Share

3. Siapa Perempuan itu, Mas?

Author: sisakata
last update Last Updated: 2024-07-18 11:57:34

"Maaf, Bu. Tapi, uang yang Mas Janu kasih gak bakal cukup!” Ayara masih bersikeras untuk tidak memberikan uang kepada mertuanya.

Nirmala mendelik sinis, wanita itu langsung pergi dari hadapan Ayara dengan makian-makian tak jelas. Ayara sendiri tak terlalu ambil pusing, ia kembali membantu putranya meyelesaikan sarapan.

Waktu berlanjut, hingga malam menyambut, Ayara sudah rapi dengan gamis instan terbaiknya. Mungkin Nirmala bertanya karena malam ini Ayara lebih tampil beda. Perempuan berhidung mancung itu telah berdandan cantik dengan harapan agar kembali mendapatkan perhatian dari sang suami.

"Kamu dandan seperti itu ingin pergi ke mana?

Ayara tersenyum tipis membalas ucapan sang mertua. Perempuan berhijab itu sedang menunggu kedatangan Janu, ia berencana makan malam bersama suami tercinta.

“Ditanyain malah cengar-cengir. Dasar menantu aneh,” cibir Nirmala mendelik sinis. “Bukannya nemenin anak tidur, malah duduk gak jelas di sini!” lanjut Nirmala dengan sarkas.

“El udah lelap, kok, Bu. Aku lagi nunggu Mas Janu pulang.” Ayara menjawab seadanya.

Nirmala mengibaskan tangannya, seakan tak ingin mendengar apa pun yang keluar dari mulut menantunya. “Halah, alasan saja. Jangan coba-coba nyari perhatian anakku lagi. Paham!” Nirmala kesal dengan Ayara yang hendak menarik perhatian putranya.

Ayara terlonjak mendengar penuturan sang mertua. Bagaimana caranya seorang istri tidak diperbolehkan mencari perhatian suami?

Kemudian wanita itu pergi dari sana dengan menghentakkan kakinya. Ayara hanya menggelengkan kepala, setiap hari ada saja tingkah laku wanita tua itu.

Tersisa Ayara seorang diri di tengah rumah yang sudah sunyi karena memang sudah memasuki waktu istirahat.

Terdengar suara pintu yang terbuka, Ayara bergegas menyambut kepulangan suaminya. Senyum manis yang sedari terpatri di bibir, perlahan memudar setelah melihat pemandangan di depannya.

"Mas, siapa wanita di sampingmu?" tanya Ayara memicingkan mata curiga.

Dada Ayara kian bergemuruh ketika tangan kekar suaminya melesak pada pinggang wanita bergaun sepaha itu.

Janu tersadar akan keberadaan Ayara, cepat-cepat pria itu melepaskan tangannya. “Dia teman kantorku. Dia ingin menginap di sini, karena besok kami harus cepat datang ke kantor,” sahut Janu tersenyum tipis ke arah perempuan itu.

Ayara tersenyum tipis mencoba berpikir positif. Bayangkan saja suamimu pulang malam-malam dengan menggandeng seorang perempuan. Bukankah wajar kalau Ayara menaruh kecurigaan ketika suami membawa perempuan lain ke dalam istana mereka?

“Janu, kamu baru pulang, Nak?” Tiba-tiba Nirmala datang nimbrung di tengah mereka.

“Iya, Bu.” Janu menyalami ibunya, tetapi tidak melakukan hal yang sama pada Ayara.

Mata Nirmala berpindah pada perempuan di samping Janu. Seketika binar terlihat di manik wanita berkepala lima itu. “Siapa ini, Janu? Cantik sekali dia, siapa namamu, Nak?”

“Dia teman kantorku, Bu. Namanya Laras,” jawab Janu memperkenalkan perempuan bernama Laras dengan tersenyum lebar.

Perempuan itu tersenyum, lalu menyodorkan tangannya ke depan Nirmala. “Halo, Bu. Aku Laras.”

“Nama yang cantik, sama kayak orangnya.” Nirmala menatap Laras dengan tatapan kagum yang memuji. Ia mengerlingkan mata memperhatikan penampilan Laras dari ujung rambut hingga ujung kaki.

‘Sempurna, begini nih mantan yang aku pengen. Wangi, bajunya bermerek, cantik, yang paling penting … Laras ini pasti kaya.’ Nirmala membatin girang dengan senyum yang tak pudar dari bibirnya.

Ayara yang masih berdiri di sana hanya bisa menatap interaksi mereka yang seakan langsung akrab. Padahal ia hampir tiga tahun menjadi bagian keluarga ini, tetapi tidak sekali pun ia mendapatkan pujian dan sanjungan seperti itu dari mertuanya.

“Heh, kamu! Ngapain masih di situ!” Ayara terlonjak ketika Nirmala berteriak padanya.

“I-ya, Bu, kenapa?” Ayara gelagapan dan sekaligus malu diperlakukan seperti itu di depan teman suaminya.

“Cepat sana beresin kamar tamu. Nak Laras mau nginap di sini!” Nirmala memerintah Ayara dengan ketus.

Tanpa menunggu lama Ayara beranjak dari sana menuju kamar tamu.

“Siapa perempuan itu?” tanya Laras remeh, sambil menatap punggung Ayara yang semakin menjauh.

Pandangan Janu dan Nirmala beradu. Ketika Janu hendak menjawab, ternyata Nirmala-lah yang lebih dulu menyela. “Oh, dia bukan perempuan penting, kok, Nak,” kata Nirmala dengan sangat enteng.

Wanita itu tidak memikirkan perasaan menantunya yang malah diakui sebagai pembantu. Ayara yang berdiri di balik tembok pembatas ruang tamu, seketika terduduk lemas, lututnya seakan tak bertulang. Pengakuan sang mertua benar-benar membuatnya sakit.

‘Tega banget Ibu,’ lirihnya dalam hati. ‘Mas Janu juga tak membelaku.’

Ketika derap langkah terdengar, buru-buru Ayara menghapus air matanya dan membenarkan letak kerudungnya, lalu menghampiri mereka yang sudah ke meja makan.

Ayara hendak melayani suaminya, tetapi pergerakannya langsung terhenti saat Laras yang lebih dulu mengambilkan nasi untuk suaminya. Hatinya bergemuruh, matanya menatap tak suka ke arahnya.

Lagi pula istri mana yang bisa bisa tenang ketika perempuan lain mencuri perhatian suaminya? Ayara rasa tidak ada, jika pun ada mungkin perempuan itu sudah sakit saraf!

“Maaf, Mbak, biar saya aja. Saya lebih tau porsi makan suami saya.” Ayara menahan tangan Laras yang hendak mengambil nasi lagi. Ia sengaja mengeluarkan kalimat tersebut, agar perempuan itu tidak lagi mencari perhatian laki-laki beristri.

“Suami?” Laras mengernyit heran, lalu menatap Janu yang duduk di sampingnya. “Mas, ini istri kamu?” tanyanya dengan raut tak percaya.

Janu menatap tajam ke arah Ayara, seakan laki-laki itu kesal karena Ayara telah mengaku sebagai istrinya. Dengan ragu, Janu menoleh ke arah Laras dan mengangguk kecil. “Iya, ini istriku, Ras” balas Janu tak bersemangat.

“Wajar aja, sih, Mbak, kalau Mas Janu malu ngakuin kamu sebagai istrinya. Liat aja nih penampilan kamu. Udah make gamis, pake kerudung lagi,” cibirnya tanpa segan.

“Jangan asal bicara, ya, kamu!” Ayara menatap nyalang ke arah Laras. Ia tak membiarkan orang lain menghinanya.

“Kenapa? Benar kan Mas yang aku bilang?” Laras bahkan meminta persetujuan dari Janu atas hinaannya terhadap sang istri.

Ayara menggeleng pada suaminya. Ia yakin suaminya akan membela dirinya. Namun, Ayara hanya bisa menganga tak menyangka saat Janu mengangguk, seakan membenarkan penuturan sampah yang Laras tujukan padanya.

“Mas, kamu—?”

“Udahlah, Ayara, mending kamu ke kamar jagain anak sana!” Janu mengusir Ayara. Laki-laki itu sudah muak mendengar ocehan istrinya yang tak berujung.

Respons Janu yang seperti itu, tentu saja mengundang senyum puas dari Laras dan Nirmala. Laras senang karena Janu yang jelas-jelas memihaknya, sedangkan Nirmala sendiri sangat bahagia akhirnya menantunya itu diacuhkan oleh putranya dan memilih membela Laras yang lebih berkelas dari Ayara.

‘Akhirnya … aku akan hidup kaya raya.’ Nirmala tersenyum puas dengan bayang-bayang hidup bergelimang harta.

Nirmala melihat itu, tersenyum-senyum sendiri. Kedekatan anaknya dengan perempuan seperti Laras lah yang ia nantikan selama ini. Karena dengan mereka dekat lalu menikah, maka ia juga akan kecipratan hidup mewah dan megah.

Laras merasa bangga hati. Tanpa canggung Laras mendekati wajah Janu.

“Makasih, Sayang.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   GN Bab 66. Janji Sakral

    GN Bab 66.Bab: Janji yang Terucap di Bawah LangitSatu bulan berlalu dengan cepat, penuh dengan hiruk-pikuk persiapan pernikahan Ayara dan Arsen. Sabtu yang menjadi hari penting bagi Arsen dan Ayara, justru batal karena kendala dari pihak wedding organizer. Sebulan setelahnya rasanya seperti mimpi bagi Ayara, yang dulu hanya membayangkan pernikahan di sela-sela tumpukan berkas dan masalah mantan madunya.Di sebuah vila kecil di pinggiran kota—tempat yang dipilih Ayara karena jauh dari hiruk-pikuk kota, dan dekat dengan ketenangan alam—hari ini akhirnya tiba setelah semua haru-hara.Langit cerah, langit yang sama seperti saat Arsen pertama kali menatap Ayara dengan mata yang sungguh-sungguh.Kursi-kursi putih berjejer rapi di halaman rumput yang masih basah oleh embun. Dekorasi bunga nuansa hijau dan peach memberi kesan hangat, lembut, dan sederhana. Musik akustik mengalun pelan, menemani tamu-tamu terdekat yang hadir dengan senyum bahagia.Ayara melangkah perlahan dengan gaun putih s

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 65.

    Bab 65: Langkah di Ambang Kebebasan"lHari Selasa pun tiba pertanda jika sidang lanjutan dari proses perceraian Laras dan Janu berlangsung pada tahap pembuktian. Hari ini terasa lebih berbeda dari sebelumnya, entah mengapa ada gelagat cemas yang menyertai. Laras berdiri di depan cermin kamar mandi apartemennya, menatap pantulan wajahnya yang sedikit pucat. Pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran yang bisa saja tidak akan terjadi. Laras memejamkan matanya ketika bayangan Nirmala muncul. Pikiran tentang wanita tua yang pernah menjambaknya di depan umum ketika itu membuat perutnya mual, meski bayi dalam kandungannya seolah mengingatkannya untuk tetap kuat.Dengan helaan napas panjang Laras memaksakan seluas senyum, “Bisa, aku bisa demi hidup yang lebih sehat dengan bayi ini.”Blus biru tua yang sederhana namun rapi, dengan rok panjang yang menyembunyikan perutnya yang mulai membesar. Rambutnya dikuncir rapi ikut terayun pelan ketika perempuan itu melangkah keluar. Reza sudah menunggu

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 64. Ayara Arsen &

    “Lebih baik Laras tinggal di apartemenku saja.” Celetukan Reza yang sangat tiba-tiba berhasil membuat Ayara, Arsen, sekaligus Laras menatap laki-laki itu dengan mulut terbuka.“Kamu lagi bercanda?” Alis Arsen mengerut, “Ngajak perempuan yang masih istri orang tinggal bareng?” Arsen menatap penuh tanya pada temannya itu.Reza yang semula menegang karena semua orang menatapnya intens, sontak menggeleng cepat. Pria itu seolah menyangkal dugaan yang ada di pikiran mereka masing-masing. “Bukan, bukan tinggal bareng, Sen. Laras tinggal di apartemen yang udah gak aku pakai akhir-akhir ini. Aku belum segila itu untuk tinggal berduaan sama seorang perempuan.”Baik Arsen maupun Ayara berhasil bernapas lega. Mereka termasuk Laras pun menyangka jika Reza mengajaknya tinggal berdua. Tentu saja itu tidak akan Laras setujui. Namun, jika seperti yang Reza katakan, Laras akan mempertimbangkan kembali.“Gimana, Laras? Mau kan tinggal di apartemen Mas Reza aja?” Ayara menggenggam tangan Laras. “Biar kam

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   63. Insiden

    Setelah selesai urusan di kantor pengacara, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi makan siang bersama, hitung-hitung agar Laras merasa nyaman dan tidak terlalu canggung ketika berada antara mereka.Ayara langsung menyambar tangan Laras begitu mereka tiba di depan sebuah restoran. "Ayo kita masuk. Kamu jangan gugup gitu, di sini gak ada yang kenal sama kamu. Jadi, kamu gak perlu takut, okay.”Ayara tersenyum pada Laras yang sesekali celingukan melihat sekitar, selayaknya takut ada orang yang ia kenal atau orang yang mengenalnya.Tidak ada lagi pembicaraan setelahnya, keempat manusia dewasa itu berjalan memasuki pintu kaca di hadapannya. Pilihan mereka pada sebuah meja yang terletak di samping tembok. Tak lama mereka duduk, seorang pelayan datang dengan tablet menu di tangannya.Usai memesan makanan, mereka mulai menikmati suasana di restoran sederhana itu. Tempatnya tenang, dengan lampu-lampu kuning yang memberikan suasana nyaman. Di setiap sudut diisi oleh sebagian orang membuat suas

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 62. Kantor Pengacara

    Langit masih mendung, udara terasa dingin setelah hujan reda. Di dalam mobil, Ayara terus melirik ke jendela, pikirannya berkecamuk. Hari ini adalah hari dimana ia akan membahas masalah Laras lebih serius. Arsen yang menyetir melirik Ayara sebentar. "Kamu kenapa cemas gitu, Sayang?” tanyanya dengan suara yang terdengar ragu. Ayara menarik napas dalam. "Hem, aku gak tau juga Mas, takut nanti Laras ngejelasin ke Mas Rezanya.” Arsen menatap Ayara lembut, “Gak ada yang perlu ditakutkan, yakin aja Laras bisa menjelaskan semuanya dengan baik. Lagian Mas yakin kalau kalau masalah ini pasti diterima.” Ucapan penenang yang kembali Arsen berikan. Ayara tersenyum simpul, perasaannya sedikit lebih tenang. Ia mencoba yakin jika laporan Laras nanti pasti akan diproses dengan baik seperti yang Arsen katakan. Mobil mereka akhirnya berhenti di depan rumah Laras setelah beberapa saat dalam perjalanan. Ayara bisa melihat perempuan itu duduk di teras, memeluk dirinya sendiri. Wajah yang biasa te

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 61. Serangan Mertua

    Setelah mendengar cerita Ayara, Arsen tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. Rahangnya mengeras, matanya menatap kosong ke arah jalanan di luar jendela restoran. Ia berusaha meredam amarahnya, tapi gagal.“Kita gak bisa biarkan ini terus berlanjut. Kalau dia tetap di rumah itu, bisa-bisa dia mati di tangan mertuanya sendiri.”Ayara menunduk, meremas jemarinya. “Itulah kenapa aku mau bantu dia.” Ayara mencuri pandang pada Arsen yang kini masih dengan wajah tegasnya. “Harus gimana awalinya, Mas?”Arsen menghela napas dalam, lalu meraih ponselnya. “Aku kenal seseorang yang bisa bantu kita.”Ayara mengangkat wajahnya. “Siapa?”“Teman lama dari kuliah hukum, namanya Reza. Setahu Mas sekarang dia pengacara yang cukup berpengalaman dalam perkara perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga,” jelas Arsen.Mata Ayara berbinar. “Kamu yakin dia bisa bantu?”Arsen tersenyum tipis. “Kita tanya dulu, mungkin dia sedang kosong klien. Reza itu tipe orang yang gak suka lihat ketidakadilan. Kalau dia t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status