Share

Bab 5. Mencoba Bertahan

Dari arah luar terdengar suara ketukan di pintu depan. Bergegas Sofia melangkah untuk membuka pintu. Netranya membeliak saat menyaksikan seorang perempuan seksi telah berdiri di depan pintu dengan senyum menantang.

"Mau apa kamu bawa-bawa koper segala?" tanya Sofia geram melihat Dewi telah kembali lagi dengan membawa sebuah koper berukuran besar.

"Mau tinggal di sini. Kenapa? Ada masalah?" 

"Aku tidak akan mengijinkan kamu tinggal di rumahku!"

"Hei, kamu lupa ya, kalau aku sudah sah menjadi istri Mas Haris? Itu artinya semua milik Mas Haris adalah milikku juga." Jawaban Dewi membuat Sofia tersulut emosi. Ditendangnya koper milik Dewi hingga terjungkal.

"Sofia!" 

Tiba-tiba terdengar suara berat seseorang. Haris datang bersama seorang anak balita yang berada dalam gendongan. Pria itu tergopoh menghampiri kedua istrinya yang sedang beradu mulut di depan pintu. Ditatapnya Sofia yang melempar pandangan tak suka padanya.

"Sudahlah Sofia, tidak enak diliat orang," ucap Haris berusaha menenangkan istri pertama yang sedang terbakar emosi. Sementara Dewi tersenyum senang karena merasa dibela.

"Mas sudah memutuskan ... untuk sementara Dewi dan Alisa akan tinggal di rumah ini."

"Apa? Tinggal di sini?" Netra Sofia membulat mendengar ucapan sang suami.

"Iya."

"Mas sudah ingkar janji. Kemarin bilang hanya semalam, hari ini Mas bilang sementara. Besok apalagi? Selamanya?" Sofia benar-benar tak terima dengan apa yang dikatakan suaminya. Tentu saja ia tak mau tinggal serumah dengan perempuan macam Dewi.

"Dewi akan kembali ke rumah Ibu, jika kamar kami di sana sudah rampung. Dan itu hanya makan waktu seminggu."

"Tidak bisa. Aku tidak mau serumah dengan perempuan ini."

"Mengertilah Sofia ... ini hanya sebentar."

"Kalau begitu, aku yang akan keluar dari rumah ini!"

"Dewi akan tinggal di rumah ini dan kamu juga harus tetap di sini. Mas tidak akan membiarkan kamu meninggalkan rumah." Haris memegang lengan Sofia yang berkeras ingin pergi, lalu menuntun wanita itu kembali masuk ke dalam rumah.

Di belakang mereka, Dewi berjalan mengikuti dengan senyum penuh kemenangan, seolah ingin mengatakan bahwa sebentar lagi dia akan menguasai semuanya. Haris dan seluruh apa yang dimiliki oleh lelaki itu.

Dewi tersenyum miring menatap Sofia yang tertunduk lesu. Dewi lalu meraih Alisa yang tertidur dalam gendongan Haris. Perempuan itu akhirnya menghilang di balik pintu kamar utama. Kamar yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya.

Haris memilih duduk di samping Sofia yang berlinang air mata. Meskipun kehidupan pernikahan mereka kini tak sehangat dulu, tapi Haris tak ingin kehilangan Sofia, perempuan yang telah membersamainya selama hampir lima tahun. Istri yang pernah sangat dicintainya dengan segenap jiwa. Sebelum ada cinta lain yang tumbuh dan bersemi di dalam hatinya. 

Cinta yang awalnya datang dari perasaan kasihan dan rasa ingin melindungi, kemudian perlahan berubah menjadi rasa ingin memiliki. Dari bahasa tubuh dan cara Dewi menatapnya, Haris akhirnya sadar bahwa Dewi menganggapnya lebih dari seorang saudara ipar. Dan dirinya hanyalah seorang laki-laki lemah yang tak mampu melawan godaan dari seorang Dewi yang terus merongrong jiwa kelelakiannya. 

Sebelum ia terjerumus lebih dalam ke arah hubungan terlarang, Haris akhirnya berniat untuk menikahi janda anak satu itu. Niat yang rupanya sejalan dengan rencana orang tua Haris yang mengharapkan Dewi kembali menjadi menantu, dengan menjadikan Haris sebagai mempelainya.

Sofia sendiri tak mampu mencegah. Dirinya pasrah saat suami memutuskan untuk menikah lagi. Mengingat semua itu, Sofia kembali terluka. Ingin rasanya ia pergi meninggalkan kehidupan pernikahan yang penuh kenangan manis. Membunuh rasa yang pernah begitu besar untuk laki-laki bernama Haris. Lebih baik hidup tanpa suami daripada mempunyai suami, tapi bukan milik sendiri.

Namun, bagaimana mungkin ia bisa melakukan itu, sementara selama ini ia bergantung sepenuhnya pada suami. Dia tak punya penghasilan dan sama sekali tak ada tabungan untuk pegangan. Semuanya bergantung pada sang suami. Haris memang menyediakan semua fasilitas untuk sang istri. Bukan hanya untuk Sofia, tapi juga kehidupan ibunda Sofia yang sampai detik ini masih berada dalam tanggungan Haris. Ini adalah syarat yang pernah diajukan oleh Sofia sebelum menikah dan sebelum ia resign dari pekerjaannya waktu itu. 

Itulah salah satu alasan Sofia tidak meninggalkan rumah dan memilih bertahan menjalani biduk pernikahan yang kian goyah.

***

Sejak kedatangan Dewi di rumahnya, Sofia lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar. Sofia bangun sebelum fajar menjelang. Menunaikan salat malam sebelum mengerjakan rutinitas sehari-hari. Masih seperti biasa, wanita itu selalu menyiapkan segala keperluan Haris. Memasak sarapan dan bekal makan siang untuk sang suami. Tentu saja semua itu juga dinikmati oleh Dewi, istri baru yang tinggal di bawah atap yang sama. Perempuan itu selalu bangun kesiangan. Dewi tak akan keluar kamar jika putri kecilnya belum bangun. Dia akan keluar kalau semua pekerjaan rumah telah diselesaikan oleh Sofia. 

Pagi itu Haris mengetuk pintu kamar Sofia. Tanpa menunggu persetujuan istrinya, Haris menyerahkan Alisa--anak Dewi yang masih berumur dua tahun

"Titip Alisa, ya. Kami akan keluar sebentar." 

"Tapi Mas ...."

"Kami tidak akan lama, kok."

Sofia mengulurkan tangan meraih Alisa dari gendongan Haris. Seperti halnya Haris, Sofia juga menyayangi Alisa--keponakan suaminya yang sangat lucu itu. Pipi Alisa yang gembil membuatnya tampak semakin menggemaskan. Sofia memang tak suka dengan Dewi, tapi tentu saja itu tidak mengurangi rasa sayangnya pada Alisa.

Dielusnya kepala gadis kecil itu penuh sayang. Diciumnya pipi Alisa yang menggemaskan. Namun baru beberapa menit anak itu dalam gendongan, Alisa mulai rewel. Tangisan gadis kecil itu makin lama makin kencang. Sofia bingung apa yang mesti dilakukan. Dia sama sekali tidak punya pengalaman soal mengasuh anak kecil dan mengatasi anak yang sedang rewel.

Sofia semakin panik mendengar tangisan Alisa yang semakin menjadi. Disentuhnya kening Alisa dengan punggung tangan. Permukaan kulit anak itu terasa hangat. Sofia semakin gelisah mendengar tangisan Alisa yang tak kunjung berhenti. Segera dia menyambar ponsel dari atas nakas, lalu melakukan panggilan pada nomor kontak Haris. 

Butuh waktu setengah jam sampai akhirnya kedua orang itu sampai di rumah. Dewi yang baru saja tiba langsung mengambil Alisa dari gendongan Sofia. Tanpa diduga wanita itu langsung berteriak marah.

"Sofia! Kamu apakan anakku sampai jadi sakit begini? Tadi Alisa baik-baik saja waktu kami tinggal." Bentakan Dewi membuat Sofia terkejut. Dia sama sekali tak menyangka Dewi justru menyalahkan dirinya.

"Aku ... aku juga tidak ngerti. Alisa tiba-tiba rewel dan tubuhnya terasa hangat." Sofia bingung sendiri bagaimana harus menjelaskan. Dewi kemudian memeriksa tubuh anaknya yang semakin rewel.

"Kamu boleh marah padaku tapi jangan melampiaskan amarahmu pada anakku yang masih kecil." Dewi menangis sambil memeluk Alisa yang masih sesenggukan.

"Apa maksudmu, Dewi," tanya Sofia semakin tak mengerti.

"Mas, lihat ini! Dia sudah berani menyakiti Alisa. Di sini ada banyak tanda merah seperti bekas cubitan." Dewi kembali berteriak sambil menyibak pakaian bawah Alisa, kemudian memperlihatkannya pada Haris.

"Sofia sudah menyakiti Alisa atau jangan-jangan dia juga sudah memberikan sesuatu pada Alisa hingga membuatnya kesakitan seperti ini." Mendengar apa yang disampaikan oleh Dewi, Haris ikut tersulut emosinya.

"Kamu benar-benar keterlaluan, Sofia!" Haris menatap tajam pada Sofia, bersamaan dengan gerakan tangan besar lelaki itu yang tiba-tiba melayang ke arah sang istri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status