Share

2. Dipalak Ibu Mertua

Author: sisakata
last update Last Updated: 2024-07-18 11:56:46

Setelah memasak untuk makan malam. Ayara bersiap-siap untuk menanti kepulangan suaminya dari kantor. Hinaan sang mertua terhadap penampilannya, mendorong Ayara untuk sedikit tampil beda malam ini. Setelah menggunakan baju tidur, ia mulai memoles tipis wajahnya agar sedikit berwarna. Mungkin itulah yang Janu nantikan darinya ‘kan?

Ayara berniat untuk duduk bersantai sebentar tanpa pekerjaan apa pun. Namun, putranya yang tadinya masih lelap, kini terbangun dan langsung menangis mencari keberadaan ayahnya. Ayara mengambil Aciel putranya yang kerap disapa El memutari kamar. Berharap anak berusia dua tahun itu akan tenang.

“Sebentar lagi ayah pulang, kok,” ujar Ayara mengusap air mata di wajah putranya.

El masih merengek pada Ayara. Anak itu mengatakan ingin digendong ayahnya. Wajar saja El bersikap begitu, beberapa waktu terakhir Ayara memang sudah hampir tak pernah melihat suaminya itu bermain dengan anaknya. Misalkan pun ada, baru beberapa detik digendongnya, malah langsung dikasih kembali pada Ayara dengan alasan El tidak mau dengannya.

Ayara memberikan mainan agar anak laki-laki ini berhenti menangis. Namun, upayanya tidak membuahkan hasil.

“Nda … mawu ayah,” pintanya dengan suara cadel khas balita.

“Iya, Bunda tau. Tapi, sebentar lagi ayah baru pulang.” Ayara mencoba memberi pengertian pada putranya. “El sabar sebentar ya, Nak.” Anak itu mengangguk kecil. “Em, sekarang kita tunggu ayah di depan, ya.”

El yang sedari tadi menangis kini tersenyum karena mereka akan menunggu kepulangan ayah. Anak itu bersorak girang dan langsung mengajak bundanya ke depan.

Di sinilah sekarang Ayara dan El berada, di ruang tamu. Tak lama mereka duduk di sana, terlihat Lili baru masuk ke dalam rumah. Ayara tidak menyapa atau berkomentar. Lagi pula, ini bukan sekali dua kali adik iparnya begitu. Ia yakin remaja itu tidak akan mendengar apa yang ia katakan.

Sekitar sepuluh menit berlalu, suara deru mobil menembus telinga. Itu Janu yang baru saja tiba dengan mobil yang dibeli secara kredit dua bulan lalu.

“Malam, Mas,” sapa Ayara menyambut Janu dan langsung menyalami tangan pria itu. “Mas udah makan malam?”

Janu mengangguk cepat. Melihat wajah Ayara yang berubah, Janu langsung berkata, “Jangan mikir aneh, ada acara di kantor makanya semua karyawan dapat makan malam,” kilah Janu memutar bola matanya malas.

Ayara tersenyum senang mendengar itu. Jika di kantor tidak masalah, toh di sana juga ramai-ramai ‘kan? Yang jadi masalah jika suaminya itu makan malam secara individu dengan wanita lain.

“Terus, Mas mau langsung mandi?” tanya Ayara, dibalas anggukan Janu.

Mereka pun pergi dari sana, tak lupa Ayara menutup dan mengunci pintu utama. Di dalam kamar Ayara bermain sebentar dengan El sembari menunggu Janu yang sedang membersihkan diri.

Tak lama, pintu kamar mandi terbuka pelan. Terlihatlah Janu dengan balutan kaos dan celana selutut. Wajah pria itu tampak lebih segar daripada tadi.

“Ayah!” El berjalan tertatih menuju Janu yang hendak menaiki kasur. Anak itu membuka tangannya berharap sang ayah menggendongnya.

“Mas, kok, kamu langsung tidur? Kamu gak liat El mau digendong kamu?” kesal Ayara melihat anaknya diperlakukan seperti itu oleh ayahnya sendiri. “El dari tadi nanyain kamu. Dia rindu main dan digendong kamu, tapi kamu malah kecewain dia.”

Ayara tak bisa berkata-kata dengan sikap suaminya. Janu sama sekali tidak memperdulikan apa yang Ayara katakan. Ia langsung bangkit dari kursi menggendong putranya yang sudah memasang wajah sedih.

“Setega itu Mas sama anak kecil? Mas tau gak, kalau akhir-akhir ini Mas itu udah berubah. Setidaknya kelonin El sambil tidur, Mas—.

“Halah kamu ini berisik banget sih?!” Janu menatap marah Ayara yang mematung di tengah kamar. “Ngoceh terus dari tadi pagi. Heran aku!”

Ayara bungkam, hatinya seperti tersayat ketika suara suaminya semakin meninggi padanya. Ayara menghampiri Janu yang sudah berbaring di kasur, disentuhnya pundak laki-laki itu. Namun, ia langsung ditepis kasar.

“Apa lagi, hah?!” Dada Janu naik turun lantaran menahan kesal. “Aku tuh capek dari pagi kerja baru pulang malam. Kamu ngerti gak sih?” Janu menatap kesal ke arah Ayara, lalu matanya beralih pada El yang ada di gendongan sang istri. “Kamu juga! Kecil-kecil rewel terus!”

“Kenapa kamu begini, Mas? Kamu bukan Mas Janu yang aku kenal. Kenapa kamu berubah gini? Jangan-jangan ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku, ya?”

“Ayara!”

“Ayara!”

Teriakan itu berasal dari arah kamarnya. Ayara menyahut pelan, tentu saja tak dapat didengar oleh Nirmala. Dalam hitungan detik, wanita berjambul itu mendatangi Ayara yang sedang di meja makan menemani putranya sarapan.

“Heh, kamu ini! Dipanggilin kok gak nyaut! Gak ada sopan santunnya sama orang tua!” Nirmala berkacak pinggang di depan Ayara dan cucunya.

“Maaf, Bu. Aku lagi nemenin El makan. Tadi udah aku sahut, kok. Tapi, Ibu gak denger,” kilah Ayara dengan halus.

Nirmala tidak minat mendengar ocehan basi menantunya itu. Memang dasarnya tidak beradab. Nirmala membenarkan letak rambutnya yang sedikit tergeser, lalu menyodorkan tangannya ke depan Ayara.

Ayara spontan menukik alisnya. “Kenapa tangannya gitu, Bu?”

“Ya, minta uanglah! Kan, anakku baru kasih uang kemaren.” Nirmala dengan meminta dengan sewot. Melihat Ayara masih tak bergeming, membuatnya geram. “Cepatlah, Ayara! Saya mau ada arisan sama ibu-ibu komplek!”

“Tapi, Bu. Itu uang belanja sampai tiga minggu ke depan.” Ayara memelas dengan suara yang halus. “Kan, uang Ibu udah dilebihkan sama Mas Janu dari jatah bulanan aku,” lanjutnya tanpa berbohong.

Memang benar, selama setahun terakhir ini, sedikit dari jatah nafkah untuk Ayara malah diberikan kepada Nirmala. Namun, wanita itu belum juga puas dan sekarang malah minta uang belanja makan mingguan.

“Bilang aja pelit,” cibir Nirmala, “Cepat ambil uangnya!” Kali ini Nirmala menghentakkan meja makan.

Ayara terlonjak, bahkan sampai-sampai El yang sedang menikmati labu rebusnya ikut terkejut karena ulah sang nenek.

Ayara tampak enggan beranjak. Ia mempertahankan ego-nya kali ini demi kebutuhan bersama. Seandainya uang itu diberikan separuh untuk kebutuhan ibu yang mendadak hari ini. Lantas dua minggu ke depan mereka harus makan apa?

“Beri aku uangnya sekarang atau saya bilang sama Janu kalau kamu dorong saya sampai jatuh?” ancam Nirmala dengan gigi bergemeletuk.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 64. Ayara Arsen &

    “Lebih baik Laras tinggal di apartemenku saja.” Celetukan Reza yang sangat tiba-tiba berhasil membuat Ayara, Arsen, sekaligus Laras menatap laki-laki itu dengan mulut terbuka.“Kamu lagi bercanda?” Alis Arsen mengerut, “Ngajak perempuan yang masih istri orang tinggal bareng?” Arsen menatap penuh tanya pada temannya itu.Reza yang semula menegang karena semua orang menatapnya intens, sontak menggeleng cepat. Pria itu seolah menyangkal dugaan yang ada di pikiran mereka masing-masing. “Bukan, bukan tinggal bareng, Sen. Laras tinggal di apartemen yang udah gak aku pakai akhir-akhir ini. Aku belum segila itu untuk tinggal berduaan sama seorang perempuan.”Baik Arsen maupun Ayara berhasil bernapas lega. Mereka termasuk Laras pun menyangka jika Reza mengajaknya tinggal berdua. Tentu saja itu tidak akan Laras setujui. Namun, jika seperti yang Reza katakan, Laras akan mempertimbangkan kembali.“Gimana, Laras? Mau kan tinggal di apartemen Mas Reza aja?” Ayara menggenggam tangan Laras. “Biar kam

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   63. Insiden

    Setelah selesai urusan di kantor pengacara, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi makan siang bersama, hitung-hitung agar Laras merasa nyaman dan tidak terlalu canggung ketika berada antara mereka.Ayara langsung menyambar tangan Laras begitu mereka tiba di depan sebuah restoran. "Ayo kita masuk. Kamu jangan gugup gitu, di sini gak ada yang kenal sama kamu. Jadi, kamu gak perlu takut, okay.”Ayara tersenyum pada Laras yang sesekali celingukan melihat sekitar, selayaknya takut ada orang yang ia kenal atau orang yang mengenalnya.Tidak ada lagi pembicaraan setelahnya, keempat manusia dewasa itu berjalan memasuki pintu kaca di hadapannya. Pilihan mereka pada sebuah meja yang terletak di samping tembok. Tak lama mereka duduk, seorang pelayan datang dengan tablet menu di tangannya.Usai memesan makanan, mereka mulai menikmati suasana di restoran sederhana itu. Tempatnya tenang, dengan lampu-lampu kuning yang memberikan suasana nyaman. Di setiap sudut diisi oleh sebagian orang membuat suas

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 62. Kantor Pengacara

    Langit masih mendung, udara terasa dingin setelah hujan reda. Di dalam mobil, Ayara terus melirik ke jendela, pikirannya berkecamuk. Hari ini adalah hari dimana ia akan membahas masalah Laras lebih serius. Arsen yang menyetir melirik Ayara sebentar. "Kamu kenapa cemas gitu, Sayang?” tanyanya dengan suara yang terdengar ragu. Ayara menarik napas dalam. "Hem, aku gak tau juga Mas, takut nanti Laras ngejelasin ke Mas Rezanya.” Arsen menatap Ayara lembut, “Gak ada yang perlu ditakutkan, yakin aja Laras bisa menjelaskan semuanya dengan baik. Lagian Mas yakin kalau kalau masalah ini pasti diterima.” Ucapan penenang yang kembali Arsen berikan. Ayara tersenyum simpul, perasaannya sedikit lebih tenang. Ia mencoba yakin jika laporan Laras nanti pasti akan diproses dengan baik seperti yang Arsen katakan. Mobil mereka akhirnya berhenti di depan rumah Laras setelah beberapa saat dalam perjalanan. Ayara bisa melihat perempuan itu duduk di teras, memeluk dirinya sendiri. Wajah yang biasa te

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 61. Serangan Mertua

    Setelah mendengar cerita Ayara, Arsen tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. Rahangnya mengeras, matanya menatap kosong ke arah jalanan di luar jendela restoran. Ia berusaha meredam amarahnya, tapi gagal.“Kita gak bisa biarkan ini terus berlanjut. Kalau dia tetap di rumah itu, bisa-bisa dia mati di tangan mertuanya sendiri.”Ayara menunduk, meremas jemarinya. “Itulah kenapa aku mau bantu dia.” Ayara mencuri pandang pada Arsen yang kini masih dengan wajah tegasnya. “Harus gimana awalinya, Mas?”Arsen menghela napas dalam, lalu meraih ponselnya. “Aku kenal seseorang yang bisa bantu kita.”Ayara mengangkat wajahnya. “Siapa?”“Teman lama dari kuliah hukum, namanya Reza. Setahu Mas sekarang dia pengacara yang cukup berpengalaman dalam perkara perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga,” jelas Arsen.Mata Ayara berbinar. “Kamu yakin dia bisa bantu?”Arsen tersenyum tipis. “Kita tanya dulu, mungkin dia sedang kosong klien. Reza itu tipe orang yang gak suka lihat ketidakadilan. Kalau dia t

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 60.

    Malam itu, Ayara masih duduk di samping Kakeknya. Angin malam yang sejuk menyelinap melalui jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma tanah basah setelah hujan sore tadi.Kakek menghela napas panjang, mengusap janggut putihnya sebelum akhirnya menatap cucunya dengan pandangan yang lebih lembut."Ayara..." suaranya terdengar lebih tenang, tidak lagi sekeras sebelumnya. "Kakek hanya takut kamu terluka lagi."Ayara menggenggam tangan Kakeknya, jemarinya hangat meski hatinya masih terasa berat. "Aku tahu, Kek. Tapi kali ini aku yang memilih. Aku gak mau perempuan lain mengalami apa yang pernah aku alami."Kakek diam sejenak, lalu akhirnya tersenyum kecil. "Kamu benar-benar keras kepala, ya?"Ayara tertawa pelan. "Bukan keras kepala, Kek. Cuma... aku gak bisa membiarkan ini terjadi begitu saja.” Kini Ayara melirih."Kamu benar-benar seperti almarhum ayahmu."Ayara menoleh, terkejut dengan ucapan tiba-tiba sang kakek. "Apa maksud Kakek?"Kakek mengubah raut wajahnya yang tegas dengan ters

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 59. Bertemu L

    Langit mendung menggantung rendah ketika Ayara tiba di kafe kecil tempat ia berjanji bertemu dengan Laras. Matanya langsung mencari sosok perempuan itu di antara meja-meja yang hampir penuh. Saat menemukan Laras duduk di sudut ruangan, Ayara langsung terdiam.Perempuan itu mengenakan sweater oversized, tetapi wajahnya tidak bisa menyembunyikan kenyataan. Ada lebam ungu di pelipisnya, bibirnya pecah, dan di sudut matanya masih tampak sembab seolah habis menangis semalaman."Laras..." Ayara menarik kursi, lalu duduk berhadapan dengannya.Laras menundukkan kepala, menghindari tatapan Ayara. "Maaf, aku bikin kamu repot."Ayara menggeleng cepat. "Apa yang terjadi?"Laras menghembuskan napas panjang sebelum menjawab, suaranya terdengar serak. "Sejak malam aku pulang dari rumahmu itu... hidupku berubah jadi neraka, Ra." Ia menelan ludah, matanya menatap kosong meja di depannya. "Ibu Nirmala selalu pukul aku, hampir tiap hari dia datang ke rumaku. Aku mau ngelawan, tapi aku gak … aku gak bisa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status