"Itu 'kan tas yang dibawa teman Mama kemarin?" cetus Shetta secara tiba-tiba kala ia melihat sebuah tas yabg tengah ditunjukkan oleh mbok Yem.
Ya! Setelah mbok Yem meletakkan totte bag tersebut dan meninggalkannya di atas meja makan. Tak ada angin atau apapun, Shetta tiba-tiba saja melontarkan pertanyaan yang masih terasa sensitif.
Mendengar itu lantas membuat Shella terperangah dengan kedua alis terangkat. Ia tak menyangka jika Shetta akan berbicara demikian, mengingat pertemuan mereka yang terasa begitu singkat.
"Kenapa Shetta bisa menyadari kalau tas itu milik Hans!?" batin Shella yang kini terdiam membeku.
Akan tetapi, Dion sepertinya menunjukkan reaksi yang berbeda. Lelaki itu masih terlihat tenang meski dengan kening yang mulai mengerut menatap buah hatinya.
"Teman Mama?" Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arah sang istri, "Siapa? Apa kemarin ada tamu ke rumah?"
Pias!! Shella kini tampak gelagapan entah apa yang harus ia katakan terkait pertanyaan suaminya.
Dion tentu merasa kaget karena ia tak mengetahui jika rumahnya kedatangan tamu, ia pun mulai menerka siapa orang yang dimaksud.
Sedangkan Shella jelas terlihat kebingungan, kedua mata yang tengah memandang ke segala arah dan berusaha untuk tidak menatap wajah Dion.
"Apa Cindy sempat kemari?" tanya Dion tiba-tiba.
Di kala kebingungan yang tengah melanda seorang ibu beranak satu tersebut, pertanyaan Dion justru memunculkan sebuah ide untuknya.
"Ah! I-itu ...."
"Tante Cindy? Bukannya kemarin yang dateng itu laki-laki ya, Ma?" sambar Shetta.
Deg!!
Belum sempat Shea menuturkan jawabannya bahkan hendak berbohong, rupa-rupanya niatan tersebut telah lebih dulu digagalkan oleh Shetta, anaknya sendiri.
Hal itu lantas membuat Dion terkejut bukan main, kenapa teman lelaki? Bahkan jika diingat kembali, Shella tidak punya teman lelaki yang begitu akrab sedari dulu.
"Lelaki?" tanya Dion memastikan, "Aku baru tahu kamu punya teman lelaki," tambahnya dengan raut wajah sedikit berubah.
Alih-alih menjawab, kini Shella semakin bingung dengan pertanyaan Dion yang selali merujuk pada suatu hal yang tak ingin ia jelaskan.
Dengan napas tercekat-cekat serta gerak gerik yang begitu aneh Shella pun mencoba menjawab, "I-itu ... teman lamaku, Mas. Dia baru tiba di Jakarta setelah merantau ke Kalimantan."
Ya! Wanita itu akhirnya terpaksa berbohong kepada Dion, suaminya sendiri. Karena seumur hidupnya ia tak pernah memiliki seorang teman yang tulus apa lagi teman lelaki.
Meskipun jawaban yang ia berikan terasa kaku dan terdengar aneh, namun Shella berharap Dion akan percaya dan tidak curiga.
"Lantas, kenapa bisa ada sama mbok Yem?" tanya Dion.
"Ah, ya ... aku juga tidak tahu, katanya dia lupa memberikan ini sama Shetta. Jadi dia meninggalkannya di depan pintu, itupun aku baru tahu setelah dia menelepon," tutur Shella dengan tetap berusaha tenang, terlebih saat ini Dion tampak kebingungan, "Dan waktu aku mau mengambilnya barang itu sudah tidak ada, saat aku mau menanyakan pada mbok Yem tiba-tiba Shetta memanggil dan minta untuk ditemani tidur siang. Alhasil aku lupa sampai hari ini."
Ya, penuturan Shella memanglah terdengar meyakinkan, bak aktris sinetron yang sudah sangat ahli dalam berakting.
Untuk sesaatpun mereka terdiam, dengan Dion yang tampak mengenyitkan keningnya seolah memikirkan hal terasa mengganjal di pikirannya.
Di samping itu, Shetta yang terlihat asyik membuka tote bag yang rupanya berisi sebuah boneka Barbie, mainan kesukaannya.
"Asyik!! Lucu sekali!" teriak Shetta yang tampak begitu senang dengan mainan tersebut.
Melihat reaksi Shetta yang sangat antusias dengan barang pemberian teman istrinya membuat Dion yang awalnya terlihat bingungpun dengan sendirinya lelaki itu tersenyum dan berusaha menyembunyikan pertanyaan yang memenuhi otaknya.
"Begitu ya, Mas baru tahu juga," ucap Dion tanpa rasa curiga, lalu ia melirik jam tangan dan kemudian kembali berkata. "Sepertinya kita harus segera berangkat. Ayo, Nak! Kita berangkat sekolah!"
Seperti tak terjadi apa-apa, Shetta menganggukkan kepalanya begitu saja dan segera menuruni kursi.
Mereka pun bergegas pergi meninggalkan rumah setelah berpamitan dengan mbok Yem. Tentu dengan pikiran Shella yang terasa begitu kalut.
Hingga sepanjang perjalananpun Shella tampak lebih banyak diam, membuat suasana terasa dingin.
Apa lagi jika bukan karena Hans? Lelaki itulah cikal bakal dari suasana yang terjadi pagi ini.
"Astaga, Hans. Kenapa kau tidak memberikan kesempatanku untuk hidup tenang? Bahkan setelah aku berhasil membuat mas Dion menceraikan wanita itu," gumamnya dalam hati.
Tak lupa pula dengan Dion, di balik kemudinya ia tampak memfokuskan pandangannya pada jalanan yang tampak ramai lalu lintas.
Meskipun begitu, Dion tetap merasa aneh dengan kejadian hari ini. Ia seperti melewatkan sesuatu yang teramat penting.
"Kenapa hatiku merasa ada yang salah? Tapi apa!?" batinnya.
Dion beberapa kali menghela napas panjang, dengan berjuta pertanyaan yang muncul dalam pikirannya.
Ia merasa bahwa Shella bertingkah aneh hari ini, meski Dion ingin memastikannya dengan benar namun hal itu tentu bukan sebuah solusi karena ia takut jika Shella merasa tersinggung.
Di tengah-tengah itu tiba-tiba sebuah dering notifikasi mengejutkannya, Shella lantas merogoh tas dan mengeluarkan gadget miliknya.
Betapa terkejutnya wanita itu kala ia membuka isi pesan ....
[Selamat pagi! Aku harap kamu tidak lupa memberikan hadiahku untuk Shetta, apakah dia menyukainya?]
Pesan itu sontak membuat Shella terkejut bukan main, ia tak menyangka dengan niatan Hans serius. Bahkan setelah ia diusir beberapa kali.
***
"Ck! Dibaca saja rupanya," geram Hans dengan terus menatapi kayar ponselnya berharap sebuah notifikasi yang datang berasal dari Shella.Bukan tanpa alasan, Hans tentu mempunyai maksud tersendiri untuk menyapa Shella, terlebih pada waktu-waktu kebersamaan Shella dengan suaminya.
Hans pun mengembuskan napasnya dengan berat, bahkan memainkan ponselnya dengan tangannya.
Meski ia tahu jika Shella tidak akan pernah membalas pesannya namun tetap saja hal itu membuatnya tidak nyaman.
Lalu terbesit sebuah ide yang tiba-tiba muncul dalam otaknya, Hans lantas kembaki membuka layar kunci pada smartphone miliknya.
"Maafkan aku, sudah kubilang jangan mempermainkanku, terlebih tentang Shetta," gumamnya.
Hans lantas mulai mengetikkan sebuah oesan yang ditujukan untuk Shella, pesan yang mungkin membuat wanita itu terkejut dan tak akan menolaknya lagi kali ini.
Dengan senyuman sinis yang menghiasi paras tampannya, Hans telah selesai mengirimkan pesan tersebut lalu meletakkan kembali ponsel tersebut di atas meja kerjanya.
Di tempat lain, Shella merasa begitu muak dengan beberapa panggilan telepon dari sosok lelaki pengganggu baginya.
"Tch! Gak ada habisnya!!"
Detik berikutnya terdengar kembali bunyi notifikasi ponselnya yang semakin membuat wanita itu hilang kesabaran.
Sungguh, keberadaan Hans membuatnya sangat tertekan, terlebih lelaki itu sudah berani mengunjungi rumahnya.
Kala ia mengecek ponsel tersebut dan membuka sebuah pesan, matanya kembali terbelalak dengan alis terangkat.
Reaksi Shella pun tampaknya telah disadari oleh Dion, lelaki itu sontak menoleh dan menaikkan alisnya, "Ada apa?"Shella mengerjap lalu mendelikkan pandangannya, ia rupanya terlalu menunjukkan reaksi berlebihan sehingga menimbulkan tanya dalam diri suaminya."Ah! Tidak apa-apa, aku hanya terkejut melihat berita di sosial media yang sedang ramai," jawab Shella."Oh ya? Berita apa memangnya?"Skakmatt!!Shella kini ketar ketir, kebohongan yang semakin jauh telah membuatnya tenggelam dalam rasa bersalah. Bahkan ia tak tahu harus menjawab apa karena wanita itupun belum mengetahui apa yang tengah ia bicarakan."Umm ... hanya gosip kok, biasalah ... selebriti jaman sekarang sukanya cari sensasi," jelas Shella berusaha menjelaskan meski ia merasa begitu gugup.Dion hanya menganggukkan kepala dan percaya begitu saja dengan ucapan Shella, meski dalam hati kecilnya ia merasa sesuatu yang tampak aneh dari sikap istrinya."Apa kami tahu? Aku merasa kalau sikapmu sedikit berbeda," tutur Dion yang
Perlahan namun pasti, Dion membaca isi dari kartu undangan itu, yang tertulis dua buah nama."Rumi??" gumamnya dengan mata menyipit, "Mungkinkah ...."Dion pun menghentikan ucapannya kala ia mengingat sebuah nama yang ia kenal dengan sangat baik, bahkan menerka-nerka siapa Rumi yang dimaksud dalam kartu undangan tersebut. Terlebih calon istri Bryan memanglah memiliki nama yang sama dengan mantan istrinya.Seketika itu pula sosok wanita itu membayangi pikirannya, hingga membuat Dion terhanyut di dalamnya."Tapi bukankah banyak orang yang memakai nama itu?"Dio terus menerus menerka dan mengira calon istri Bryan, mungkinkah hubungan keduanya terjalin dengan baik selama ini?Lalu detik itu pula, Dion berdecih dan menampakkan senyuman sinisnya, "Apa peduliku? Toh dari dulu mereka memang menjalin hubungan di belakangku."Ya! Pendapat tersebutlah yang selalu ia pegang sedari dulu, sebuah tuduhan yang tak berdasar hingga membuat dirinya yakin untuk segera menceraikan Rumi, sang istri yang i
Dengan sepasang mata melotot, Shella masih berpikir dan harus memutar otak agar Dion tidak merasa curiga dengan gelagatnya."Apa dia mendengar percakapanku barusan?" batinnya menerka-nerka.Di samping itu, Dion tampak mulai berjalan menghampiri dirinya. Seolah merasa penasaran dengan urusan istrinya sendiri."Itu, umm ... Temanku ngajak hangout bareng," jawab Shella dengan rona wajah memerah."Fanny? Tumben sekali dia mengajakmu bertemu setelah sekian lama," jelas Dion yang kini telah berada di hadapan Shella, "Terus? Apa kamu terima ajakannya?"Tetapi Shella menggelengkan kepalanya, ia tentu tengah kebingungan karena Dion salah menduganya namun hal itu cukup membuatnya tenang karena artinya Dion tidak mendengar percakapan Shella dengan lawan bicaranya sebelum itu.Lalu seketika saja terlintas sebuah nama dalam benak diri wanita itu, ia teringat dengan sosok teman yang cocok untuk ia jadikan alasan."Bukan Fanny, Mas. Tapi Shanty yang mengajakku bertemu," jelas Shella.Dion pun menaik
"Ada apa, Sayang?"Ucapan itu lantas membuat Shella terkejut dan cepat-cepat membalikkan ponselnya seolah tak ingin terlihat oleh suaminya.Dengan terbata-bata Shella pun menjawab, "Ah! T-tidak apa-apa, hanya pesan dari grup teman-temanku saja."Sikap Shella kini tampak aneh, namun lagi dan lagi ... Dio hanya menganggukkan kepalanya seakan-akan tak menaruh curiga barang sedikitpun.Hal itu jelas saja membuat Shella merasa tenang dan bernapas lega setelahnya.Mereka melanjutkan perjalanan hingga akhirnya tiba di sebuah gerbang sekolah Shetta saat ini.Beberapa siswa TK tampak berlalu lalang beriringan bersama orang tua mereka masing-masing, bahkan tak jarang pula ada yang hanya diantar oleh seorang suster pengasuhnya."Selamat bersenang-senang ya, Nak!" ujar Dion kala puteri kecilnya berpamitan dengannya."Ok, Pi!" sahut Shetta sembari menuruni mobil bersama dengan sang ibunda.Mereka pun mulai berjalan meninggalkan mobil Dion dan memasuki area sekolah yang mulai terlihat ramai.Semen
Tok, tok!"Masuk," sahut Dion bernada datar kala ia sibuk dengan lamunannya sendiri.Ya! Sedari tadi lelaki itu tampak tak bisa memfokuskan dirinya pada pekerjaan yang telah bersedia menantinya.Bahkan sejak ia tiba di ruang kerjanya, alih-alih duduk dan bekerja lelaki itu justru hanya terdiam dan melihat-lihat beberapa berkas tanpa menelitinya lebih lanjut.Hingga ada akhirnya muncullah sang sekertaris dan segera menghampiri meja atasannya."Maaf, Pak. Saya hanya ingin memastikan bahwa sebentar lagi kita akan meeting bersama klien di restoran," tutur Vena setelah membungkukkan badan memberi hormat kepada sang atasan.Dion yang tengah bersandar pada kursipun sedikit terkejut, ia lantas mengubah posisi duduk dengan sedikit menaikkan kedua alisnya."Benarkah? Saya sampai lupa," sahutnya, "Jam berapa?""Kira-kira jam 11, Pak."Lelaki itupun mengerjap dan dengan kedua mata terbelalak setelah mengecek waktu pada sebuah jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, "Oh my! Bukankah itu kur
"Jadi, apa sebenarnya yang ingin kamu katakan padaku?" tanya Shella sesaat setelah ia selesai menyantap makan siangnya.Begitu pula dengan Shetta, gadis kecil itu kini kembali bermain air di tepi kolam kecil.Ya, Shella memang sengaja diam dan tidak mengatakan hal apapun saat Shetta masih berada di dekatnya, wanita itu hanya menikmati makanannya bersama sang anak, meski bibirnya sangat tidak sabar menahan semua pertanyaan untuk Hans.Sedangkan Hans, alih-alih menjawab dan menjelaskan maksud dan tujuannya mengajak Shella dan anaknya makan siang, lelaki itu justru hanya terdiam menatap Shella dengan senyuman manisnya.Bahkan Hans kini justru bersikap seadanya, menyeruput gelas jus lalu berkata, "Santai dulu, dong. Menikmati dulu suasana yang begitu hangat ini bukan?"Shella pun mendengkus seraya memutar bola matanya, rasa kesalpun mulai menjalari tubuhnya.Lalu Hans mengalihkan pandangannya menatap sosok gadis kecil yang asyik bermain air, dengan sesekali berusaha menangkap ikan kecil
Dion kembali menatap Shella bahkan tak berkedip sekalipun, ia begitu terkejut melihat sang istri yang tiba-tiba saja ada di tempat itu.Pasalnya hal itu terasa mengherankan bagi Dion, karena Bella tidak pernah sekalipun singgah ke tempat lain setelah pulang dari sekolah Shetta, bahkan jika diingatpun wanita itu tidak begitu menyukai tempat ramai dan memilih untuk segera kembali ke kediamannya dan bermain bersama Shetta.Dion lantas mengerjapkan mata lalu segera menggendong tubuh sang puteri kecilnya dan kemudian berkata, "Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanyanya kepada Shella.Alih-alih menjawab, Shella justru terdiam membisu, bibirnya seakan-akan kelu dan tak mampu menjawab pertanyaan Dion yang kini menatapnya serius."Bagaimana ini? Aku harus menjawab apa!? Bisa-bisanya ketahuan seperti ini," batinnya dengan sejuta pikiran kalut yang menguasai dirinya.Shella bingung, menatap ke sembarang arah."Tunggu!!"Lalu di tengah-tengah situasi tersebut, terdengar suara bariton bersama dengan
Shella mengedarkan pandangannya di ruang makan sesaat setelah ia selesai memasak dan membawa masakan itu untuk makan malam.Akan tetapi ia merasa heran, pasalnya ia belum melihat suaminya, hanya Shetta lah yang menduduki kursi seolah telah siap untuk makan malam bersama.Shella lantas menatap anak perempuannya lalu bertanya, "Papa mana, Nak?"Shetta yang tengah memainkan sendok dan garpu yang ia ketuk-ketukkan di atas piringpun mengerjap dan mengangkat wajahnya, "Oh? Papa tadi pamit sebentar ke ruang kerjanya, Ma."Untuk sesaat Shella pun terdiam, "Di ruang kerja? Apa pekerjaannya belum selesai?"Seketika muncul berbagai pertanyaan dalam benak diri perempuan itu, pasalnya ini merupakan kali pertama saat waktunya makan malam, Dion justru melipir bahkan tidak mengatakan apapun kepadanya.Sementara di ruang kerja pribadi yang terletak di lantai atas, Dion tengah duduk di atas kursi putar miliknya.Ya! Lelaki itu memang tengah asyik mengotak-atik komputernya, namun bukan untuk menyelesaik