Share

Bab 6. Sandiwara Dewi

"Kamu benar-benar keterlaluan, Sofia!" Haris menatap tajam pada Sofia, bersamaan dengan gerakan tangan lelaki itu yang tiba-tiba melayang ke arah sang istri.

Sofia tersentak saat merasakan kibasan tangan milik Haris mengenai wajahnya dengan keras. Rasa sakit seketika menjalar pada pipi yang barusan terkena tamparan. Menyisakan perih pada kulit wajah dan rasa pusing di kepala. Wanita itu mengerjapkan mata yang terasa berkunang-kunang, lalu menyentuh pipi yang terasa seperti terbakar. Rasa sakit yang ditimbulkan bukan hanya terasa di pipi, tapi juga di hati.

Sofia tak menyangka Haris telah tega melakukan kontak fisik dengan menamparnya. Lelaki itu bertindak kasar hanya karena hasutan dan tuduhan tak berdasar yang dilontarkan oleh Dewi, perempuan yang belum genap seminggu menjadi istri kedua. Wanita itu telah berhasil mengubah Haris yang dulu sangat lembut dan perhatian menjadi sosok yang pemarah.

Dengan mudahnya Haris termakan hasutan Dewi padahal Haris tahu pasti, Sofia adalah perempuan lembut dan penyayang. Perempuan yang tidak akan mungkin menyakiti seorang anak kecil seperti Alisa--keponakan Haris yang masih berumur dua tahun. Menyadari dirinya telah melakukan kesalahan besar, Haris merasa bersalah dengan apa yang barusan dia lakukan. Perlahan ia mendekati Sofia yang masih bergeming di tempat dengan mata berkaca-kaca. Menatap wajah sang istri dengan sorot mata penuh penyesalan.

"Maafkan aku, Sofia. Aku benar-benar khilaf tadi," ucap Haris dengan perasaan bersalah.

Tangan Haris kemudian terulur mencoba menyentuh Sofia yang masih kesakitan akibat tamparan keras yang barusan ia layangkan. Tak mau disentuh oleh suaminya, Sofia bergerak menghindar kemudian berlari masuk ke dalam kamar sambil menutupi bekas tamparan yang memerah dengan telapak tangan. Wajahnya kini sudah bersimbah air mata.

Tak jauh dari situ, Dewi tersenyum puas menyaksikan apa yang barusan dilakukan oleh Haris pada wanita yang berstatus sebagai istri pertama. Sandiwara yang dimainkan berjalan dengan sempurna. Ia memang sudah merencanakan ini sebelumnya. Sudah mengaturnya sedemikian rupa agar terlihat meyakinkan.

Sebenarnya Dewi mengetahui kalau putrinya agak demam dan sedikit rewel. Dewi sengaja menitipkan Alisa pada Sofia dan meminta Haris untuk mengantarnya ke suatu tempat. Agar Dewi punya alasan untuk menyalahkan Sofia atas sakit yang dialami putri kecilnya.

Tentang tanda merah yang terdapat pada tubuh Alisa, itu adalah tanda yang sengaja dibuat-buat oleh Dewi. Tanda merah yang ia ciptakan sendiri sebelum Alisa dititipkan pada Sofia. Tanda merah itulah yang tadi dia perlihatkan pada Haris, yang dia sebut sebagai bekas cubitan yang dilakukan oleh Sofia. Dan ternyata Haris percaya begitu saja pada apa yang dia ucapkan. Apalagi didukung oleh kondisi Alisa yang semakin rewel.

Rencana Dewi berjalan mulus tanpa hambatan. Dia berhasil membuat Haris dan Sofia semakin berjarak. Sejak awal Dewi sudah bertekad akan menjauhkan kedua pasangan itu bagaimana pun caranya. Perempuan itu hendak memiliki Haris untuk dirinya sendiri, menjadi satu-satunya wanita yang mendampingi Haris. Itu adalah salah satu tujuan Dewi mendekati keluarga mendiang suaminya. 

"Bersiaplah Sofia, sebentar lagi kamu akan ditendang keluar dari rumah ini," bisiknya pada diri sendiri. Tersenyum jahat, wanita itu lalu  melangkah masuk ke dalam kamar sambil menggendong Alisa yang telah tertidur dalam gendongan.

Di dalam kamar sempit yang ditempati oleh Sofia, wanita itu duduk tergugu di tepi ranjang. Sesekali jemari menghapus air mata yang kembali membasahi pipi. Wajahnya masih terasa perih, tapi lebih perih lagi rasa sakit hatinya akibat perlakuan Haris. Sofia benar-benar tak menyangka sikap Haris akan sekasar itu padanya. Dadanya terasa sesak mengingat perlakuan suami yang telah bertindak kasar padanya.

"Buka pintunya, Sofia!" Terdengar ketukan keras menyusul suara Haris dari balik pintu kamar yang tertutup.

Sofia masih bergeming, enggan untuk membuka pintu apalagi harus bertemu dengan laki-laki yang masih berstatus sebagai suami. Dia benar-benar kecewa dengan Haris yang tega memperlakukan dirinya sedemikian rupa. Saat ini ia ingin sendiri dan tak mau bertemu dengan laki-laki yang telah menyakiti perasaannya.

Kembali suara ketukan terdengar. Kali ini lebih keras dari sebelumnya. Sofia mengembuskan napas kasar karena kesal dan merasa terganggu. Lalu dengan terpaksa wanita itu akhirnya bangkit dari tempat duduk kemudian berjalan ke arah pintu. Tangannya dengan malas memutar anak kunci. Detik kemudian pintu akhirnya terbuka. Tepat di hadapan, Haris sudah berdiri dengan wajah penuh penyesalan.

"Sofia, maafkan aku yang sempat terbawa emosi tadi. Aku hanya tidak menyangka kamu tega melakukan itu pada Alisa."

"Jadi Mas Haris percaya dengan tuduhan Dewi? Mas percaya kalau aku telah menyakiti Alisa?" tanya Sofia membalas tatapan suaminya dengan tajam. Ia benar-benar kecewa pada Haris yang dengan mudahnya terhasut omongan Dewi, tanpa mau mendengar penjelasan darinya terlebih dahulu.

"Demi Allah, Mas, aku tidak pernah menyakiti Alisa," ucap Sofia melanjutkan.

"Tapi tanda merah di paha Alisa itu apa?" tanya Haris seolah masih ragu dengan pengakuan sang istri.

"Entahlah, aku juga tidak tahu kenapa ada tanda merah seperti itu. Tapi kalau Mas masih tidak percaya padaku, kita bisa membuktikannya dengan melakukan visum."

"Ya sudah kalau begitu, aku akan sampaikan ini pada Dewi."

"Sekali lagi, aku minta maaf. Aku benar-benar menyesal telah melakukan itu padamu." Sofia hanya diam saja saat tangan lelaki itu mendekat mengusap puncak kepalanya, lalu mengelus pipi Sofia dimana tampak bekas tamparan berwarna kemerahan.

***

Waktu telah menunjukkan pukul lima sore. Sofia yang berada di dalan kamar, tiba-tiba dikejutkan oleh suara ketukan kasar menyusul teriakan seseorang dari arah luar. Wanita itu bergegas keluar dari kamar menuju ruang depan untuk melihat siapa yang datang. Dari balik gorden yang sengaja ia s***k sedikit, tampak ibu mertua telah berdiri di depan pintu dengan tangan berkacak pinggang.

Mengetahui ibu mertua yang datang, buru-buru Sofia membuka pintu. Baru saja hendak menyapa wanita yang rambutnya sebagian telah memutih itu, tiba-tiba sebuah tamparan mendarat telak di pipi Sofia. Wanita itu terkejut mendapat perlakuan kasar yang tiba-tiba dari perempuan tua yang selama ini ia hormati.

Belum hilang bekas tamparan Haris di pipi, kini ia merasakan lagi sebuah tamparan dari ibu mertua. Sofia meringis sakit sembari tangan mengusap wajah yang terasa perih bekas tamparan ibunda Haris.

"Dasar menantu kurang ajar!" maki wanita tambun yang berdiri di hadapan Sofia. Matanya melotot tajam seolah ingin menelan Sofia hidup-hidup.

"Astagfirullah, Bu. Apa salah saya sampai Ibu langsung menyerang seperti ini?"

"Itu adalah balasan buat orang yang berani menyakiti cucuku. Ibu tahu kalau kamu itu tidak suka sama Dewi, tapi kamu tak pantas melampiaskan kemarahan pada anak sekecil Alisa."

"Demi Allah, Bu. Saya tidak pernah menyakiti Alisa."

"Jangan bohong kamu! Ibu sudah muak melihat wajahmu yang sok lugu itu. Perempuan mandul seperti kamu ini, lebih baik diceraikan saja!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status