Share

Menantu Tak Dianggap

Author: Komalasari
last update Last Updated: 2023-10-17 23:06:09

Tanpa menoleh lagi, Laila langsung menuju lift. Bersamaan dengan pintunya yang terbuka. Pria berkemeja yang merupakan ajudan Wira, tadinya hendak masuk ke apartemen sang majikan. Namun, Laila lebih dulu menyerobot. “Majikan Anda sudah mengizinkan saya pulang,” ucap wanita itu.

Si pria yang Wira sebut bernama Damar, tampak bingung. Dia mengangguk hormat kepada majikannya yang tengah memandang ke arah lift, lalu menekan tombol turun. Damar akan mengantar Laila pulang. 

Selang beberapa saat di perjalanan, sedan hitam yang Damar kendarai telah tiba di jalan kecil depan gang menuju rumah mertua Laila. Pria itu keluar, lalu membukakan pintu belakang.

Laila mengangguk sopan. “Terima kasih,” ucapnya pelan. Tanpa banyak basa-basi, wanita itu melangkah ke dalam gang sambil menjinjing tas. Dia tak peduli dengan tatapan para tetangga, yang memandang aneh padanya. Terlebih, karena saat itu Laila masih mengenakan mini dress seksi semalam. 

Setibanya di dalam rumah, Laila langsung melemparkan tas berisi uang tujuh juta ke hadapan Aries yang tengah memakai sepatu. Pria itu akan berangkat kerja. “Ambil, Mas! Itu yang kamu inginkan?” Nada bicara Laila langsung tinggi, membuat Kartika yang tengah berada di ruangan lain segera datang menghampiri. 

“Ada apa ini?” tanya Kartika penasaran. Terlebih, saat dia melihat Laila yang berpakaian minim. “Kenapa kamu berpakaian seperti ini?” 

Laila menoleh sambil berurai air mata. Dia tak kuasa menceritakan hal buruk yang sudah terjadi pada dirinya. Wanita itu hanya tertunduk.

“Apa isi tas itu?” Kartika sang ibu mertua, lebih tertarik pada apa yang Laila bawa. Tanpa menunggu jawaban dari menantunya, dia menyuruh Aries untuk membuka tas tadi. Seketika, mata wanita paruh baya itu melotot sempurna. Baru kali ini, dirinya melihat tumpukan uang yang sangat banyak. 

“Ya, Tuhan. Ini banyak sekali, Ries.” Kartika mengambil beberapa gepok, lalu mengipas-ngipaskan uang tadi ke dekat wajah. “Aduh, Ries. Wangi banget. Uang ini pasti baru keluar dari mesin ATM. Lihat, nih. Masih rapi begini.” Wanita itu mengibas-ngibaskan uang yang dia pegang ke hadapan wajah putranya.

Akan tetapi, Aries justru tak menanggapi sama sekali. 

“Apakah aku sudah jadi menantu yang baik sesuai keinginan ibu?” tanya Laila menahan perih  dalam hati. “Selama ini, aku sudah berbakti kepada ibu dan bapak. Melakukan semua pekerjaan rumah tanpa banyak mengeluh ….”

“Heh! Jangan ungkit masalah pekerjaan rumah! Itu sudah menjadi tanggung jawab kamu sebagai menantu! Seharusnya, kamu itu perbanyak mikir mulai dari sekarang! Mikir! Mikir! Di sini kamu tinggal gratisan!” 

“Memang seperti itulah yang selalu ada dalam pikiran Ibu. Picik!” 

“Berani kamu melawan saya!” Kartika menampar Laila dengan uang yang masih dipegangnya.

“Kalian berdua memang keterlaluan!” Laila semakin tak terima, dengan perlakuan dari ibu dan anak tersebut. “Aku adalah menantu di rumah ini! Itu artinya, aku sudah menjadi putri ibu dan ayah!”

“Alah! Percuma punya menantu seperti kamu. Tidak berguna!” cibir Kartika. Tanpa meminta izin terlebih dulu, dia berlalu meninggalkan ruang tamu sambil membawa uang yang sejak tadi dipegangnya. 

Sedangkan, Aries tak banyak bicara. Dia juga memilih berlalu ke kamar, setelah melepas kembali sepatu yang sudah dikenakannya. 

Melihat Aries pergi, Laila segera mengikuti. “Mas!” panggil Laila nyaring. “Apa lagi yang kamu inginkan sekarang? Aku sudah kehilangan harga diri! Entah apa maksudmu berbuat demikian terhadapku!” Laila seakan ingin mengeluarkan unek-unek yang dia pendam sejak semalam. 

“Aku butuh uang, La!” Aries tampak gusar. Dia meraup kasar wajah dan rambutnya. “Dari mana aku bisa mendapatkan uang tiga puluh juta dalam waktu satu minggu?” 

Laila terkejut bukan main. Sepasang matanya terbelalak sempurna. “Tiga puluh juta? Untuk apa uang sebanyak itu?” 

“Itu jumlah utang plus bunga yang harus dibayar,” jawab Aries gelisah. Pria itu berjalan mondar-mandir tak karuan. 

“Utang? Kamu gunakan untuk apa uang itu, Mas?” desak Laila. Dia menarik lengan Aries, agar pria itu menghadap padanya. 

Aries tidak segera menjawab. Sepertinya, dia memang tak berniat memberikan penjelasan kepada sang istri. “Kamu tidak perlu tahu untuk apa kugunakan uang itu!” 

“Kalau begitu, aku tidak punya kewajiban membantu melunasinya!” protes Laila tegas.

Tanpa diduga, Aries meraih rambut panjang Laila. Dia mencengkram erat, dan sedikit menariknya ke belakang sehingga wajah Laila agak mendongak. “Kamu harus membantuku mencari tambahan, karena aku baru punya uang sebesar sepuluh juta,” paksa pria itu penuh penekanan. 

“Aku sudah membawakanmu tujuh juta! Itu jauh lebih dari cukup! Aku tidak mau melakukan dosa lagi, demi membantu melunasi utang yang bahkan entah kamu pakai untuk apa uangnya!” tolak Laila tegas. 

Merasa kesal atas penolakan Laila, Aries mengempaskan tubuh istrinya ke matras. “Istri macam apa kamu? Lihat suami lagi kesusahan, malah bersikap tidak peduli!” hardiknya. 

“Kamu juga suami macam apa yang tega menjual istri sendiri!” balas Laila. Dia berusaha bangkit. 

Namun, dengan segera Aries menahannya. Pria itu menahan tubuh sang istri, dengan cara mencengkram leher wanita malang tersebut. “Jaga bicaramu! Jangan sampai bapak tahu, kalau akulah yang sudah memaksamu menjual diri!” sergah Aries pelan, tapi penuh penekanan.  

“Aku ingin kita cerai saja!” balas Laila. Wanita itu berusaha melepaskan cengkraman Aries dari lehernya. 

Aries terdiam. Perlahan, dia mengendurkan cengkramannya. Aries bahkan melepas dan membiarkan Laila bernapas leluasa. Pria itu membalikkan badan. Dia duduk terpekur, sambil sesekali meraup kasar rambutnya yang acak-acakan. 

“Kamu ingin kita bercerai?” tanyanya seraya menoleh kepada Laila yang tengah mengatur laju napas agar lebih teratur. Laila mengusap-usap pelan lehernya. 

“Aku rasa, kita tidak perlu bercerai. Kamu tahu kenapa?” Aries memandang sang istri dengan sorot aneh. Namun, wanita itu seperti tak sudi lagi membalas tatapannya. “Kita tidak harus bercerai, karena kamu pasti akan menjadi janda,” ucap putra sulung pasangan Suratman dan Kartika tadi. 

Laila yang awalnya tak ingin menanggapi ucapan sang suami, terpaksa menoleh. “Kenapa?” tanyanya. 

“Karena jika aku tidak bisa melunasi utang dalam jangka waktu yang sudah ditentukan, mungkin saja kalian akan menemukan mayatku mengambang di sungai,” jawab Aries masih dengan sorot yang terlihat aneh. 

“Omong kosong!” ujar Laila seraya berdiri. 

“Mereka mengancam akan menghabisi nyawaku. Bukan tidak mungkin jika mereka membuktikan ancaman tersebut,” ujar Aries lagi. “Aku mohon, La. Sekali ini saja, bantu aku agar segera mendapatkan uang. Setelah itu, aku tidak akan menuntut apa-apa lagi.” 

“Apa lagi yang harus kulakukan, Mas? Sudah cukup!” tolak Laila. 

Mendengar penolakan Laila, Aries kembali naik pitam. Dia mencekal  kasar lengan sang istri. “Besok, kamu harus ikut denganku ke suatu tempat!” seringai pria itu menakutkan. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Akhir Perjalanan Panjang

    Selagi Aries dan Dara saling mengungkapkan perasaan, Laila dan Pramoedya pun melakukan hal yang sama. Mereka memisahkan diri dari para kerabat, yang tengah bersuka ria dalam pesta itu. “Bagaimana perjalananmu tadi?” tanya Pramoedya lembut. Sesekali, dia menyingirkan anak rambut yang menutupi kening Laila. Sikap pria itu benar-benar manis sehingga membuat Laila tersanjung. “Tadinya, aku mau mandi dan beristirahat sebentar sebelum makan malam. Akan tetapi, tiba-tiba mama mengatakan bahwa Mas Pram mengalami kecelakaan.” Laila menatap sang suami penuh cinta. “Kamu sangat mengkhawatirkanku.” Pramoedya tersenyum kalem. Ada rasa bangga dalam hatinya, yang tak harus dia ungkapkan. Pria itu cukup memberikan bukti nyata, melalui perlakuan tak biasa kepada Laila. “Aku ingin menculikmu sebentar dari sini,” bisiknya.Laila tersipu malu. Dia tak memberikan jawaban. Namun, bahasa tubuh wanita cantik tersebut, menunjukkan bahwa dia setuju dengan keinginan Pramoedya.Tanpa banyak bicara, Pramoedya

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Kejutan Istimewa

    Beberapa hari setelah itu, Laila dan Aries berangkat ke Belanda. Setelah melewati perjalanan panjang melalui jalur udara, akhirnya mereka tiba di Kota Amsterdam. Kebetulan, Pramoedya sudah menyiapkan sopir yang menjemput keduanya. Dari bandara, Aries dan Laila langsung menuju kediaman Wilhelm van Holst. “Selamat datang kembali, Laila,” sambut Wilhelm hangat. “Senang sekali kamu bisa datang lagi kemari, Sayang.” Naheswari memeluk erat Laila. Dia begitu bahagia atas kehadiran sang menantu di rumahnya. “Di mana Lara dan Zehra?” tanya Laila, seraya mengedarkan pandangan. “Um … mereka … mereka sedang pergi dengan Pram. Ada sedikit urusan yang harus diselesaikan,” jelas Naheswari sedikit tak nyaman. Sesekali, dia melirik sang suami yang menatap penuh arti padanya. “Ya, sudah. Sebaiknya, kalian beristirahat dulu.” Wilhelm berdehem pelan, seakan memberi kode rahasia kepada sang istri. Naheswari tersenyum lembut. Dia memanggil pelayan, lalu menyuruhnya mengantar Aries ke kamar yang sudah

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Kepergian Pramoedya

    “Mas akan tetap berangkat ke Belanda?” tanya Laila, dengan sorot harap-harap cemas.“Ya. Semua sudah siap,” jawab Pramoedya pelan, seraya menarik selimut. Dia menutupi tubuh polosnya dan sang istri, yang baru selesai bercinta. Pramoedya memejamkan mata.Laila mengembuskan napas pelan bernada keluhan. Wanita itu seperti menahan rasa kecewa. Ekspresi tadi terpancar jelas dari raut wajahnya. Namun, Laila tak berani mengungkapkan apa yang dia pikirkan.“Kenapa? Bukankah ini yang kamu inginkan?” Pramoedya membuka mata. Dia menatap lekat Laila yang tampak memendam kesedihan.“Aku tidak ….” Laila seakan sengaja menggantungkan kalimatnya. Dia menatap Pramoedya dengan mata berkaca-kaca.“Apa?” Pramoedya menautkan alis, menunggu Laila menyelesaikan kata-katanya. Namun, sang istru justru membalikkan badan. Laila seperti menghindar dari perbincangan yang dirinya mulai.

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Diiringi Rintik Gerimis

    “Mas,” sapa Laila, yang tiba-tiba menjadi salah tingkah. Wanita cantik tersebut sadar betul seperti apa penampilannya, meski Pramoedya pernah melihat dia dalam kondisi lebih acak-acakan dari itu.“Lihatlah, Pram. Laila menyiapkan semua menu untuk makan malam kita kali ini,” ujar Naheswari, seraya tersenyum lebar. Ibu tiga anak itu tahu, bahwa menantunya merasa canggung berhadapan langsung dengan sang putra. “Jangan katakan, jika Mama memaksa Laila mengerjakan ini semua,” tukas Pramoedya kalem. Dia menghadapkan tubuh pada Naheswari. Namun, ekor mata pria tampan itu justru tertuju pada Laila, yang sibuk sendiri menanggulangi rasa kikuk. Seulas senyuman muncul di sudut bibir Pramoedya. “Adakalanya kita harus memaksa, Sayang,” ujar Nahwswari, sambil berjalan mendekat pada putra sulungnya. “Mandi dan segeralah berganti pakaian. Setelah itu, kita makan malam sama-sama.” Wanita paruh baya tersebut menepuk pelan pipi Pramoedya, lalu berbalik pada Laila. 

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Lusuh dan Berminyak

    Laila berdiri terpaku, menyaksikan kepergian Pramoedya dengan sedan hitam yang dikendarai sendiri. Pria itu serius akan kata-katanya, tentang perceraian dan rencana kepergian dia ke Belanda. Karena, sang pengusaha tampan berdarah campuran tadi berlalu tanpa menunjukkan ekspresi apa pun. Putra sulung pasangan Naheswari dan Wilhelm tersebut, seakan sudah pasrah menerima kisah cintanya yang tak berjalan mulus. Sementara itu, Aries masih berdiri di teras sambil menyandarkan lengan kiri pada pilar penyangga. Tatapan mantan suami Laila tersebut kosong, menerawang menembus kegelapan malam. “Kupikir, kamu sudah pulang.” Laila melangkah ke teras, lalu berdiri di sebelah Aries. Namun, dia tetap memberi jarak dari sang mantan suami. “Pak Pram memintaku agar tetap di sini, sampai dia mengirimkan pengawal pribadi untuk menjagamu,” balas Aries, seraya menoleh sekilas pada Laila yang memandang ke depan. “Dia sangat mengkhawatirkanmu.” Laila tidak menyahut. Wanita cantik itu hanya menundukkan

  • Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat   Keputusan Akhir Pramoedya

    “Mas,” panggil Laila lirih. Tak terkira betapa bahagia hatinya, saat melihat Pramoedya ada di sana. Dia dan Marinka yang sudah putus asa, kembali mendapat kekuatan. Terlebih, Pramoedya datang bersama Aries dan tiga pria berjaket kulit.“Hentikan, Pak Widura.” Nada bicara Pramoedya terdengar sangat tenang, tapi penuh wibawa. “Anda adalah orang yang cerdas. Anda pasti tahu seperti apa konsekuensi, bila tidak bisa bersikap kooperatif terhadap petugas.”“Petugas apa?” Widura menyeringai pada Pramoedya, yang tak memberikan jawaban.Pramoedya menoleh pada tiga pria berjaket kulit tadi. Dia mengarahkan tangannya ke arah Widura. “Silakan, Pak. Semua barang bukti sudah saya kantongi, dan akan segera diserahkan pada pihak yang berwajib,” ucap pengus

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status