Share

Dijadikan Taruhan

“Om-om dari mana sih, orang Bang Romi masih 25 tahun udah sukses gitu.

Gak usah bohong deh kaliatan tadi kamu langsung terpesona begitu melihat Bang Romi." ledek Salman yang di hadiahi pukulan oleh Khanza.

‘Terpesona darimana yang ada ku syok melihat ada monster disini,'umpat Khanza dalam hati.

“Udahlah kalo memang suka bilang aja, orangnya juga udah pergi tuh. Gak usah banyak melamun,” goda Salman sambil memasukkan kue ke mulutnya.

“Bisa diam gak?!” ancam Khanza sambil mengangkat sendok garpu di tangannya, membuat Salman semakin terkekeh melihat tingkah Khanza.

Sore hari, Khanza pulang diantar sama Salman sampai depan gang, kemudian ia berjalan sedikit lagi menuju rumah Romi.

Begitu sampai Khanza langsung heran rumah begitu sepi, tidak ada tanda-tanda Romi di dalam.

Khanza berusaha membuka pintu namun hasilnya nihil. Pintu terkuci rapi sedangkan Khanza tidak di beri kunci oleh Romi.

“Ini maksudnya apa ya? Dia ngunci pintu tapi nggak ngasih kunci atau nitip dimana.

Sumpah ini monster satu ngeselin banget deh, mana aku udah capek pengen istirahat.

Ngajak ribut mulu heran, dasar om-om,” kesal Khanza lalu ia duduk di kursi depan.

Matanya yang begitu ngantuk sudah tidak bisa ia tahan, hingga akhirnya ia tertidur di kursi.

Sudah sejam lebih, baru mobil Romi masuk ke pekarangaan rumah. Dari dalam mobil ia dapat melihat jelas kalau Khanza sedang tidur di teras. Dengan segera ia memarkirkan mobilnya, lalu bergegas turun dari mobil.

Begitu turun, baru ia teringat kalau ia tidak memberikan kunci pada Khanza.

Romi menepuk jidatnya pelan, lalu ia naik ke teras. Romi langsung membuka pintu kemudian ia mendekati Khanza.

“Ini gadis nyusahin mulu dah bisanya,” kesal Romi, lalu ia menggendong Khanza ala bride style kemudian membawanya ke kamar.

Saat hendak merebahkan Khanza ia tidak tega menidurkannya di tikar, Romi langsung merebahkan Khanza di ranjangnya. Tiba-tiba ia teringat dengan obrolannya dengan Sopi tadi siang di parkiran.

“Siapa gadis tadi Romi, jujur?” tanya Sopi berapi-api ketika di parkiran.

“Kamu mau tau Khanza siapa? Untungnya sama kamu apa?” tanya Romi santai, terlihat Sopi sangat marah.

“Aku akan menghabisi gadis kampung itu,” emosi Sopi meluap-luap.

“Berani tangan kotormu ini menyentuh Khanza. Akan kupastikan kamu dan keluargamu menderita, paham?” ancam Romi membuat Sopi merinding.

“Kalau begitu katakan siapa gadis itu?” cecar Sopi lagi.

“Istriku,” jawab Romi santai, tapi mampu membuat Sopi tertawa tidak percaya.

“Nggak mungkin seorang Romi punya selera yang seperti itu, nggak percaya,” bantah Sopi membuat Romi memutar mata malas.

“Terserah,” jawab Romi singkat, lalu ia masuk kedalam mobilnya dan meninggalkan kafe.

Romi mengamati Khanza yang sudah tertidur pulas sampai-sampai dengkuran halus keluar dari mulutnya. Romi memasukkan tangannya ke dalam saku celananya sambil memperhatikan Khanza.

‘Benarkah aku mengakui Khanza sebagai istriku?’ ucapnya dalam hati, detik kemudian ia menggelengkan kepalanya.

***

Menjelang magrib Khanza terjaga dari tidurnya, lagi-lagi ia kaget mendapati dirinya tidur di ranjang Romi.

"Kok ngeri sih ini rumah, tiba-tiba aja pindah tempat ih." Khanza bergidik ngeri, lalu ia bergegas ke kamar mandi mengambil wudu'.

Selesai sholat magrib, ia keluar dari kamar dari kejauhan ia melihat Romi sedang menonton televisi.

'Apa dia yang memindahin aku ke kamar ya? Alah palingan juga modus.' ucap Khanza dalam hati, lalu ia menuju dapur karena perutnya sudah keroncongan.

Ia membuka kulkas hanya ada bahan mentah di dalam seperti telur, kentang, terong dan lain-lain.

"Yah … harus masak ini, tapi gak apa-apa lah daripada kelaparan." gumamnya sambil mengeluarkan bahan-bahan tersebut kemudian mengolahnya.

Disisi lain, Romi yang tengah menonton televisi langsung heran mendengar suara-suara dari dapur. Tanpa membuang waktu ia bergegas bangkit dari duduknya menuju dapur.

Dari kejauhan ia melihat Khanza sedang berkutat dengan alat dapur. Ia langsung menghela nafas panjang, lalu mendekati Khanza pura-pura mengambil minum.

Merasa tidak di hiraukan oleh perempuan itu. Romi bersender ke tembok sambil tangannya mencomot kentang goreng di piring. Khanza langsung mengerutkan keningnya lalu melirik Romi.

"Apa liat-liat?" tanya Romi membuat Khanza menatapnya tajam.

"Idih situ yang datang, heboh sendiri," sindir Khanza sambil memotong-motong cabe.

"Suka-suka saya lah, ini 'kan rumah saya," lanjut Romi dengan santainya membuat Khanza malas mendengarnya.

"Em … Kakak yang naro uang di tasku?" tanya Khanza hati-hati tanpa melihat Romi. Sedangkan Romi langsung mematung sejenak mendengar panggilan Khanza.

"Hem," jawabnya singkat lalu ia meninggalkan Khanza sendiri. Mulut Khanza langsung menganga mendengar jawaban itu, ingin rasanya ia melempar kepala laki-laki itu dengan centong.

"Ih ngeselin banget sih, sok ganteng," umpatnya sambil menghela nafas kasar.

Hampir setengah jam berkutat di dapur akhirnya semuanya matang, Khanza langsung menghidangkannya di meja makan makan.

"Panggil nggak ya? Nggak di panggil dia yang punya rumah, hais …" kesalnya, lalu ia berjalan ke arah kamar hendak memanggil Romi.

Bagitu ia sampai di pintu, samar-samar Khanza mendengar suara Romi sedang berbicara.

"Ya gimana ya, namanya juga pernikahan yang tidak di inginkan, ya sama aja kayak orang asing aja gitu.

Nggak ada istilah romantis atau apa, lagian ceweknya juga bukan tipe gua banget." ucap Romi di sela-sela perbincangannya.

Khanza yang mendengar itu hanya menghela nafas panjang, ia juga tidak tau ada rasa sesak di dadanya.

"Ya kalo buat taruhan mah, kita obrolin besok di kantor aja yang jelas gua ya nggak bahagia ia.

Jadi beban ia juga karena gimana pun juga ceweknya juga matre sih." lanjut Romi membuat hati Khanza semakin sesak.

'Siapa juga sih yang bahagia sama ini orang, nggak ada juga yang bahagia.

Tapi kenapa ia malah mengumbar-umbarnya ke orang lain, dasar nggak punya hati." kesal Khanza, lalu ia kembali ke meja makan. Ia memutuskan untuk makan sendiri tanpa menghiraukan Romi.

Tidak berselang lama, Romi datang menuju meja makan. Khanza yang melihat itu buru-buru menghabiskan makanannya.

"Mak-" ucapan Romi terpotong saat Khanza berlalu meninggalkannya sendirian.

"Kenapa itu cewek, aneh banget," gumam Romi lalu ia mulai makan. Ini kali pertama ia merasakan masakan gadis itu.

"Um … enak juga," ucapnya tanpa sadar, hingga ia pun menghabiskan semua yang di masak oleh Khanza.

Setelah kenyang, Romi kembali ke kamar mencari Khanza. Begitu ia masuk, ia melihat Khanza sudah tidur terlebih dahulu menghadap ke tembok.

"Aneh," gumam Romi, lalu ia mengambil ponselnya untuk melanjutkan pekerjaannya.

***

Keesokan harinya, seperti biasa Khanza memilih keluar untuk menenangkan otaknya.

Saat ia hendak membuka pintu kamar, tiba-tiba Romi menarik tangannya membuat Khanza kaget.

"Apaan sih," kesal Khanza lalu menghempaskan tangan Romi.

"Geer banget sih, ini kunci buat kamu nggak usah tidur di teras malu-maluin." Ujar Romi membuat Khanza langsung mengambil kunci itu, lalu ia berlalu meninggalkan Romi.

'Munafik banget jadi orang,' umpat Khanza dalam hati. Sedangkan Romi yang bingung dengan perubahan Khanza hanya acuh.

***

Di kantor Romi dan Rendi sedang ngobrol karena Rendi terus mencari tau tentang pernikahannya dengan Khanza.

"Gimana bro dengan ucapan gua tadi malam, setuju gak kira-kira kalo istrimu itu kita jadiin taruhan?" tanya Rendi teman dekatnya Romi.

"Gak tau gua belum kepikiran kesana sebenarnya," jawab Romi bingung.

"Loh kenapa? Jangan bilang kamu udah jatuh cinta sama gadis itu?" tebak Rendi membuat Romi langsung menatapnya tajam.

"Semudah itukah gua jatuh cinta, Khanza bahkan bukan tipe gua," sinis Romi.

"Khanza nama yang bagus, apa gadisnya juga cantik?" lagi-lagi Rendi membuat konsentrasi Romi buyar.

"Gua nggak tau kalo mau tau ya liat aja sendiri, banyak tanya deh." kesal Romi membuat Rendi langsung mangut-mangut.

"Oke kalau begitu, kamu setuju ya jika gua menang. Gua akan jadiin Khanza pacar gua selama dua Minggu," lanjut Rendi membuat Romi menghela nafas panjang.

"Untungnya sama lu apaan sih?" tanya Romi bingung dengan temannya itu.

"Ya buat ngerasain aja pacaran sama istri pengusaha itu seperti apa. Sekaligus merasakan pacaran dengan orang kampung itu kayak gimana." jawab Rendi dengan santainya membuat Romi pusing.

"Terserah," jawab Romi lalu ia fokus ke lap topnya.

"Oke, terserah berarti iya, gua tunggu permainannya." lanjut Rendi, lalu ia keluar dari ruangan Romi dengan perasaan senang. Sedangkan Romi begitu Rendi keluar ia langsung berfikir sejenak.

"Ah bodo amatlah, dia juga pacaran sama cowok lain gua nggak peduli." gumamnya, lalu ia kembali fokus menyelesaikan tugasnya yang sudah menumpuk.

"Jika kamu menyakiti Khanza, sama halnya kamu sedang menyakiti Ayah," 

Deg!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status