Nayla bisa mendengar seseorang menanyakan keadaannya, namun, ia tidak bisa melihat dengan jelas siapa sosok yang telah menopang tubuhnya hingga dirinya tidak terjatuh ke tanah. Tubuhnya terlalu lemah saking tidak bisa menahan rasa sakit yang kini tengah menderanya. Perlahan penglihatan mulai buram serta pendengarnya mulai tidak begitu jelas. Pada akhirnya ia tak sadarkan diri di pangkuan seseorang yang baru saja menolongnya itu.Orang yang menolong Nayla kaget, karena tiba-tiba Nayla pingsan. Ia berusaha untuk membangunkan Nayla dengan menepuk-nepuk kedua pipi Nayla. Namun sama sekali tidak ada tanda-tanda Nayla akan membuka matanya.Alhasil karena posisi mereka sedang ada di depan rumah sakit, orang yang menolong Nayla langsung menggendong dan membawanya untuk diperiksa. Takut ada sesuatu yang serius terjadi dengan Nayla.Beberapa jam kemudian Nayla mulai tersadar dari pingsannya, kedua matanya mulai mengerjapkan berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya y
Melihat ekspresi serius sang dokter membuat Nayla semakin bertanya-tanya. Tadi bersikap senang sekarang malah terlihat sebaliknya.“Ada apa , Dok. Apakah ada masalah serius?” terka Nayla.Dokter Samuel menghela napas berat, ia seperti enggan untuk menceritakan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Nayla mendengarkan dengan seksama perkataan Dokter Samuel hingga Nayla kaget mendengar perkataannya.“Lalu Kalau dokter pensiun, siapa yang akan mengobati penyakit saya? Sedangkan hanya dokter lah dokter yang saya percayai.” Nayla protes saat mendengar jika dokter Samuel akan pensiun.“Nyonya tenang saja, anak saya juga seorang dokter ahli kanker dia juga hari ini mulai kerja di sini. Jadi saat nanti saya pensiun kemungkinan satu atau dua bulan lagi atau mungkin ini pertemuan kita terakhir akan ada anak saya yang menggantikan. Nyonya jangan risau, dia juga keahliannya tidak perlu diragukan lagi.”“Apakah saya akan cocok sama anak dokter? Dokter tahu sendiri kan, saya selalu tidak cocok ka
Dua hari sudah Nayla ditinggalkan Fery berbulan madu. Hari-harinya hanya ia habiskan di taman belakang. Terasa sepi, ada sesuatu yang hilang di jiwanya. Ia menghela napas berat. Kenapa ia merasa beban hidupnya terasa bertambah dua kali lipat. Apakah keputusan dirinya untuk menikahkan suaminya dengan Santi adalah sebuah kekeliruan? Sebab ia malah merasa terbebani. Belum lagi mertuanya yang semakin hari semakin merasakan saja. Tidak pernah sekalipun memperlakukan dirinya dengan baik.Selama dua hari itu juga sama sekali tidak ada kabar dari Fery. Handphone miliknya sepi, meskipun berulang kali mengecek takut Fery menghubunginya dan hasilnya sama tidak ada satu pesan atau pun misscall.Ingin menghubungi terlebih dahulu ia tidak mau. Karena takut menggagu acaranya mereka. Nayla kira dengan dirinya tidak menghubungi suaminya, suaminya yang akan menghubungi dirinya terlebih dahulu. Kenyataan tidak ada sama sekali.“Mas, apakah kamu benar-benar menikmati acara bulan madumu? Sampai-sampai
Nayla menoleh ke arah suara teriakan disertai dengan memanggil namanya. Ia terkejut saat melihat Fery dan Santi sudah ada di tengah-tengah mereka. Bukannya menghampiri dirinya. Fery justru melewatinya dan membantu Siska untuk berdiri. “Ibu tidak apa-apa?” tanya Fery seraya menuntun Siksa berdiri.“Kepala ibu sakit, pinggang ibu juga sakit.” Keluh Siska. Nayla hanya bisa menatap tak percaya pada Siska. Karena ia merasa tidak melakukan apa pun.Fery melotot ke arah Nayla. Ia berusaha untuk membela dirinya. Karena merasa tidak melakukan apa-apa.“Mas, sungguh aku sama sekali tidak melakukan apa pun. Nayla...”“Berhenti membela dirimu sendiri Nayla!” sentak Fery. ”Dua kali, dua kali, Mas melihat kamu seperti ini. Pertama pada Santi dan sekarang ke ibu. Apa yang sebenarnya kamu inginkan Nayla?”Nayla sama sekali tidak percaya, sebab Fery tidak mempercayai dirinya. Justru di sini dirinyalah yang terzalimi.“Mas, Nayla sama sekali tidak melakukan apa pun, sungguh. Ibu hanya berleb
Di dalam kamar, Nayla terus saja kepikiran perkataan ibu mertuanya pada Fery. Lagi-lagi ibu mertuanya itu menghasut sang suami untuk mau melepaskan dirinya. Sudah ke sekian kali ia mendengar kata-kata seperti itu. Apakah mertuanya benar-benar tidak jera? Apakah tidak pernah bosan terus saja menghasut suaminya agar mau berpisah dengan dirinya?Sebenarnya di mana letak sanubari mertuanya itu? Atau mungkin dia memang sudah tidak memilikinya? Hingga mata hatinya tertutup.“Ya Allah, akan sampai kapan semua ini terjadi? Rasanya aku sudah mulai lelah.”Setelah meminum obat rasa sakitnya bisa teratasi. Hanya saja efeknya akan ada rasa kantuk yang menyerang. Dan kini rasa kantuk mulai hadir. Padahal tadinya ia akan menyiapkan makan siang. Namun sepertinya ia tidak bisa melakukannya.Matanya sudah terasa berat, maka ia langsung saja tertidur.Semen itu di dalam kamar Siska pembicaraan mereka masih saja berlanjut. Dengan segala akal bulusnya Siska berusaha untuk mempengaruhi Fery.“Fer, k
Nayla masih terduduk lesu di lantai kamarnya. Sungguh ini di luar kendalinya. Setelah ia merasa lebih baik. Nayla hendak menyusul Fery yang mungkin saja ada di kamar Santi.Dengan sedikit berlari Nayla menuju kamar Santi. Dirinya ingin meminta maaf atas kelancangannya karena meninggikah suaranya. Berulang kali Nayla mengetuk pintu kamar Santi namun tidak ada yang merespons. “Mas, buka pintunya! Nayla minta maaf. Nayla memang salah. Nayla janji tidak akan seperti tadi lagi, Nayla juga janji tidak akan meminta ini itu lagi. Tapi tolong buka pintunya.” Nayla terus menangis meraung di depan pintu kamar Santi. Di dalam kamar Santi memang ada Fery dan ia sengaja tidak ingin menemui Nayla dulu. Fery ingin membuat Nayla benar-benar menyadari kesalahannya. Padahal, tidak ada yang salah dengan Nayla. Justru di sini Fery lah yang salah. Ia tidak lagi peka seperti dulu. Sedangkan Nayla ingin ada yang memperhatikan dirinya. Agar ia merasa benar-benar dibutuhkan kehadirannya hingga semangat untu
Siska tahu Nayla tak sadarkan diri. Tapi.. dengan teganya ia sama sekali tidak peduli. Yang ada dirinya malah pergi dan memanggil asisten rumah tangga untuk membawa Nayla ke kamarnya. Para asisten saling berdesas-desus merasa kasihan pada Nyonyanya yang selalu saja diperlakuakan tidak adil.Berkat bantuan dua asisten rumah tangga, Nayla berhasil dibawa ke kamar. Setelah itu mereka bingung harus sperti apa lagi agar nyonya nya bisa siuman.“Neli, tolong bawakan minyak angin. Mungkin dengan diberi minyak angin bisa membuat Nyonya bangun.”“Baik, bi, tunggu saya cari dulu minyak anginnya.”Neli yang tak lain asisten rumah tangga yang bekerja di sana, langsung mencari minyak angin. Beruntung minyak anginnya ada di kamar, jadi tidak usah repot-repot lagi mencarinya.“Bi Sri ini minyak anginnya.” Neli memberikan minyak angin dan langsung diraih oleh Bi Sri, Bi Sri langsung saja mengoleskan minyak angin pada hidung dsn pelipis Nayla. Tidak lupa, Neli menggosokkan kedua tangannya pad
Keesokan paginya.Biasanya, pagi-pagi buta Nayla sudah disibukkan dengan memasak di dapur. Membuat sarapan kesukaan suami dan mertuanya. Namun untuk kali ini tidak, ia ingin terbebas dari semua aktivitas yang dulu sering ia lakukan. Karena setelah ia pikir untuk apa melakukan jika apa yang ia lakukan tidak pernah dihargai.Apa itu artinya apa yang ia lakukan dulu tidak ikhlas? Jawabnya tentu saja ikhlas bahkan ia akan mendahulukan orang-orang yang ia sayangi ketimbang dirinya. Padahal seharusnya ia yang mendapatkan perhatian bukan sebaliknya.Ba’da salat subuh, Nayla berjalan menuju teras belakang di mana di sana ada kolam ikan, ia membawa serta merta satu toples kecil berisi gula pasir. Nayla terus menelusuri pinggiran kolam hingga saat ia mendapatkan apa yang ia cari, sebuah senyum yang lebar terlukis di sana di bibir pucatnya. Tanpa berpikir lama Nayla langsung mendekat ke arah koloni semut yang sedang berjalan antre tanpa saling mendahului. Ya, sesuatu yang dilihat Nayla memang