Share

Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan
Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan
Penulis: Nainamira

1 - Hanya Pernikahan di atas Kertas

Plakk! 

"Kau ini memang gak becus, Mutia! Apa sih yang kau pikirkan ini, ha? Kalau begini siapa yang rugi? Perusahaan yang rugi! Sekarang kau bereskan semua kekacauan ini, Paham?!"

Wanita yang dipanggil Mutia itu mengusap pipinya yang kini memerah akibat tamparan lelaki di hadapannya ini. Mata wanita itu sudah berkaca-kaca, rasanya malu ditampar di depan umum seperti ini. 

Namun, lelaki ini mana peduli dengan sekitarnya? Apabila dia marah, di mana pun tempatnya akan diluapkan. Apalagi sekarang dia benar-benar marah besar pada wanita ini.

"Dengar tidak apa yang kukatakan?" bentak lelaki itu lagi. 

"Iya, Mas. Maaf, beliau hanya ingin bertemu dan mengobrol dengan Mas sebagai direktur utama PT Sanjaya Sejahtera. Beliau tidak ingin membicarakan bisnis denganku."

"Alah, alasan saja kamu! Bilang saja kamu gak bisa kerja! Menemui klien begitu saja tidak bisa!” bentak pria itu lagi. “Aku tidak mau tahu, sekarang kamu bereskan kekacauan ini!"

Mutia menunduk dan berujar pelan, "Iya, Mas. Aku akan menyelesaikannya."

"Selesaikan sekarang juga! Dasar tidak berguna!" hardik lelaki itu sekali lagi sambil pergi meninggalkan wanita itu sambil mengacungkan jari untuk mengancamnya.

Mutiara Permatasari. Nama wanita yang kini hanya menunduk menahan sesak di dadanya. 

Perlakuan lelaki itu semakin hari malah semakin keterlaluan, kata-kata kasar sudah jadi makanan sehari-hari baginya. Bukan hanya kata-kata kasar dan hinaan, kadang kala tangan lelaki itu juga melayang ke pipinya seperti saat ini. 

Mata Mutiara yang tadi berkaca-kaca dia tahan agar tidak menetes, dengan berat hati dia mendongak ke atas, menyimpan air matanya agar tidak menetes. 

"Bagaimana ini, Bu? Kita harus bagaimana?" Suara bernada takut-takut yang berasal dari asisten Mutia itu terdengar memecahkan suasana di ruangan itu. 

Mutia menutup matanya meresapi rasa sesak yang semakin menghimpit. 

Renita, asistennya ini menjadi saksi bisu apa yang sering dia alami, karena Renita lah yang selalu ada bersamanya. Apa yang barusan terjadi, sebenarnya  masalah yang biasa terjadi, namun karena kliennya kali ini adalah salah satu investor besar yang selama ini diincar oleh Tommy, maka kesalahan Mutia menjadi sangat besar bagi lelaki itu.

"Coba kau telpon lagi pak Rio, semoga dia mau bertemu kembali denganku. Ini kesempatan bagus untuk menjalin kerjasama dengan Adiguna Group."

"Baik, Bu. Akan saya coba."

"Bu, jadi kita menemui Pak Rio lagi?" tanya Renita dengan tatapan kasihan pada atasannya ini.

"Iya, sekarang kamu telepon dulu, semoga dia mau menemui kita."

"Baik, Bu."

Mutiara melangkahkan kakinya meninggalkan ruang tunggu tamu di sebelah resepsionis, lelaki itu memang tidak memiliki adab, di mana dia marah tidak memandang tempat dan situasi langsung diluapkan saat itu. Mutiara sebenarnya sangat malu diperlakukan seperti itu, tetapi apa daya dia juga tidak bisa melakukan apa-apa. Beberapa orang resepsionis yang melihat keberadaan Mutiara, berpura-pura sibuk tidak melihatnya. Mutiara juga hanya melirik sekilas, mereka seolah tidak peduli dengan pertengkarannya dengan Tommy, tetapi dia selalu mendengar para pegawai itu membicarakannya di belakang.

Sampai di ruangannya, Mutiara menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya, perasaannya benar-benar tertekan. Sudah satu tahun dia dinikahi lelaki itu, tak pernah sekalipun dia merasakan kebahagiaan memiliki seorang pasangan. Pernikahan yang dijalaninya hanya sekedar pernikahan di atas kertas. Selama setahun ini mereka bahkan belum pernah melakukan malam pertama layaknya pengantin pada umumnya. Entah sampai kapan dia menjalani hari-hari seperti di neraka ini. Dia sungguh tidak kuat lagi.

Mutiara menatap laporan keuangan yang terletak di atas meja, dia tercenung melihat laporan pengeluaran bulan ini, sudah melebihi limit. Semua uang itu diambil atas nama Tommy Sanjaya sebagai direktur utama. Buat apa laki-laki itu mengambil uang sebanyak ini? Sudah satu tahun dia menikah dengan lelaki itu, tak pernah sekalipun dia mendapatkan uang nafkah dari lelaki itu. Dia hanya mendapatkan uang dari hasil bekerja di perusahaan ini sebagai general manager. 

"Bu, Pak Rio bersedia menemui kita di hotel Royal hari ini jam empat sore," ujar Renita beberapa menit kemudian.

"Oh ya? Ini sudah jam tiga lewat, cepat siapkan semuanya Ren. Proposal terbaru jangan lupa. Aku harus mengecek beberapa rencana sebagai opsi penawaran."

"Baik, Bu."

"Jam setengah empat kita berangkat."

"Siap, Bu."

Renita bergegas menuju ke ruangannya. Dia mengecek dua buah proposal yang sudah digarap olehnya dan Mutiara. Dengan cepat dia menuju ke ruangan Mutiara kembali.

“Ini, Bu. Proposalnya, belum ditandatangani Pak Tommy,” ujar Renata.

“Ini yang baru kita buat?”

“Iya, Bu.”

“Ini sudah kukirim ke email kamu, dokumen opsi penawaran dan perinciannya, kamu segera print rangkap dua, ya?”

“Baik, Bu. Saya akan kerjakan setelah meminta tanda tangan pak Tommy dulu.”

“Tanda tangan pak Tommy biar aku saja yang meminta, kita dikejar waktu, Ren. pak Rio bukan orang yang toleran terhadap keterlambatan. Sebaiknya kita harus sampai dulu di hotel itu sebelum dia.”

“Baik kalau begitu, Bu. Saya akan langsung kerjakan.”

“Pak Tommy ada di ruangannya, kan?” tanya Mutia ragu-ragu.

“Ada, Bu. Dia hari ini tidak kemana-mana.”

Mutiara bergegas menuju lantai 3, di mana kantor Tommy berada, sementara kantornya berada di lantai dua. Mutiara jarang menemui Tommy di kantornya jika tidak ada urusan penting mengenai pekerjaan. Lagipula Tommy juga tidak senang saat Mutiara datang menemuinya, entah apa yang dipikirkan lelaki itu, untuk apa dia menikahinya tetapi seperti jijik berdekatan dengannya.

Setelah sampai depan ruangan direktur, di meja sekretaris, tidak didapati Clarisa, sekretaris Tommy. Dengan langkah perlahan Mutiara menuju pintu ruangan direktur. 

"Arrhgg, pelan-pelan, Sayang."

Gerakan Mutiara terhenti saat ia mendengar desahan tak senonoh tersebut dari dalam ruangan suaminya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status