Share

Sarana Pemuas Nafsu

Wira menurunkan Laila di dalam kamar. Di sana, dia kembali melumat bibir wanita itu. “Aku akan memberikanmu lebih, jika kamu bisa memuaskanku,” ucapnya setelah melepaskan pertautan mereka.

“Berapa?” tanya Laila pelan. Meski tak rela, tapi dirinya sudah tak mungkin melarikan diri . Namun, Laila juga tak ingin semakin merugi.

“Berapa yang kamu mau? Buatku tidak masalah asal sepadan,” jawab Wira yang masih berdiri berhadapan dengan Laila. 

“Hargaku sangat mahal! Apa Anda berani membayar?” balas Laila asal, tapi terdengar tegas. 

“Katakan berapa?” 

Laila terdiam. Dia berpikir beberapa saat. Wanita itu tersenyum licik, seraya menatap si pria. “Dua puluh  juta,” jawab Laila puas, karena pria itu tak mungkin bersedia membayar uang sejumlah yang disebutkan tadi. 

“Oh, tidak bisa. Itu terlalu mahal. Terlebih, aku belum tahu seperti apa pelayananmu.” 

“Terserah,” balas Laila, seraya memalingkan wajah.

Wira terdiam sambil berpikir. “Saat pertama melihat fotomu, membuatku langsung penasaran. Kamu terlihat sangat cantik, meski sedang tidur,” ucapnya seraya membelai pipi Laila. “Kuberi tujuh juta secara cuma-cuma, asal kamu bisa memuaskan dan memberi pelayanan terbaik hingga besok.” Pria itu memberikan penawaran. 

“Tujuh juta? Anda bilang aku sangat cantik. Nominal itu sangat kecil, untuk membeli sesuatu yang Anda sukai,” ucap Laila setengah mencibir. Padahal, debaran dalam dadanya sudah tak karuan. Laila tak tahu seperti apa karakter pria di hadapannya. Selama ini, dia tidak pernah bercinta dengan pria selain Aries, sang suami. 

“Aku harus menilai terlebih dulu, seperti apa caramu melayaniku. Jika tak ada yang istimewa, kurasa itu harga yang sesuai,” ucap Wira menegaskan. Dia seakan tak ingin menerima bantahan lagi. 

Laila tak banyak membantah lagi. Bagi seseorang seperti dirinya yang tak pernah mencium aroma uang dalam jumlah besar, tujuh juta bukanlah nilai sembarangan. Laila berusaha terlihat tenang. Dia merapikan rambut panjangnya. Ketika hendak menurunkan resleting dress, Wira lebih dulu mencegah. 

“Biar kubukakan untukmu,” bisik pria itu dari belakang. Suaranya terdengar begitu berat dan dalam, sehingga kembali menghadirkan sensasi berbeda bagi Laila. 

Laila hanya berdiri terpaku. Dia tak menolak, ketika pria itu menurunkan pakaian yang menutupi tubuh indah berbalut kulit kuning langsat. “Bagaimana aku bisa yakin bahwa Anda akan memberikan uang tujuh juta tadi?” tanya Laila tiba-tiba. 

Pria yang mengaku bernama Wira itu menggumam pelan. “Aku akan menransfer sekarang juga ke rekeningmu,” jawabnya seraya mengecup pundak Laila. 

“Ah, tidak. Aku ingin uang tunai. Aku … aku tidak punya rekening atau semacamnya,” ujar Laila ragu.

Pria bernama Wira tadi kembali menggumam pelan. “Aneh sekali. Baiklah. Kalau begitu, kamu harus menunggu, selagi aku menghubungi ajudanku untuk menyiapkannya.” 

“Sungguh?” Laila menoleh ke samping, di mana wajah pria itu berada.

“Tentu saja.” Wira menggumam pelan, lalu kembali mengecup lembut pundak Laila. Dia mengalihkan ciuman ke leher, bertahan beberapa saat di sana. “Tunjukkan seberapa pintar dirimu,” bisik Wira, sebelum kembali melumat mesra bibir Laila, kemudian menurunkan tubuh wanita itu hingga berlutut di hadapannya. 

“Ayo, Sayang. Aku tidak mau menyesal, karena telah memberikan uang tujuh juta padamu. Jadi, berikan yang terbaik.” Pria itu menyeringai dengan napas tertahan, sambil menekan kepala Laila agar semakin menempel pada pangkal pahanya.

Hingga beberapa saat, adegan seperti itu terus berlangsung. Laila harus rela, meski mulutnya terasa pegal karena dipaksa bekerja keras. Dia baru berhenti, ketika pria yang memperkenalkan diri dengan nama Wira itu merasa puas. 

“Bangunlah,” suruh si pria. 

Laila menurut. Dia menegakkan tubuh. Laila terpaku. Istri Aries tersebut, memandang lekat paras tampan pria tadi dari jarak yang teramat dekat. 

Namun, hal itu tak berlangsung lama, karena pria itu segera menggendong Laila ke dekat tempat tidur. Dia merebahkan tubuh wanita yang sudah setengah polos tersebut, lalu mengkungkungnya. Sepasang lengan kokoh berada di sisi kiri dan kanan Laila, seakan menjadi benteng agar wanita cantik itu tak melarikan diri.

Wira menyeringai puas, melihat Laila yang sudah pasrah dalam kekuasaannya. Pria itu bangkit, lalu berdiri di sisi sebelah kanan ujung tempat tidur. Dia melangkah ke dekat laci, kemudian mengambil sesuatu dari dalam sana. Dengan sikapnya yang terlihat sangat arogan, Wira melemparkan benda dengan bungkus warna silver ke perut Laila. “Jangan katakan jika kamu tidak tahu cara memasangnya.” Tatapan Wira terlihat aneh. 

Laila mengambil benda persegi dengan warna silver tadi dari perutnya. Wanita itu bangkit, lalu duduk bersimpuh di atas kasur, sambil menghadap kepada si pria yang berdiri gagah di sisi sebelah kanan tempat tidur. Sejujurnya, Laila tak tahu harus melakukan apa, selain menatap pria tampan yang sebentar lagi akan menjadikannya sebagai sarana demi memperoleh kepuasan. 

**********

Suara gemericik air mengalir deras, menerpa tubuh polos Laila.  Dia tak menyangka, bahwa dirinya telah melewatkan malam yang panjang dalam rasa lelah. Demi uang tujuh juta, wanita muda itu rela melayani nafsu berahi seorang pria yang baru ditemuinya. 

Tanpa terasa, air mata menetes di pipi. Namun, tanda kepedihan Laila itu segera terhapuskan, oleh deraian air yang mengalir deras dari shower di atas kepala wanita cantik tersebut. Tak ada gunanya menangis, karena tidak akan dapat mengembalikan apa pun. 

Setelah selesai dengan segala aktivitas di kamar mandi, Laila keluar dengan wajah dan tubuh yang jauh lebih segar. Beruntung, Wira tak ada di dalam kamar. Kesempatan bagi Laila untuk segera berpakaian. 

Ketika sedang menyisir rambut, barulah pria tampan itu muncul dengan mengenakan celana tidur dan T-Shirt round neck hitam polos. “Kamu sudah mandi?” tanyanya seraya berdiri di belakang Laila. "Segar sekali," ucapnya seraya mengirup aroma tubuh Laila.

Laila tak menyahut. Dia tertegun beberapa saat, membalas tatapan si pria dari pantulan cermin di hadapan mereka. 

“Aku sudah menyiapkan uang tujuh juta dalam bentuk tunai. Damar akan mengantarmu pulang agar lebih aman,” ucap Wira dengan gaya bicaranya yang khas, tanpa mengalihkan pandangan dari wajah polos Laila. 

“Aku ingin memeriksa uangnya terlebih dulu,” ucap Laila menegaskan.

“Tentu,” balas Wira. “Mari." Dia menuntun Laila keluar kamar, lalu menunjukkan tumpukan uang dalam tas. “Periksalah.” 

Laila mendekat. Tangannya gemetaran menyentuh uang sebanyak itu. Dia mengambil segepok, lalu memperhatikannya. Setelah beberapa saat, kembali diletakkan uang tadi ke tempatnya. Sebisa mungkin, Laila menahan gejolak dalam dada. Rasa sakit dan terhina, yang membuat dirinya merasa begitu rendah.

“Terima kasih untuk tadi malam. Aku menyukai dan sangat menikmatinya,” ucap Wira yang terlihat puas. “Apa kita bisa bertemu lagi?” 

“Tidak! Ini yang pertama dan terakhir!” Laila menutup resleting tas, kemudian berlalu dari hadapan Wira. 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Najwa Aini
Ah Laila yg malang
goodnovel comment avatar
Titik pujiningdyah
laila syang. harusnya tinggalkan aries dan hidup bersama Wira sajo
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status