“Mas, aku mau pergi,” pamit Nata pada suaminya.
“Hemm,” jawab Jett tidak peduli ke mana pun istrinya pergi.
Apa-apaan, aku ini mau pergi. Pamit malah dicuekin. Nana membatin kesal.
“Mas nggak papa aku tinggal sebentar?” tanya Nata berusaha bersikap ramah setelah drama semalam. Dia berusaha melupakan kejadian semalam dianggapnya tidak penting.
“Hem,” balas Jett lagi masih dengan jawaban yang sama.
Nata memutar tumit sepatunya mengarah ke arah beranda rumah walau sambil mendengus kesal.
“Apa dia nggak peduli sedikit pun sama aku?” tanya Nata merasa diabaikan.
Langkah kaki wanita ini mengantarkannya ke sebuah tempat yang seharusnya tidak dilepaskan begitu saja. Kalau saja tidak demi suaminya yang tersisa hanya melekat di tubuh Nata.
“Apa mau menemui aku lagi?” tanya Nata gelisah kala menginjak lobi hotel bintang lima.
Nata mengembuskan napas berat. Langkah kakinya melambat kala melihat seorang pria tua berjalan cepat tanpa menghiraukannya.
“Kenapa nggak menoleh ke sini?” tanya Nata berharap pria tua itu melihatnya.
“Apa aku nggak sering ke sini jadi lupa?” tanya Nata cemas jika pria tua itu melupakannya.
Detik berikutnya, Kakek Dewo menghentikan langkah, lalu menoleh ke arah cucu kesayangannya.
“O kenapa mendadak berhenti? Berarti nggak lupa sama aku,” ucap Nata sumringah.
“Nata,” panggil Kakek Dewo bersemangat melihat cucu kesayangannya.
Apa yang terjadi sampai menemui aku? Kakek Dewo membatin pasti ada masalah.
“Kek,” panggil Nata balik segera berlari ke arah beliau tersenyum merentangkan tangan siap menerima pelukan dari cucunya.
Pelukan Nata semakin erat sangat merindukan Kakek Dewo sampai lupa jika bersama seseorang di sampingnya. Beliau meminta seseorang ini menunggu di restoran.
“Kek jika masih ada urusan lanjutkan saja. Aku nggak masalah menunggu,” kata Nata tidak enak hati.
“Tidak papa. Mana mungkin Kakek membiarkan kamu sendirian. Kakek lapar, temani makan,” ajak Kakek Dewo.
“Siapa takut,” balas Nata menggandeng manja lengan Kakek Dewo. Sudut bibir wanita ini terpaksa menyunggingkan senyuman.
Aku pikir bertemu Kakek mau minta tolong, ternyata makan bersama orang lain juga. Kapan aku bisa minta tolongnya? Nata membatin berharap ada waktu luang untuknya.
Waitress berjalan tegap menghampiri mereka membawa catatan kecil mempermudah mencatat pesanan.
“Silakan ditunggu sebentar,” ucap waitress setelah mencatat pesanan mereka lalu menjauh dari mereka.
“Kakek sampai lupa mengenalkan kalian. Nata kenalkan ini Robert. Dia kenalan Kakek,” kata Kakek Dewo memperkenalkan mereka berdua.
Kek, apa aku perlu berkenalan dengannya? Aku pikir kita nggak akan bertemu. Nata membatin sebelum menyambut uluran tangan pria di depannya.
“Nata,” sapa wanita ini ramah mengukir senyum.
“Robert,” sapa pria ini sama.
“Robert bertemu Kakek apa hanya untuk urusan pekerjaan?” tanya Nata sebatas ingin tahu tidak lebih.
“Tidak juga. Aku juga datang untuk bertemu tunangan bekerja di sini,” jawab Robert jujur.
“Tunangan?” tanya Nata penasaran wanita mana yang beruntung mendapatkan pria ini.
“Ya, kami bertunangan juga belum lama mungkin satu tahun,” balas Robert memberitahu.
“Wah wanita beruntung mana yang mendapatkan kamu,” ucap Nata memuji wanita tersebut.
“Apa nggak masalah tunanganmu bekerja di hotel ini? Kenapa nggak mengajak bekerja di hotelmu sama besarnya? Setahuku hotel kita bersaing?” tanya Nata berpikir padahal Robert juga punya hotel.
Bibir pria ini membentuk lengkungan tawa mengundang Nata dan Kakek Dewo heran.
“Apa ada yang lucu?” tanya Nata mengerutkan kening.
“Saya tidak melihat kalau hotel kita bersaing, lagi pula urusannya berbeda. Tidak masalah kalau dia nyaman bekerja di sini. Saya tidak bisa memaksanya, mungkin kalau sudah menikah bisa dipikirkan bersama,” jawab Robert terdengar cukup bijak.
“Wah benar-benar beruntung wanita itu,” ucap Nata memuji lagi.
“Apa jangan-jangan kalian berdua ada kerja sama?” tanya Nata melirik ke arah Kakek Dewo.
“Apa kamu mau kembali kalau Kakek mau bekerja sama dengan Robert?” tanya Kakek Dewo tidak sabar menunggu Nata.
Nata hanya mengukir senyum tipis menjawab pertanyaan dari beliau. Detik berikutnya, dia beranjak dari kursi.
“Mau ke mana?” tanya Kakek Dewo berpikir kalau Nata mau pergi.
“Aku ke toilet sebentar,” jawab Nata menggeser kursi supaya memberi ruang kakinya bergerak leluasa.
“Mau aku temani?” tanya Robert hanya mau kenal sebagai teman.
“Nggak perlu. Apa aku akan tersesat di hotel punya Kakek?” tanya Nata tertawa kecil.
Robert pun ikut tertawa, sesaat dia lupa.
“Untung di toilet nggak rame,” kata Nata menarik selembar tisu setelah mencuci tangan.
Mendadak, langkah kakinya terhenti tidak jauh dari lorong penghubung toilet. Manik hitamnya membeliak kala menatap mereka.
“Apa yang sedang mereka lakukan di sini? Aku nggak mungkin salah lihat,” ucap Nata mengucek mata memastikan tidak salah melihat.
“Astaga, mereka gila,” umpat Nata menoleh kanan dan kiri berharap tidak ada yang mendengar.
“Mereka enggak mungkin melakukan di tempat umum?” tanya Nata menggeleng melihat mereka.
“Dasar Jett gila,” umpat Nata lagi.
“Bisa-bisanya mereka ciuman di bawah pohon besar,” ucap Nata menggeleng tidak habis pikir.
“Siapa wanita itu?” tanya Nata membentuk kepalan pada tangan mungilnya.
Iris mata berkaca-kaca, pelupuk matanya berusaha menahan guyuran air lolos.
“Aku sudah menduga kalau Jett selingkuh,” kata Nata membenarkan.
“Aku harus tahu wajah wanita itu,” ucap Nata tidak tahan ingin segera melihat wanita itu. Dia segera memutar tumit sepatunya.
“Astaga, Robert. Apa yang kamu lakukan di sini? Sudah berapa lama kamu berdiri di sini? Jangan bilang kalau kamu melihat mereka?” tanya Nata iris matanya memerah.
“Ikut aku,” ajak Nata menggeret Robert menjauh dari sana tanpa memberinya kesempatan menjawab deretan pertanyaan meluncur dari mulutnya.
Jett menoleh ke belakang sesaat setelah melepaskan ciumannya.
“Ada apa?” tanya Venus tanpa ragu menyeka bibir pria ini.
“Enggak ada apa-apa. Aku hanya merasa melihat Nata di sini,” jawab Jett sekilas seperti melihat istrinya di hotel ini.
“Tidak mungkin. Nata mengenakan daster di rumah. Dia tidak mungkin ada di hotel berbintang lima. Dia juga tidak ada urusan di sini,” ucap Venus menimpali ucapan Jett supaya tidak ragu terhadap dirinya.
“Iya juga. Benar katamu,” balas Jett tertawa kecil sambil mencubit pipi Venus.
Nata berhasil menggeret Robert menjauh dari toilet supaya tidak terlihat oleh Jett dan Venus.
“Apa wanita itu tunanganmu? Apa yang kamu lihat tadi sama denganku?” tanya Nata menuntut jawaban.
“Jawab. Kenapa kamu diam saja? Jangan bilang selama ini kamu tahu yang terjadi, tetapi diam saja?” tanya Nata penasaran tingkat dewa.
“Apa yang kamu lihat, aku juga melihatnya,” jawab Robert tidak menjawab semua pertanyaan dari Nata.
“Apa kamu mau menjalin hubungan jarak jauh yang menyiksa?” tanya Nata memberi gambaran jelas.
“Aku juga tidak bisa memutuskan pertunangan sepihak. Kamu tahu kalau ada dua keluarga yang harus diberikan penjelasan,” balas Robert juga geram.
“Oke. Aku tahu itu. Sekarang apa yang mau kamu lakukan?” tanya Nata mau tahu sejauh mana Robert mempertahankan pertunangan.
“Kamu tahu kalau pria yang mencium wanita itu adalah suamiku. Suami yang selalu meremehkan dan menindasku. “Apa kamu mau bekerja sama menghancurkan hubungan mereka?” tanya Nata selalu tidak memberi jeda jika belum mendapatkan jawaban.
Jemari pria ini memainkan korek api sambil berpikir.
“Apa keuntungan aku kalau mau bekerja sama?” tanya Robert penasaran.
Apa kamu mau melakukannya karena cinta atau karena kebodohanmu? Nata membatin bertanya-tanya.
Meta menatap resepsionis di depannya sambil berpikir keras. Dia tidak mau keputusannya berakhir berat seperti Venus saat itu.“Bu Meta, apa mau diam saja?”“Lihat saja nanti. Kalau melihat Jett datang, minta dia datang ke ruangaanku.” Meta memutar tubuhnya, tapi detik selanjutnya dia menoleh ke belakang. “Bisa kirimi aku video tadi?”“Iya, Bu Meta.”Wanita ini kembali memaksa kakinya bergerak menuju ruang kerja. Dia meletakkan tas sembarang di sofa, lalu menempatkan pantat di kursi putarnya. Dia meletakkan ponsel di atas meja sambil melihat video yang dikirimkan.“Aku nggak yakin dia mau mengakui walaupun bukti di depan mata.” Meta meragukan sikap Jett sambil berpikir kalau hanya surat peringatan dan pengurangan poin. Dia berpikir tidak akan membuat Jett menjadi jera.Seseorang membentuk kepalan tangan saat mengetuk pintu ruangan ini. Si pemilik ruangan sudah menebak siapa pun yang berada di balik pintu ini.“Ya masuk.”Wajahnya muncul di balik pintu, sejujurnya Meta malas bertemu, te
Robert terdiam sambil memikirkan kata-kata yang pas. Dia menyadari kalau suasana hati Nata tidak baik-baik saja.“Apa kamu baik-baik saja di situ? Aku pikir meninggalkan kamu di hotel tidak masalah. Lagi pula, itu hotel kamu sendiri. Apa ada yang bisa aku bantu?”“Aku–aku baik-baik saja.” Meta mengakui dirinya tidak baik-baik saja untuk saat ini.“Kamu sekarang sebagai siapa? Cucu pemilik hotel?” Robert mau memastikan identitas wanita ini supaya dia pun nyaman berbicara dengannya.“Meta.”“Kalau sekarang kamu sebagai Meta. Aku minta kamu tenangkan diri dulu. Kenapa kamu bisa meledak-ledak, hanya mereka berdua check in di sini? Aku lihat bukan karena hotelnya. Apa kamu masih menyukainya?” Robert tahu wanita ini ke mana arah pertanyaannya.“Aku? Aku–aku nggak mungkin masih suka sama dia. Kamu tahu kalau aku muak sama dia.” Meta terkejut bukan berarti masih ada perasaan tersisa dalam dirinya. Dia terkejut tidak percaya jika Jett seo
Jett menangkap kalau wanita yang menghubungi ini mulai ada ketertarikan padanya. Dia tidak berpikir jauh kalau ada seseorang yang mau bertemu.“Sekarang?”“Iya, sekarang. Kamu bilang masih di hotel. Aku ada di restorannya, nggak jauh kan dari sini?”“Iya, enggak jauh. Aku selesaikan pekerjaan ini sebentar, lalu aku datang ke situ.”“Iya, aku tunggu.”Meta mengakhiri percakapan setelah sepakat bertemu.“Apa enggak salah dia mau ketemu di restoran? Aku ikuti pelan-pelan enggak masalah yang penting kita bersama.” Jett bersemangat bertemu Meta.Langkahnya tegap menarik perhatian beberapa tamu wanita yang mengukir senyum padanya. Pria ini pun membalas layaknya karyawan hotel harus ramah pada tamu.Bibir mungil ini mengulas senyum manis membuat jantung pria ini berdegub sangat kencang, tetapi mendadak senyumnya berganti menjadi ekspresi datar saat melihat wanita lain di dekat Meta.Jett membatin seharusnya dari awal sudah curiga, tidak mungkin Meta dengan mudahnya mengajak untuk bertemu. Me
Terry mendongak saat melihat teman masa kecilnya ini mencengkram pundaknya. Dia menatap melas berharap Meta membantunya. Dia hanya butuh Jett ada di sini.“Ter, ada apa? Kenapa kamu nggak jawab?” Meta mencoba membaca situasi. “Apa yang bisa aku bantu?”“Apa kamu bisa panggilkan Jett?”“Jett?” Meta bertanya heran. Kenapa harus pria itu di saat dia cucu pemilik hotel ada di sini? Apa kehadirannya tidak berpengaruh di sini?“Iya, aku minta panggilkan dia.”Meta memberi kode pada salah satu security untuk membubarkan mereka yang masih berada di sekeliling meja. Wanita ini merasakan situasi aman dan nyaman dulu.“Ter, apa yang terjadi? Katakan, apa yang bisa aku bantu? Jelaskan dulu pelan-pelan, apa kamu nggak malu banyak yang melihat di sini? Dan, mereka mengambil fotomu.”“Aku tidak masalah, Meta. Aku hanya mau ada Jett di sini.”“Ter, dengarkan. Aku pemilik hotel di sini. Kenapa kamu harus memanggil pria itu? Kalau kamu nggak mau memberitahu apa yang terjadi. Selesaikan masalahmu sendir
Meta tidak mengerti maksud ucapan Robert, wajahnya muncul dibalik pintu. Dia melihat apa ada seseorang yang mengikutinya. Namun, dia tidak melihat ada seseorang itu. sekejap sebentuk tangan ini menariknya kembali ke ruangan ini.“Kamu ini jangan keluar.”“Kenapa? Ada apa? Apa yang terjadi sampai kamu menarik aku?”“Apa kamu tidak merasa ada yang mengikuti?”“Mengikuti aku? Aku nggak merasa. Siapa yang mengikuti aku?”“Kamu jangan keluar dari sini. Sebelum, aku memastikan siapa yang mengikuti.” Robert mengingatkan Meta. Identitas wanita ini tidak bisa semua orang tahu, untuk itulah ada Robert yang selalu menjaga.Robert mencengkram kenop pintu lalu wajahnya pun sama seperti Meta tadi muncul dibalik pintu diam-diam. Manik hitamnya memindai sekitar memastikan tidak ada satu pun di sana.“Robert.” Jett memanggil tidak jauh dari sana.“Hai, kamu ada di sini.” Robert pun menyapa ramah walaupun menyembunyikan rasa gugupnya. Ternyata, benar suami Nata yang mengikuti.“Kamu menunggu siapa di s
Ujung kepala wanita paruh baya ini menunjukkan tanduk, serta tidak ketinggalan mengeluarkan taring. Manik hitamnya pun melotot seolah tidak percaya mendengar dari menantu. Dia pikir semua tentang Jett sudah diketahuinya. “Jett, tidak memberitahu apa-apa. Kamu juga tidak memberitahu, Mama.” “Aku? Untuk apa aku memberitahu mama? Selama ini, mama lebih banyak mendengar dari Jett. Apa pernah mama mendengar ucapanku? Nggak.”“Setidaknya tahu apa yang terjadi dalam rumah tangga kalian.”“Mama, nggak perlu tahu dan ikut campur. Ini rumah tangga kami, mama hanya perlu menasehati, tapi sekarang terserah mama. Hubungan aku dan Jett sudah berakhir. Mama bisa tanyakan lebih lanjut sama Jett, apa yang terjadi sama rumah tangga kami. Itu pun, sesuai ucapan mama kalau mau tahu urusan rumah tangga kami.”“Nata!” Mama Lusi meninggikan suara mengundang perhatian di sekeliling mereka berdua.Kebetulan, Nata berada di lobi menjadi tempat yang pas untuk mereka yang suka bergosip.K