Share

4. Pembicaraan Janu dan Ibu

Author: sisakata
last update Last Updated: 2024-07-18 11:58:32

“Cepat cuci bajunya!”

“Aku lagi gak enak badan, Bu. Kepala aku pusing terus dari semalam.” Ayara memegang kepalanya yang berdenyut.

Perempuan dengan hijab abu-abu muda itu benar-benar sedang menahan sakit, tidak sedang berbohong. Terlihat jelas wajahnya yang sedikit pucat. Bayangkan saja, setiap hari ia tak henti melakukan pekerjaan rumah dan menjaga anak seorang diri, tanpa bantuan orang lain.

Mungkin tubuhnya sekarang sudah di titik sangat kelelahan. Alhasil, ia butuh waktu rehat sejenak.

“Halah, alasan saja kamu ini!” sentak Nirmala, “Kamu memang ditakdirkan untuk jadi babu. Udah sana gak usah banyak protes, cuci baju sama cuci piring, cepat!” Nirmala kembali berteriak.

Teriakan tersebut sampai membuat El yang sedang bermain di depan televisi, langsung berjalan kecil mencari ibunya. Di balik tembok pembatas ruang makan, anak kecil itu melihat sendiri bagaimana ibunya diperlakukan oleh neneknya. El tidak bisa melarang, ia bicara saja belum terlalu lancar.

“Besok aja, ya, Bu. Aku masih pusing banget,” keluhnya dengan nada lemas. Ayara memutar otaknya untuk berpikir. “Kalau nggak, nanti aku minta Mas Janu beliin obat, biar nanti malam aku nyucinya, ya, Bu.”

“Nggak ada! Nyuci Sekarang atau kamu keluar dari rumahku hari ini?!” Nirmala memasang wajah bengisnya dengan ancaman mutlaknya.

Ayara tak bisa berkutik. Ia tertunduk, menahan nyeri di kepalanya. Tanpa menjawab apa pun lagi, Ayara melangkah pergi dari ruang tengah menuju kamar mandi.

Ayara tak tahu kapan badai ini akan berakhir. Bahkan, hanya untuk beristirahat sebentar saja ia tidak diberikan waktu oleh mertuanya. Belum lagi ia kena amuk oleh suaminya.

Nirmala melihat Ayara yang melangkah pergi, lantas tertawa kecil. Ia akan membuat menantunya itu tidak betah, lalu pergi dari rumah dan gaji anaknya bisa dinikmati seorang diri. Nirmala membalikkan badannya ingin pergi ke depan. Ia terlonjak ketika melihat makhluk setinggi lutut yang sudah ada di depannya dengan memegang sebuah kertas.

“Heh, kamu ini, El! Bikin nenek jantungan aja. Ngapain kamu berdiri di situ?” Nirmala mengusap dadanya, lantaran terkejut dengan keberadaan sang cucu.

“Nenek dahat!” El memelototi Nirmala. Anak itu langsung pergi begitu saja tanpa memperdulikan panggilan Nirmala.

“Dasar! Anak ibu sama aja! Heran aku, kenapa cucuku bisa gitu, padahal anakku baik dari kecil!” Nirmala menggelengkan kepala.

Nirmala selalu berasumsi jika cucunya baik, maka itu nurun dari putranya. Namun, seandainya El bertingkah seperti tadi, maka itu karena mengikuti sifat ibunya yang tak lain adalah Ayara. Ternyata hal seperti itu sering terjadi di kalangan mertua yang tak senang dengan menantunya.

“Awas aja, ya. Aku bakal laporin kamu ke Janu. Gak becus banget jadi bini!”

***

“Aduh, aku gak kuat lagi ni, kayaknya.” Ayara merintih kesakitan, dengan tangan bertumpu pada dinding menahan tubuhnya agar tidak ambruk.

Ayara meninggalkan sisa cucian di dekat mesin, lalu perempuan itu bergegas menuju kamar untuk menghubungi suaminya. Ia berencana meminta Janu untuk membawakan obat untuknya.

[Mas, kamu bisa pulang sebentar?]

Mas Janu

[Kenapa lagi, Ayara?]

[Kepala aku sakit, Mas beliin obat bentar, bisa?]

Mas Janu

[Kamu ini manja banget, sih? Sakit dikit aja ngeluh! Harusnya kamu itu jaga kesehatan! Jangan sakit, kalau gini aku juga yang repot!]

[Gak ada obat-obat! Aku sibuk di kantor, kerjaan banyak! Kamu mau aku dipecat? Mau makan apa kamu kalau aku gak ada gaji?]

Ayara membaca pesan yang dikirim suaminya dengan mata memanas. Ayara menyeka air matanya yang lolos ke permukaan. Jika bukan kepada suaminya. Lantas, ia harus ke mana lagi?

Ayara memeriksa sekitar rumah, ternyata mertuanya tidak ada di rumah dan adik iparnya sudah berangkat ke sekolah dari pagi tadi. Setelah ia pikir aman, Ayara melangkah keluar rumah dan ia tak lupa mengambil El untuk dititipkan ke tetangga. Ayara berencana pergi ke klinik untuk memeriksa kondisi tubuhnya dan juga ia ingin membeli obat-obatan.

Ayara pergi dengan ojek online pesanannya, setelah menitipkan El. Ia tidak sanggup berjalan karena jarak cukup jauh dari rumah. Setiba di klinik, Ayara langsung diperiksa oleh salah satu perawat, kemudian perempuan berhijab itu diberikan obat.

Saking tak sanggupnya menahan sakit dalam kepalanya, Ayara memberanikan diri meminta air pada perawat tersebut untuk ia meminum obatnya langsung. Dia tak akan sanggup pulang, bila tidak minum obat. Uang yang ia punya hanya tersisa sepuluh ribu dan tentu saja tidak akan cukup untuk ongkos ojek online.

Selesai dari klinik, Ayara melangkah kakinya menuju arah pulang. Namun, di pertengahan jalan, Ayara tampak memicingkan matanya untuk memastikan jika yang dilihatnya bukan salah orang.

“Itu Mas Janu?” Ayara bertanya-tanya saat melihat seorang pria yang persis suaminya yang baru saja membukakan pintu untuk seorang perempuan. Ternyata itu adalah wanita yang sama seperti yang dibawa oleh Janu ke rumah beberapa hari lalu.

Ayara menatap nanar suaminya yang merangkul mesra pinggang Laras dan keduanya masuk ke dalam restoran tersebut. “Tega kamu, Mas. Kamu bilang sibuk di kantor, tapi kamu malah ke restoran sama perempuan lain.”

***

“Janu,” panggil Nirmala menyelinap ke dalam kamar anaknya.

Pria itu yang baru saja selesai mematikan laptop, menghampiri sang ibu yang terlihat ingin membicarakan sesuatu yang penting.

“Kenapa Ibu ke sini? Ayara, kan, lagi masak di dapur.” Janu berpikir ibunya sedang mencari sang istri. Namun, ketika melihat gelengan kepala dari wanita itu, barulah Janu paham, jika ibunya memang sedang mencarinya. “Kenapa, Bu?” Tumben nyariin aku sore-sore? Biasanya nyariin aku malam pas minta uang,” celetuk Janu lagi.

“Kamu sama Nak Laras pacaran ‘kan?” Nirmala langsung menodongkan pertanyaan itu kepada putranya. “Udah, ngaku aja. Sama Ibu gak perlu kamu tutup-tutupi.”

Janu yang tadinya enggan menjawab, kini malah mengangguk mantap. Ia berpikir ibunya akan menceramahinya karena bermain belakang dari Ayara. Namun, siapa sangka ibunya malah mendukungnya.

“Ibu bangga sama kamu,” pujinya, “Selera kamu bagus, Nak. Lebih baik kamu deketin Laras aja, dia kelihatannya anak orang kaya. Jadi, ekonomi kita sedikit terbantu. Gak kayak istri panti kamu itu!” Nirmala mendelik sinis saat membahas Ayara.

“Ya, kan memang lagi dekat, Bu.” Janu membalas pelan.

“Bagus, kamu pepetin Laras, ya. Abaikan aja istri kamu itu. Dia bisanya nyusahin, pelit lagi,” cibir Nirmala tak cukup-cukup. “Kalau bisa, kamu nikahin aja Laras sekalian!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 64. Ayara Arsen &

    “Lebih baik Laras tinggal di apartemenku saja.” Celetukan Reza yang sangat tiba-tiba berhasil membuat Ayara, Arsen, sekaligus Laras menatap laki-laki itu dengan mulut terbuka.“Kamu lagi bercanda?” Alis Arsen mengerut, “Ngajak perempuan yang masih istri orang tinggal bareng?” Arsen menatap penuh tanya pada temannya itu.Reza yang semula menegang karena semua orang menatapnya intens, sontak menggeleng cepat. Pria itu seolah menyangkal dugaan yang ada di pikiran mereka masing-masing. “Bukan, bukan tinggal bareng, Sen. Laras tinggal di apartemen yang udah gak aku pakai akhir-akhir ini. Aku belum segila itu untuk tinggal berduaan sama seorang perempuan.”Baik Arsen maupun Ayara berhasil bernapas lega. Mereka termasuk Laras pun menyangka jika Reza mengajaknya tinggal berdua. Tentu saja itu tidak akan Laras setujui. Namun, jika seperti yang Reza katakan, Laras akan mempertimbangkan kembali.“Gimana, Laras? Mau kan tinggal di apartemen Mas Reza aja?” Ayara menggenggam tangan Laras. “Biar kam

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   63. Insiden

    Setelah selesai urusan di kantor pengacara, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi makan siang bersama, hitung-hitung agar Laras merasa nyaman dan tidak terlalu canggung ketika berada antara mereka.Ayara langsung menyambar tangan Laras begitu mereka tiba di depan sebuah restoran. "Ayo kita masuk. Kamu jangan gugup gitu, di sini gak ada yang kenal sama kamu. Jadi, kamu gak perlu takut, okay.”Ayara tersenyum pada Laras yang sesekali celingukan melihat sekitar, selayaknya takut ada orang yang ia kenal atau orang yang mengenalnya.Tidak ada lagi pembicaraan setelahnya, keempat manusia dewasa itu berjalan memasuki pintu kaca di hadapannya. Pilihan mereka pada sebuah meja yang terletak di samping tembok. Tak lama mereka duduk, seorang pelayan datang dengan tablet menu di tangannya.Usai memesan makanan, mereka mulai menikmati suasana di restoran sederhana itu. Tempatnya tenang, dengan lampu-lampu kuning yang memberikan suasana nyaman. Di setiap sudut diisi oleh sebagian orang membuat suas

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 62. Kantor Pengacara

    Langit masih mendung, udara terasa dingin setelah hujan reda. Di dalam mobil, Ayara terus melirik ke jendela, pikirannya berkecamuk. Hari ini adalah hari dimana ia akan membahas masalah Laras lebih serius. Arsen yang menyetir melirik Ayara sebentar. "Kamu kenapa cemas gitu, Sayang?” tanyanya dengan suara yang terdengar ragu. Ayara menarik napas dalam. "Hem, aku gak tau juga Mas, takut nanti Laras ngejelasin ke Mas Rezanya.” Arsen menatap Ayara lembut, “Gak ada yang perlu ditakutkan, yakin aja Laras bisa menjelaskan semuanya dengan baik. Lagian Mas yakin kalau kalau masalah ini pasti diterima.” Ucapan penenang yang kembali Arsen berikan. Ayara tersenyum simpul, perasaannya sedikit lebih tenang. Ia mencoba yakin jika laporan Laras nanti pasti akan diproses dengan baik seperti yang Arsen katakan. Mobil mereka akhirnya berhenti di depan rumah Laras setelah beberapa saat dalam perjalanan. Ayara bisa melihat perempuan itu duduk di teras, memeluk dirinya sendiri. Wajah yang biasa te

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 61. Serangan Mertua

    Setelah mendengar cerita Ayara, Arsen tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. Rahangnya mengeras, matanya menatap kosong ke arah jalanan di luar jendela restoran. Ia berusaha meredam amarahnya, tapi gagal.“Kita gak bisa biarkan ini terus berlanjut. Kalau dia tetap di rumah itu, bisa-bisa dia mati di tangan mertuanya sendiri.”Ayara menunduk, meremas jemarinya. “Itulah kenapa aku mau bantu dia.” Ayara mencuri pandang pada Arsen yang kini masih dengan wajah tegasnya. “Harus gimana awalinya, Mas?”Arsen menghela napas dalam, lalu meraih ponselnya. “Aku kenal seseorang yang bisa bantu kita.”Ayara mengangkat wajahnya. “Siapa?”“Teman lama dari kuliah hukum, namanya Reza. Setahu Mas sekarang dia pengacara yang cukup berpengalaman dalam perkara perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga,” jelas Arsen.Mata Ayara berbinar. “Kamu yakin dia bisa bantu?”Arsen tersenyum tipis. “Kita tanya dulu, mungkin dia sedang kosong klien. Reza itu tipe orang yang gak suka lihat ketidakadilan. Kalau dia t

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 60.

    Malam itu, Ayara masih duduk di samping Kakeknya. Angin malam yang sejuk menyelinap melalui jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma tanah basah setelah hujan sore tadi.Kakek menghela napas panjang, mengusap janggut putihnya sebelum akhirnya menatap cucunya dengan pandangan yang lebih lembut."Ayara..." suaranya terdengar lebih tenang, tidak lagi sekeras sebelumnya. "Kakek hanya takut kamu terluka lagi."Ayara menggenggam tangan Kakeknya, jemarinya hangat meski hatinya masih terasa berat. "Aku tahu, Kek. Tapi kali ini aku yang memilih. Aku gak mau perempuan lain mengalami apa yang pernah aku alami."Kakek diam sejenak, lalu akhirnya tersenyum kecil. "Kamu benar-benar keras kepala, ya?"Ayara tertawa pelan. "Bukan keras kepala, Kek. Cuma... aku gak bisa membiarkan ini terjadi begitu saja.” Kini Ayara melirih."Kamu benar-benar seperti almarhum ayahmu."Ayara menoleh, terkejut dengan ucapan tiba-tiba sang kakek. "Apa maksud Kakek?"Kakek mengubah raut wajahnya yang tegas dengan ters

  • Istri yang Diceraikan ternyata Pewaris   Bab 59. Bertemu L

    Langit mendung menggantung rendah ketika Ayara tiba di kafe kecil tempat ia berjanji bertemu dengan Laras. Matanya langsung mencari sosok perempuan itu di antara meja-meja yang hampir penuh. Saat menemukan Laras duduk di sudut ruangan, Ayara langsung terdiam.Perempuan itu mengenakan sweater oversized, tetapi wajahnya tidak bisa menyembunyikan kenyataan. Ada lebam ungu di pelipisnya, bibirnya pecah, dan di sudut matanya masih tampak sembab seolah habis menangis semalaman."Laras..." Ayara menarik kursi, lalu duduk berhadapan dengannya.Laras menundukkan kepala, menghindari tatapan Ayara. "Maaf, aku bikin kamu repot."Ayara menggeleng cepat. "Apa yang terjadi?"Laras menghembuskan napas panjang sebelum menjawab, suaranya terdengar serak. "Sejak malam aku pulang dari rumahmu itu... hidupku berubah jadi neraka, Ra." Ia menelan ludah, matanya menatap kosong meja di depannya. "Ibu Nirmala selalu pukul aku, hampir tiap hari dia datang ke rumaku. Aku mau ngelawan, tapi aku gak … aku gak bisa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status