Share

Menantu Tak Dianggap

Tanpa menoleh lagi, Laila langsung menuju lift. Bersamaan dengan pintunya yang terbuka. Pria berkemeja yang merupakan ajudan Wira, tadinya hendak masuk ke apartemen sang majikan. Namun, Laila lebih dulu menyerobot. “Majikan Anda sudah mengizinkan saya pulang,” ucap wanita itu.

Si pria yang Wira sebut bernama Damar, tampak bingung. Dia mengangguk hormat kepada majikannya yang tengah memandang ke arah lift, lalu menekan tombol turun. Damar akan mengantar Laila pulang. 

Selang beberapa saat di perjalanan, sedan hitam yang Damar kendarai telah tiba di jalan kecil depan gang menuju rumah mertua Laila. Pria itu keluar, lalu membukakan pintu belakang.

Laila mengangguk sopan. “Terima kasih,” ucapnya pelan. Tanpa banyak basa-basi, wanita itu melangkah ke dalam gang sambil menjinjing tas. Dia tak peduli dengan tatapan para tetangga, yang memandang aneh padanya. Terlebih, karena saat itu Laila masih mengenakan mini dress seksi semalam. 

Setibanya di dalam rumah, Laila langsung melemparkan tas berisi uang tujuh juta ke hadapan Aries yang tengah memakai sepatu. Pria itu akan berangkat kerja. “Ambil, Mas! Itu yang kamu inginkan?” Nada bicara Laila langsung tinggi, membuat Kartika yang tengah berada di ruangan lain segera datang menghampiri. 

“Ada apa ini?” tanya Kartika penasaran. Terlebih, saat dia melihat Laila yang berpakaian minim. “Kenapa kamu berpakaian seperti ini?” 

Laila menoleh sambil berurai air mata. Dia tak kuasa menceritakan hal buruk yang sudah terjadi pada dirinya. Wanita itu hanya tertunduk.

“Apa isi tas itu?” Kartika sang ibu mertua, lebih tertarik pada apa yang Laila bawa. Tanpa menunggu jawaban dari menantunya, dia menyuruh Aries untuk membuka tas tadi. Seketika, mata wanita paruh baya itu melotot sempurna. Baru kali ini, dirinya melihat tumpukan uang yang sangat banyak. 

“Ya, Tuhan. Ini banyak sekali, Ries.” Kartika mengambil beberapa gepok, lalu mengipas-ngipaskan uang tadi ke dekat wajah. “Aduh, Ries. Wangi banget. Uang ini pasti baru keluar dari mesin ATM. Lihat, nih. Masih rapi begini.” Wanita itu mengibas-ngibaskan uang yang dia pegang ke hadapan wajah putranya.

Akan tetapi, Aries justru tak menanggapi sama sekali. 

“Apakah aku sudah jadi menantu yang baik sesuai keinginan ibu?” tanya Laila menahan perih  dalam hati. “Selama ini, aku sudah berbakti kepada ibu dan bapak. Melakukan semua pekerjaan rumah tanpa banyak mengeluh ….”

“Heh! Jangan ungkit masalah pekerjaan rumah! Itu sudah menjadi tanggung jawab kamu sebagai menantu! Seharusnya, kamu itu perbanyak mikir mulai dari sekarang! Mikir! Mikir! Di sini kamu tinggal gratisan!” 

“Memang seperti itulah yang selalu ada dalam pikiran Ibu. Picik!” 

“Berani kamu melawan saya!” Kartika menampar Laila dengan uang yang masih dipegangnya.

“Kalian berdua memang keterlaluan!” Laila semakin tak terima, dengan perlakuan dari ibu dan anak tersebut. “Aku adalah menantu di rumah ini! Itu artinya, aku sudah menjadi putri ibu dan ayah!”

“Alah! Percuma punya menantu seperti kamu. Tidak berguna!” cibir Kartika. Tanpa meminta izin terlebih dulu, dia berlalu meninggalkan ruang tamu sambil membawa uang yang sejak tadi dipegangnya. 

Sedangkan, Aries tak banyak bicara. Dia juga memilih berlalu ke kamar, setelah melepas kembali sepatu yang sudah dikenakannya. 

Melihat Aries pergi, Laila segera mengikuti. “Mas!” panggil Laila nyaring. “Apa lagi yang kamu inginkan sekarang? Aku sudah kehilangan harga diri! Entah apa maksudmu berbuat demikian terhadapku!” Laila seakan ingin mengeluarkan unek-unek yang dia pendam sejak semalam. 

“Aku butuh uang, La!” Aries tampak gusar. Dia meraup kasar wajah dan rambutnya. “Dari mana aku bisa mendapatkan uang tiga puluh juta dalam waktu satu minggu?” 

Laila terkejut bukan main. Sepasang matanya terbelalak sempurna. “Tiga puluh juta? Untuk apa uang sebanyak itu?” 

“Itu jumlah utang plus bunga yang harus dibayar,” jawab Aries gelisah. Pria itu berjalan mondar-mandir tak karuan. 

“Utang? Kamu gunakan untuk apa uang itu, Mas?” desak Laila. Dia menarik lengan Aries, agar pria itu menghadap padanya. 

Aries tidak segera menjawab. Sepertinya, dia memang tak berniat memberikan penjelasan kepada sang istri. “Kamu tidak perlu tahu untuk apa kugunakan uang itu!” 

“Kalau begitu, aku tidak punya kewajiban membantu melunasinya!” protes Laila tegas.

Tanpa diduga, Aries meraih rambut panjang Laila. Dia mencengkram erat, dan sedikit menariknya ke belakang sehingga wajah Laila agak mendongak. “Kamu harus membantuku mencari tambahan, karena aku baru punya uang sebesar sepuluh juta,” paksa pria itu penuh penekanan. 

“Aku sudah membawakanmu tujuh juta! Itu jauh lebih dari cukup! Aku tidak mau melakukan dosa lagi, demi membantu melunasi utang yang bahkan entah kamu pakai untuk apa uangnya!” tolak Laila tegas. 

Merasa kesal atas penolakan Laila, Aries mengempaskan tubuh istrinya ke matras. “Istri macam apa kamu? Lihat suami lagi kesusahan, malah bersikap tidak peduli!” hardiknya. 

“Kamu juga suami macam apa yang tega menjual istri sendiri!” balas Laila. Dia berusaha bangkit. 

Namun, dengan segera Aries menahannya. Pria itu menahan tubuh sang istri, dengan cara mencengkram leher wanita malang tersebut. “Jaga bicaramu! Jangan sampai bapak tahu, kalau akulah yang sudah memaksamu menjual diri!” sergah Aries pelan, tapi penuh penekanan.  

“Aku ingin kita cerai saja!” balas Laila. Wanita itu berusaha melepaskan cengkraman Aries dari lehernya. 

Aries terdiam. Perlahan, dia mengendurkan cengkramannya. Aries bahkan melepas dan membiarkan Laila bernapas leluasa. Pria itu membalikkan badan. Dia duduk terpekur, sambil sesekali meraup kasar rambutnya yang acak-acakan. 

“Kamu ingin kita bercerai?” tanyanya seraya menoleh kepada Laila yang tengah mengatur laju napas agar lebih teratur. Laila mengusap-usap pelan lehernya. 

“Aku rasa, kita tidak perlu bercerai. Kamu tahu kenapa?” Aries memandang sang istri dengan sorot aneh. Namun, wanita itu seperti tak sudi lagi membalas tatapannya. “Kita tidak harus bercerai, karena kamu pasti akan menjadi janda,” ucap putra sulung pasangan Suratman dan Kartika tadi. 

Laila yang awalnya tak ingin menanggapi ucapan sang suami, terpaksa menoleh. “Kenapa?” tanyanya. 

“Karena jika aku tidak bisa melunasi utang dalam jangka waktu yang sudah ditentukan, mungkin saja kalian akan menemukan mayatku mengambang di sungai,” jawab Aries masih dengan sorot yang terlihat aneh. 

“Omong kosong!” ujar Laila seraya berdiri. 

“Mereka mengancam akan menghabisi nyawaku. Bukan tidak mungkin jika mereka membuktikan ancaman tersebut,” ujar Aries lagi. “Aku mohon, La. Sekali ini saja, bantu aku agar segera mendapatkan uang. Setelah itu, aku tidak akan menuntut apa-apa lagi.” 

“Apa lagi yang harus kulakukan, Mas? Sudah cukup!” tolak Laila. 

Mendengar penolakan Laila, Aries kembali naik pitam. Dia mencekal  kasar lengan sang istri. “Besok, kamu harus ikut denganku ke suatu tempat!” seringai pria itu menakutkan. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status