dan akan aku pastikan hanya aku seorang yang dimiliki Mas Fery. Terlebih kamu sebentar lagi akan mati?”

Sahabat yang selalu ia bangga-banggakan ternyata menusuknya dari belakang. Sahabat yang ia kira berhati tulus ternyata berhati iblis. Sungguh Nayla tidak menyangka.

Saat Nayla akan menjawab perkataan Santi. Justru secara tiba-tiba Santi menarik tangannya lalu seolah-olah mendorong dirinya hingga terjatuh.

“Awww.”

“Nayla, apa yang kamu lakukan?!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status