Share

Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat
Istri yang Kujual Ternyata Anak Konglomerat
Author: Komalasari

Ciuman Mematikan si Pria Asing

Seorang pria masuk ke rumah dengan wajah merah padam. Tanpa banyak bicara, dia ke kamar mencari sang istri.

Kala ia menemukan Laila tengah mengganti sarung bantal, pria berkulit sawo matang tersebut langsung memenyeretnya keluar kamar.

“Ada apa, Mas? Kenapa kamu ….”

“Jangan banyak bicara, Laila!” bentak Aries dengan mata melotot tajam. “Kamu harus ikut aku sekarang juga!” Pria itu mengeratkan cengkramannya di lengan Laila, lalu menyeret wanita malang berdaster merah tadi keluar rumah.

“Lepas, Mas! Sakit!” Laila meronta, mencoba melawan. Namun, tenaganya tak cukup kuat untuk menandingi cengkraman berbalut amarah sang suami. Meski begitu, Laila tak hendak pasrah dengan mudah. Ketika Aries memaksanya masuk ke mobil yang sudah terparkir di sisi jalan depan gang menuju rumah mereka, Laila berusaha menolak.

Akan tetapi, semua yang dilakukan wanita itu sia-sia. Aries berhasil memaksanya masuk, lalu menutup pintu cukup kencang. “Bawa saja dia, tapi aku ingin harga yang sepadan,” ucapnya dari balik jendela kaca mobil yang terbuka.

“Apa maksudmu, Mas?” protes Laila tegas. Dia berusaha membuka pintu.

Namun, pria yang duduk di jok belakang mobil mini bus itu segera membekap mulut Laila. Dia tak melepaskannya, meski wanita cantik berdaster merah tadi sempat meronta. Tidak berselang lama, Laila akhirnya terkulai lemas tak sadarkan diri.

“Ini.” Seorang wanita yang duduk di jok depan, menyerahkan amplop cokelat kepada Aries. “Jumlahnya sepuluh juta. Kalau istri kamu banyak peminatnya, nanti aku kasih lebih,” ujar si wanita enteng. Setelah itu, dia langsung menutup kaca jendela mobil. Mini bus hitam tadi, melaju meninggalkan Aries yang masih terpaku di tempatnya berdiri.

Beberapa saat kemudian

Laila yang tadi sempat pingsan, telah sadarkan diri. Wanita itu langsung terkejut, karena dia sudah dalam penampilan baru. Laila telah berganti pakaian, dengan mini dress berwarna hitam.

“Astaga, akhirnya yey bangun juga,” ujar seorang waria yang tiba-tiba masuk ke ruangan itu. “Yiuk, eike benerin rambutan yey.” Dia mengeluarkan peralatan make up, lalu merias Laila yang tampak kebingungan.

“Gimana, Kimberly? Ajudan si bule sudah datang menjemput tuh,” ucap seorang wanita dari balik pintu.

“Udin,” sahut waria bernama Kimberly tadi. Dia sempat mencubit gemas pipi Laila, sebelum beranjak keluar.

“Ayo,” ajak wanita yang tadi bertanya. Tanpa menunggu jawaban, dia menuntun Laila keluar. Di dekat mobil sedan mewah hitam yang terparkir di pinggir trotoar, telah berdiri seorang pria berkemeja biru. Pria itu langsung membukakan pintu untuk Laila yang dipaksa masuk.

Tak berselang lama, sedan hitam tadi melaju membelah jalanan malam ibukota. Sekitar lima belas menit kemudian, kendaraan itu memasuki area gedung apartemen mewah puluhan lantai. Tanpa banyak bicara, pria berkemeja biru tadi mengajak Laila memasuki lift khusus yang membawa mereka ke lantai teratas.

“Boleh saya tahu kita ada di mana?” tanya Laila penasaran.

Si pria menoleh, lalu tersenyum. Belum sempat dia menjawab, pintu lift sudah lebih dulu terbuka. “Silakan.” Pria itu mengarahkan tangannya ke depan, tanpa keluar dari lift. Setelah Laila melangkah ke dalam ruang apartemen mewah berlantai mengilap, pintu lift kembali tertutup.

Laila berdiri terpaku, saat melihat seorang pria tampan berperawakan tinggi tegap yang tengah berdiri memandang ke arahnya. Dari wajah dan postur si pria, tampak jelas bahwa dia bukan warga asli Indonesia. Pria itu berjalan mendekat. Langkahnya begitu gagah dan penuh wibawa. Begitu juga dengan sorot matanya yang tampak dalam. Tenang, tapi terasa tajam dan mematikan.

“Anda siapa?” tanya Laila seraya bergerak mundur.

“Kamu masih bertanya aku siapa?” Pria itu balik bertanya. “Apa Lucy tidak memberitahumu?”

“Lucy? Aku ….” Laila tak sempat melanjutkan kata-katanya, karena si pria lebih dulu mendekat ke hadapannya. “Jangan mendekat!” cegah wanita itu sambil terus mundur, hingga punggungnya menyentuh dinding berlapis marmer.

Akan tetapi, si pria tak menggubris. Dia justru semakin maju, hingga tak menyisakan jarak sama sekali antara mereka berdua. Seketika, aroma parfume yang dipakai pria tampan tadi menguar dan menusuk indera penciuman Laila. “Siapa namamu?” tanyanya. Suara pria itu terdengar berat dan dalam.

“La-Laila,” jawab wanita dengan mini dress hitam tadi gugup. Belum pernah dia dihadapkan pada pria setampan itu.

“Laila? Nama yang sangat manis. Cocok dengan orangnya,” ucap pria berwajah bule tadi, diiringi seringai kecil. “Panggil saja aku Wira. Aku sudah membayar uang muka kepada Lucy, untuk mendapat pelayananmu malam ini hingga besok siang. Jadi, aku tidak menerima alasan apa pun,” terang pria yang memperkenalkan dirinya dengan nama Wira tersebut.

“Apa? Tidak! Aku bukan wanita penghibur!” tolak Laila tegas. Dia tak menerima, jika dirinya dianggap demikian.

“Kamu pikir ini main-main, Laila?” Tatapan pria tampan tadi terlihat semakin mematikan. “Sudah kukatakan, bahwa aku telah membayar untuk pelayananmu,” tegasnya penuh penekanan, seraya mencengkram erat pergelangan tangan Laila.

“Lepaskan aku!” Laila berontak, mencoba melepaskan diri dari cengkraman pria itu. “Aku wanita bersuami! Anda tidak berhak menyentuhku seperti ini!” Nada bicara Laila meninggi. Dia tidak suka diperlakukan tidak hormat seperti saat ini.

Namun, sepertinya pria bernama Wira tadi tak peduli. Dia justru meletakkan tangan kiri Laila yang masih dirinya cengkram ke dinding, tepat di atas kepala wanita itu. Saat Laila hendak melawan menggunakan tangan kanan, dengan cepat Wira menahan. Alhasil, kedua tangan Laila berada dalam cengkramannya. Wira menyeringai kecil, dengan sorot mata yang tampak begitu aneh. “Haruskah kugigit bibirmu agar diam?” Suaranya begitu berat dan dalam, tapi terdengar jelas di telinga Laila. Ucapannya bahkan membuat bulu-bulu halus di tubuh wanita cantik itu meremang. Agak liar, tapi penuh godaan yang menghadirkan sensasi luar biasa.

Seketika, tubuh Laila membeku. Dia memberanikan diri melawan tatapan pria bermata hazel tersebut. Laila juga harus menahan rasa pegal, karena kedua tangannya terangkat ke atas kepala.

Keberanian Laila ternyata tak berlangsung lama. Wanita cantik tersebut menjadi seakan tak bertenaga, ketika merasakan hangat bibir sang pemilik apartemen mewah itu di permukaan bibirnya. Perlawanan yang awalnya Laila lakukan, tak terlihat lagi. Dia terdiam pasrah, menerima setiap lumatan dari pria bernama Wira tadi.

Setahun menikah dengan Aries, tak pernah sekalipun pria itu menciumnya seperti yang Wira lakukan. Rasanya sangat berbeda, dan tentu saja menghadirkan getaran lain bagi Laila. Lama-kelamaan, wanita cantik berpostur semampai tersebut justru memejamkan mata. Laila begitu menikmati pertautannya, dengan pria yang baru dia temui beberapa saat lalu.

Sesaat kemudian, Wira menghentikan ciumannya sambil tersenyum puas.

“Manis." Dia melepaskan cengkraman di pergelangan tangan Laila, kemudian membopongnya menuju kamar. "Tapi, mari kita lihat, seberapa pintar dirimu.”

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Najwa Aini
Ada ya suami sekejam Aris
goodnovel comment avatar
Komalasari
𝐀𝐚𝐦𝐢𝐧, 𝐊𝐚𝐤. 𝐂𝐞𝐩𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐢𝐝𝐢𝐤𝐢
goodnovel comment avatar
Laila Ramadhani
nama gue juga Laila apa gue juga anak konglomerat 🥲
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status