Setelah punya momongan Romi jauh lebih dewasa begitu juga dengan Khanza yang semakin sabar menghadapi segala sesuatu."Eugh," tiba-tiba bayi mereka menggeliat tengah malam saat Romi dan Khanza sedang tidur pulas."Oek ... oek," tangis bayi itu pecah saat merasa tidak ada yang memperdulikannya."Eh sayang ... bangun Nak, haus iya," ucap Khanza lalu ia duduk kemudian menggendong bayinya."Kenapa sayang? Hum ... jangan rewel ya Nak, kasian Ayah capek udah kerja," lanjut Khanza sambil menciumi pipi bayinya tersebut.Tapi tangis Kaila tak kunjung reda membuat Khanza bingung."Khanza," panggil Romi yang terusik mendengar suara tangisan bayi mereka membuat Khanza langsung menoleh ke samping."Kakak bangun, maaf ya Kaila rewel," ucap Khanza membuat Romi langsung duduk di samping Khanza."Sini biar saya gendong," ujar Romi membuat Khanza langsung memberikan Kaila ke gendongan suaminya tersebut."Oh anak Ayah ini, kenapa rewel sayang? Panas ya bajunya ketebelan ya sayang? Sini Ayah buka bukain
“Sah,” Suara riuh di dalam ruangan membuat Khanza menangis.Gadis 21 tahun itu terpaksa menikah dengan orang yang tidak ia kenal karena wasiat Ayahnya sebelum meninggal. Ia bahkan baru tahu jika Ayahnya dan mertuanya adalah sahabat.“Jangan harap saya bahagia dengan pernikahan ini. Hapus air matamu, jangan seolah-olah yang paling menderita saya juga korban disini.” Bisik Romi di telinga Khanza membuat gadis itu buru-buru menghapus air matanya.Ayah Romi dan Ayah khanza sudah berpuluh tahun bersahabat, hanya saja mereka jarang ketemu karena beda provinsi penugasan.Romi adalah pengusaha muda yang sukses di umur 25 tahun. Tapi ia sangat membenci perempuan karena mantan pacarnya kabur membawa uangnya dalam jumlah yang banyak.Itulah sebabnya ia tidak pernah berpacaran lagi, namun nasib berkata lain Ketika ia menghindari pacaran malah jodoh yang datang.“Nak tolong jaga Khanza baik-baik ya dia gadis yang baik. Dia juga tidak punya siapa-siapa lagi itulah sebabnya Ayah menikahkan kalian su
“Balikin gak!” suara Khanza mulai meninggi, membuat Romi langsung membungkam mulut Khanza dengan satu tangannya. Detik kemudian pandangan mereka beradu sejenak, Khanza langsung menggigit tangan Romi.“Akh … gila kamu ya,” kesal Romi yang hanya di hadiahi tatapan tajam dari Khanza.“Sini ponselku!" bentak Khanza ntah kenapa setiap melihat Romi emosinya langsung naik begitu saja.“Kamu nggak malu nelpon laki-laki tengah malam begini minta uang. Dimana harga dirimu sebagai perempuan, kamu tahu kan perempuan yang bekerja demi uang di waktu sekarang itu apa?Apa kamu seperti itu juga,” cecar Romi membuat mata Khanza kembali berkaca-kaca. Ia tidak menyangka Romi sekejam itu jika berbicara.“Jika kamu menganggap aku serendah itu silahkan saja. Yang jelas aku tidak akan meminta uangmu yang banyak itu,” jawab Khanza dengan air mata yang sudah tidak bisa di bendung lagi.Lain halnya dengan Romi yang kaget melihat Khanza menangis. Khanza berbalik, lalu ia membuka pintu balkon. Ia duduk sambil me
Di kantor Romi tengah sibuk membaca laporan keuangan perusahaannya dalam 2 tahun terakhir. Saat sedang asik tiba-tiba ia teringat dengan Khanza.“Dia melihat uang yang tadi malam gak ya? Tapi apapun itu sebenarnya bodo amat sih.Sejak kapan aku peduli sama Wanita, nggak guna banget. Dia lihat syukur nggak dia lihat sukurin." Gumamnya, lalu kembali fokus dengan berkas di tangannya.Tok! Tok! Tok "Masuk,” sahut Romi dari dalam ruangan. Tidak lama kemudian muncullah perempuan sambil membawa buku di tangannya.“Pak maaf, setengah jam lagi bapak ada jadwal ketemu dengan Pak Hendra. Tapi karena berhubung beliau lagi sakit maka digantikan oleh anaknya,” terang sekretarisnya tersebut membuat Romi mangut-mangut.“Ketemu dimana?” tanya Romi membuat sekretaris tersebut kembali membuka catatannya.“Kalo nggak salah tadi kata anaknya Pak Hendra, dia lagi ada urusan sebentar di kampus.Setelahnya dia menunggu di kafe depan universitasnya, nggak jauh kok Pak. Sekitar lima menitan, ini ada sharelock
“Om-om dari mana sih, orang Bang Romi masih 25 tahun udah sukses gitu.Gak usah bohong deh kaliatan tadi kamu langsung terpesona begitu melihat Bang Romi." ledek Salman yang di hadiahi pukulan oleh Khanza.‘Terpesona darimana yang ada ku syok melihat ada monster disini,'umpat Khanza dalam hati.“Udahlah kalo memang suka bilang aja, orangnya juga udah pergi tuh. Gak usah banyak melamun,” goda Salman sambil memasukkan kue ke mulutnya.“Bisa diam gak?!” ancam Khanza sambil mengangkat sendok garpu di tangannya, membuat Salman semakin terkekeh melihat tingkah Khanza.Sore hari, Khanza pulang diantar sama Salman sampai depan gang, kemudian ia berjalan sedikit lagi menuju rumah Romi.Begitu sampai Khanza langsung heran rumah begitu sepi, tidak ada tanda-tanda Romi di dalam.Khanza berusaha membuka pintu namun hasilnya nihil. Pintu terkuci rapi sedangkan Khanza tidak di beri kunci oleh Romi.“Ini maksudnya apa ya? Dia ngunci pintu tapi nggak ngasih kunci atau nitip dimana.Sumpah ini monster
Deg! "Akh … kata-kata Ayah selalu menghantuiku," kesal Romi menjambak rambutnya pelan.Disisi lain, Khanza sedang mencari-cari lowongan pekerjaan agar ia bisa mengganti uang Romi. Ia terus di hantui ucapan Romi yang mengatakannya cewe matre."Susah banget nyari kerja," lirihnya sambil mengusap air mata yang ntah sejak kapan turun.Hingga sore hari ia tidak menemukan satu lowongan kerja yang sesuai dengannya.Saat hendak pulang tiba-tiba hujan deras turun, terpaksa Khanza duduk di halte sambil menunggu angkot lewat.Lain halnya dengan Romi yang sudah hampir setengah jam di rumah, namun belum ada tanda-tanda Khanza pulang."Gadis ini kemana sih bikin pusing aja, nanti hilang aku lagi yang kena," kesal Romi sambil mengutak-atik ponselnya."Mana nomornya juga nggak punya, bikin kesel mulu deh." lagi-lagi Romi mengumpat kemudian ia menyambar kunci mobil, lalu mengambil payung.Selama perjalanan ia celingak-celinguk melihat sekitar mencari Khanza. Hampir satu jam ia menempuh perjalanan, akh
Khanza langsung mendorong dada Romi membuat Romi langsung salah sadar."Sorry, aku kira tadi, Sopi," Deg! Seketika Khanza mematung.Yang awalnya Khanza mulai luluh, tiba-tiba ia dihempaskan begitu saja. Romi langsung turun dari ranjang lalu ia keluar meninggalkan Khanza sendiri."Apa yang aku lakukan? Kenapa aku malah menciumnya," gumam Romi sambil berjalan menuju pintu utama.Disisi lain, Khanza kembali menangis sekuat tenaga ia berusaha bangun dari ranjang, lalu ia berjalan ke tikar tempat biasa ia tidur."Dari awal aku udah tau jika Romi tidak menyukaiku. Tapi kenapa aku malah baper dengan ini semua ... Ini tidak adil," ucap Khanza sambil mengusap air matanya. Ia juga langsung me lap bibirnya dengan tisu basah, ia jijik dengan dirinya sendiri.Drt … Drt … Drt Ponsel Khanza bergetar, Khanza tersenyum sekilas melihat siapa yang menghubunginya.[Assalamualaikum] ucap Khanza sambil tersenyum saat melihat yang menelpon adalah Salman.[Walaikumsalam, Za tadi aku lupa ngabarin kamu kalo m
Tanpa membuang waktu Romi langsung melepas jasnya, lalu ia melompat ke dalam kolam."Ugh … ugh," Khanza terus meminum air hingga membuatnya tidak sadar diri. Romi langsung meraih Khanza membawa gadis itu naik. Salman langsung membantu Romi menaikkan Khanza."Ya Allah ... Khanza pingsan Bang," ucap Salman khawatir, tanpa menghiraukan ucapan Salman. Romi langsung mencium bibir Khanza memberinya nafas buatan.Salman kaget bukan main melihat tindakan Romi, namun ia berusaha positif thinking. Berkali-kali Romi memberi nafas buatan hasilnya nihil, Khanza hanya batuk sekali membuat Romi semakin panik."Bang kita bawa ke rumah sakit aja," usul Salman yang dibalas anggukan oleh Romi."Biar saya yang bawa kamu lanjut pesta kamu aja, kasian kalo di tinggal." jawab Romi, lalu ia mengambil jasnya kamudian ia menggendong Khanza keluar.Disisi lain Salman masih bingung dengan semua tindakan Romi. Ia menggelengkan kepalanya berkali-kali menepis pikiran jeleknya."Dana, Adam!" panggil Salman setengah