Deg! "Akh … kata-kata Ayah selalu menghantuiku," kesal Romi menjambak rambutnya pelan.
Disisi lain, Khanza sedang mencari-cari lowongan pekerjaan agar ia bisa mengganti uang Romi. Ia terus di hantui ucapan Romi yang mengatakannya cewe matre.
"Susah banget nyari kerja," lirihnya sambil mengusap air mata yang ntah sejak kapan turun.
Hingga sore hari ia tidak menemukan satu lowongan kerja yang sesuai dengannya.
Saat hendak pulang tiba-tiba hujan deras turun, terpaksa Khanza duduk di halte sambil menunggu angkot lewat.
Lain halnya dengan Romi yang sudah hampir setengah jam di rumah, namun belum ada tanda-tanda Khanza pulang.
"Gadis ini kemana sih bikin pusing aja, nanti hilang aku lagi yang kena," kesal Romi sambil mengutak-atik ponselnya.
"Mana nomornya juga nggak punya, bikin kesel mulu deh." lagi-lagi Romi mengumpat kemudian ia menyambar kunci mobil, lalu mengambil payung.
Selama perjalanan ia celingak-celinguk melihat sekitar mencari Khanza. Hampir satu jam ia menempuh perjalanan, akhirnya ia melihat Khanza sedang duduk termenung di halte.
"Ya Tuhan," gumam Romi saat melihat Khanza disana.
Tanpa membuang waktu Romi langsung menepikan mobil, lalu keluar menggunakan payung.
"Bisa nggak jangan ngerepotin orang terus." ucap Romi membuat Khanza mendongak, detik kemudian pandangan keduanya beradu.
Khanza buru-buru membuang pandangannya, lalu ia berusaha berdiri dengan langkah sempoyongan, Khanza berniat melewati Romi.
Romi yang melihat itu langsung menarik tangan Khanza, membuat wanita itu menabrak dada bidangnya. Khanza mendongak ia tidak tahu harus ngomong apa pada suaminya itu.
"Kalo orang ngomong itu di jawab jangan diam aja." kesal Romi, lagi-lagi Khanza hanya diam dan mengangguk sekilas karena kepalanya sudah sangat berat.
Romi merangkul pundak Khanza lalu ia menuntun gadis itu menuju mobil. Setelah Khanza masuk Romi pun masuk dari pintu sebelah.
'Aku tidak mengerti seperti apa sebenarnya karakter laki-laki ini. Kadang baik, kadang kayak monster,' ucap Khanza dalam hati.
Romi bingung melihat Khanza yang biasanya cerewet dari tadi malam malah diam terus.
Tanpa membuang waktu, ia langsung mendekatkan tubuhnya untuk memasang sabuk pengaman Khanza.
Pandangan mereka bertemu sejenak, lalu Khanza mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Ia memejamkan matanya, ia tidak mau tertipu dengan perhatian palsu itu.
Setelah memasang sabuk pengaman Khanza, Romi kembali ke tempatnya lalu mulai menjalankan mobil hingga ke rumah.
Sekitar satu jam perjalanan akhirnya mereka sampai. Saat Romi hendak turun, ia melihat Khanza sudah tidak bergeming. Melihat hujan sudah reda ia memutuskan untuk turun, lalu membuka pintu sebelah.
Ia langsung menghela nafas begitu melihat Khanza ternyata tidur.
"Hey … bangun," panggil Romi sambil menepuk-nepuk pelan pipi Khanza. Namun ia merasa aneh, Romi langsung menempelkan tangannya di kening Khanza.
"Ya Tuhan, dia deman lagi," gumam Romi. Ia berusaha menggendong Khanza dan membawanya ke kamar, ia langsung merebahkan Khanza di ranjang, lalu menyelimutinya.
Kemudian ia merogoh saku celananya untuk menghubungi Dokter agar datang ke rumahnya.
Setelah selesai ia memutuskan untuk duduk di sebelah Khanza dan mengamati wajah gadis itu yang mulai pucat.
"Keluar rumah aja cepat, eh datang-datang malah sakit gini 'kan bikin repot," omel Romi.
Tidak berselang lama dokter datang ke rumahnya, Romi langsung mempersilahkannya masuk untuk memeriksa Khanza.
Sekitar 10 menit Khanza di periksa, dokter memberikan catatan kecil pada Romi.
"Ini obatnya ya, istri Bapak demam trus juga itu perutnya kosong banget. Sebelum minum obat harus makan dulu," terang Dokter tersebut yang dibalas anggukan oleh Romi.
Setelah Dokter tersebut pulang, Romi langsung keluar mencari apotek sekaligus membeli makan untuk Khanza.
***
Sekitar 15 menit, Romi sudah kembali ke rumah. Ia langsung mengambil piring dan sendok tidak lupa minum, lalu ia kembali ke kamar.
"Khanza," panggil Romi lembut sambil mengusap pipi Khanza membuat gadis itu perlahan terusik, namun kepalanya terasa sangat berat.
"Bangun dulu, makan baru minum obat," lanjut Romi lalu membantu Khanza untuk duduk. Saat Romi hendak menyuapinya Khanza langsung menggeleng.
"Aku aja," ucapnya lirih, lalu mengambil alih nasi tersebut dan mulai makan perlahan.
"Kamu dari mana aja sih seharian, Hem? Sampe sakit gini, ngapain aja?" cecar Romi.
"Nyari kerja buat bayar utang," jawab Khanza pelan.
Jleb! Romi langsung mematung mendengar jawaban lirih itu.
"Nyari kerja? Trus ada kerjanya?" lagi-lagi Romi bertanya karena penasaran. Khanza hanya diam lalu menggeleng membuat Romi langsung menghembuskan nafas panjang.
Setelah selesai makan, Romi langsung memberikan obat pada Khanza.
"Kamu mau kerja apa? Paruh waktu kayaknya bakal sulit," lanjut Romi.
"Apa aja yang penting halal," jawab Khanza dengan suara yang mulai serak.
"Ya udah sekarang istirahat dulu, biar di kompres itu kamu panas banget." lanjut Romi, lalu ia membawa piring kotor ke belakang sambil membawakan kompres untuk Khanza.
Sedangkan Khanza tidak mau ambil pusing dengan sikap Romi. Setelah mengompres Khanza, Romi naik ke atas ranjang dan berbaring di samping Khanza.
Belum sampai setengah jam Khanza tertidur, tiba-tiba perempuan sudah ngigo sambil menggigil membuat Romi yang hampir tertidur bangun lagi.
"Nggak … A--ayah, Ibu jangan pergi jangan tinggalin Khanza sendirian hiks ..." gumam Khanza membuat Romi langsung mendekatkan tubuhnya ke tubuh Khanza yang menggigil.
"Khanza, Za …" panggil Romi namun Khanza tak kunjung bangun. Hingga akhirnya ia memeluk Khanza dari samping memberi kenyamanan pada gadis itu.
Deg! Deg! Deg! Tiba-tiba saja jantungnya berdegup sangat kencang dengan posisi mereka sekarang ini.
Pasalnya ini kali pertama ia memeluk perempuan seerat ini. Selama berpacaran dengan Sopi, ia bahkan sangat menjaga jarak.
'Ada apa dengan diriku,' ucap Romi dalam hati. Kemudian ia melonggarkan sedikit pelukannya dan mengamati wajah pucat Khanza.
Perlahan Romi melepaskan jilbab gadis itu dan melepas ikat rambut Khanza membiarkan rambut indah itu tergerai.
"Cantik," gumam Romi tanpa sadar kemudian tangannya perlahan mengusap pipi Khanza.
Sebenarnya Khanza sudah bangun saat Romi memeluknya tadi. Namun ia pura-pura tidur untuk melihat sikap Romi diam-diam.
Ia bahkan kaget saat Romi melepas jilbab dan ikat rambutnya. Namun sakit di kepalanya lebih berat sehingga ia memutuskan untuk diam saja.
'Kamu sebenarnya berwujud apa sih?' ucap Khanza dalam hati saat merasakan tangan Romi mengusap pipinya.
Lain halnya dengan Romi yang menjadikan satu tangannya, untuk menopang kepalanya dengan posisi menyamping menghadap Khanza.
Pelan-pelan ia mulai mengusap bibir pucat Khanza, membuat Khanza yang sedang pura-pura tidur mulai tidak karuan.
"Dari sekian banyak perempuan kenapa kamu malah bisa buat aku seperti ini.
Luluj sama kamu, why?" bisik Romi, hampir saja Khanza tersenyum mendengar ucapan Romi barusan.
'Benarkah ia luluh? Apakah aku sedang bermimpi?' batin Khanza.
Cup! Mata Khanza langsung terbuka lebar saat merasakan bibir Romi menyentuh bibirnya yang masih suci. Tiba-tiba pandangan mereka beradu saat Romi melihat Khanza membuka matanya.
Khanza langsung mendorong dada Romi membuat Romi langsung salah sadar."Sorry, aku kira tadi, Sopi," Deg! Seketika Khanza mematung.Yang awalnya Khanza mulai luluh, tiba-tiba ia dihempaskan begitu saja. Romi langsung turun dari ranjang lalu ia keluar meninggalkan Khanza sendiri."Apa yang aku lakukan? Kenapa aku malah menciumnya," gumam Romi sambil berjalan menuju pintu utama.Disisi lain, Khanza kembali menangis sekuat tenaga ia berusaha bangun dari ranjang, lalu ia berjalan ke tikar tempat biasa ia tidur."Dari awal aku udah tau jika Romi tidak menyukaiku. Tapi kenapa aku malah baper dengan ini semua ... Ini tidak adil," ucap Khanza sambil mengusap air matanya. Ia juga langsung me lap bibirnya dengan tisu basah, ia jijik dengan dirinya sendiri.Drt … Drt … Drt Ponsel Khanza bergetar, Khanza tersenyum sekilas melihat siapa yang menghubunginya.[Assalamualaikum] ucap Khanza sambil tersenyum saat melihat yang menelpon adalah Salman.[Walaikumsalam, Za tadi aku lupa ngabarin kamu kalo m
Tanpa membuang waktu Romi langsung melepas jasnya, lalu ia melompat ke dalam kolam."Ugh … ugh," Khanza terus meminum air hingga membuatnya tidak sadar diri. Romi langsung meraih Khanza membawa gadis itu naik. Salman langsung membantu Romi menaikkan Khanza."Ya Allah ... Khanza pingsan Bang," ucap Salman khawatir, tanpa menghiraukan ucapan Salman. Romi langsung mencium bibir Khanza memberinya nafas buatan.Salman kaget bukan main melihat tindakan Romi, namun ia berusaha positif thinking. Berkali-kali Romi memberi nafas buatan hasilnya nihil, Khanza hanya batuk sekali membuat Romi semakin panik."Bang kita bawa ke rumah sakit aja," usul Salman yang dibalas anggukan oleh Romi."Biar saya yang bawa kamu lanjut pesta kamu aja, kasian kalo di tinggal." jawab Romi, lalu ia mengambil jasnya kamudian ia menggendong Khanza keluar.Disisi lain Salman masih bingung dengan semua tindakan Romi. Ia menggelengkan kepalanya berkali-kali menepis pikiran jeleknya."Dana, Adam!" panggil Salman setengah
"Jangan bilang ini ulah kamu, buka aku mau pergi." ucap Khanza dengan kesal, tapi Romi hanya dia memperhatikan gadis itu. Merasa tidak di perdulikan Khanza mendekati Romi, lalu menatap tajam laki-laki itu."Mau kamu apa sih? Sini kuncinya, aku mau pergi." kesal Khanza berusaha mengambil kunci dari tangan Romi. Namun Romi malah mengangkat tangannya ke atas, ke belakang sehingga Khanza berputar-putar."Sini gak!" bentak Khanza, dadanya bahkan naik turun menahan emosinya, membuat Romi diam sejenak saat Khanza hendak menarik paksa kunci tersebut.Romi langsung menarik tubuh mungil itu ke ranjang.Bruk! Mereka berdua jatuh dengan posisi Khanza di atas tubuh Romi. Khanza semakin kesal ia langsung berusaha bangkit. Namun usahanya gagal saat Romi malah membalikkan posisi mereka.Khanza yang hendak memberontak langsung di tahan oleh Romi. Kedua tangannya di taruh di atas membuat gadis itu tidak bisa bergerak."Awas …," berontak Khanza, sekarang matanya malah memanas ia sangat membenci Romi. Ro
Detik kemudian ia mendengar suara tawa dari sudut. Bagitu ia menoleh ia langsung menghela nafas panjang. Kemudian ia bangkit lalu berjalan ke kamar mandi lalu melaksanakan sholat.Pukul 7.00 Romi sudah rapi dengan pakaian kantornya. Ia melihat Khanza hanya sibuk dengan lap topnya, tanpa melihat ke arahnya sedikitpun.Setelah rapi, Romi langsung keluar dari kamar karena ia ada rapat penting pagi ini. Begitu sampai di halaman rumah, ia langsung keingat dengan Khanza.Tiba-tiba ia merasa tidak enak hati meninggalkan gadis itu. Khawatir gadis itu melarikan diri setelah ia berangkat ke kantor.Berulang kali Romi menarik nafas, lalu ia kembali masuk ke dalam rumah untuk menemui Khanza.Ceklek! Pintu kamar kembali terbuka membuat Khanza langsung menoleh dan bingung, apalagi melihat Romi mendekatinya.'Mau ngapain lagi ini orang." ucap Khanza dalam hati."Ikut ke kantor," ucap Romi datar namun mampu menjadi Khanza kaget."Hah?" Khanza bingung, Romi langsung memasukkan tangannya ke dalam saku
Drt … Drt … Drt Ponsel Romi bergetar, ia langsung merogoh saku celananya.[Halo] [Pak, satu jam lagi anaknya Pak Hendra datang untuk rapat sama Bapak] ucap Vina sekretaris Romi.Romi yang mendengar itu langsung melihat Khanza sekilas, lalu ia sedikit menjauh.[Oke, kalo dia datang jangan suruh ke ruangan saya ya, suruh langsung ke ruangan rapat, rapatnya disana aja,] jawab Romi.[Baik Pak] Setelah selesai, Romi langsung mendekati Khanza yang tengah asik memandang."Saya nyuruh kamu kesini ngapain?" tanya Romi membuat Khanza kaget lalu ia berbalik."Iya nanti istirahat, masa mandang aja nggak boleh. Biasanya aku nggak pernah diginiin, mau ngapain dan kemanapun biasanya di biarin aja." jawab Khanza dengan polosnya membuat Romi kembali gemas."Saya cuma nyuruh kamu istirahat bukannya ngomel-ngomel," ujar Romi datar."Iya-iya, ih ngeselin banget deh," kesal Khanza sambil menghentakkan kakinya menuju ranjang. Romi yang melihat itu langsung geleng-geleng kepala."Saya ada rapat, ingat janga
Berkali-kali Khanza menarik nafas dalam-dalam sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Sekarang ia mengerti kenapa Romi akhir-akhir ini sangat peduli padanya, ternyata untuk di jadiin taruhan."Tapi kamu mau apain Khanza kalo misalnya kamu menang?""Nggak aku apa-apain sih, palingan pacaran aja mungkin selama dua minggu. Karena bagaimanapun juga pasti Khanza bakal kecewa banget kalo dia tau aku ngajak dia pacaran karena cuma ya itu taruhan," Khanza tidak sanggup lagi mendengar ucapan karyawan itu. Ia langsung memilih masuk ke toilet perempuan lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tidak menyangka Romi sejahat itu padanya.Hampir setengah jam ia di kamar mandi, Khanza kembali ke ruangan Romi.Di sisi lain, Romi tengah panik karena melihat Khanza sudah tidak ada saat hendak membuka pintu. Romi langsung kaget melihat Khanza sudah di depan pintu, ia langsung menghela nafas panjang."Kamu darimana aja?" tanya Romi, lagi-lagi air mata Khanza turun membuat Romi kaget sekaligus bingung."Kamu k
"Iya Bang Khanza dari arah toilet sih awalnya. Tapi dia masuk ke ruangan Abang trus keluar lagi. Saya sempat manggil tapi nggak di jawab," terang Salman membuat Romi langsung panik."Kalo gitu saya ke dalam dulu ya," ucap Romi lalu ia buru-buru masuk ke ruangannya, begitu sampai benar saja Khanza sudah tidak ada."Ya Tuhan ... Kenapa gadis ini selalu membuatku panik," gumam Romi mencari Khanza kesana-kemari.Tanpa membuang waktu Romi langsung menyambar kunci mobil, lalu ia membawa mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumahnya."Sial! Macet lagi," kesalnya Romi sambil meremas setir mobil.Hampir setengah jam menempuh perjalanan akhirnya Romi sampai di rumah. Buru-buru Romi keluar, lalu ia masuk ke dalam rumah."Khanza!" panggil Romi begitu ia sampai di ambang pintu.Mendengar tidak ada jawaban, Romi langsung naik ke kamar. Begitu sampai ia melihat Khanza sedang mengemasi pakaiannya dengan air mata yang tak kunjung reda."Kamu mau kemana?" tanya Romi sambil mengatur nafasnya. Khanza tid
"Khanza ... " panggil Romi mulai panik namun tidak ada sahutan sedikitpun. Ia langsung bangkit dari ranjang, detik kemudian ia mematung melihat bercak darah di seprai putih.Romi sadar dari lamunannya, ia langsung buru-buru keluar kamar mencari Khanza. Ia mencari ke seluruh rumah namun hasilnya nihil."Za, kamu kemana sih? Kenapa kamu suka sekali buat saya kesal." gumam Romi sambil memegang pinggangnya yang terasa pegal. Kemudian ia meraih ponselnya berniat menghubungi Khanza. Saat mencari kontak Khanza, ia langsung tersadar."O iya ya, 'kan nggak punya kontaknya," ucapnya lalu ia kembali duduk lesu di sisi ranjang sambil memijit pelipisnya. Pandangannya kembali tertuju ke bercak merah di seprai.Tiba-tiba saja bibirnya melengkung indah melihat itu. Rasa bangga dan bahagia tiba-tiba menyelimutinya, ia merasa laki-laki yang paling beruntung saat ini.***Disisi lain, Khanza turun dari angkot tepat di depan rumah Salman. Ia menekan bel rumah Salman, tidak berapa lama kemudian keluarlah