Share

Bab 5. Mencari Jalan Keluar

"Ternyata di sini tempat Mas Hamid dan perempuan bernama Nandita itu bekerja."

Beberapa hari setelah ia mendapati suaminya tidur dengan perempuan lain, Analea memutuskan untuk keluar rumah–dan kini berdiri di depan sebuah gedung bertingkat bertuliskan PT Bina Sanjaya.

Ia telah melakukan sedikit penyelidikan mengenai perempuan yang tidur dengan suaminya tempo hari. Analea bertekad akan menggugat cerai Hamid jika ia tidak bisa membuat pria itu menceraikannya. Salah satu caranya adalah dengan menyewa pengacara dan mengumpulkan bukti perselingkuhan.

Namun, untuk melakukannya, ia butuh uang,

Oleh karena itu, sejak beberapa hari yang lalu, berbekal pendidikan sarjananya, Analea sibuk mengirim lamaran kerja ke beberapa perusahaan, dan pagi ini PT Bina Sanjaya memanggilnya untuk melakukan wawancara.

Ia sama sekali tidak menduga sebelumnya bahwa ternyata suami dan selingkuhannya bekerja di perusahaan yang sama. Begitu banyak kesempatan yang mereka peroleh untuk berhubungan di belakang Analea.

Analea menggelengkan kepalanya, berusaha fokus dengan wawancara hari ini dibandingkan kembali memusingkan suami yang membuatnya sakit hati.

Setelah menghela napas panjang, Analea mengayunkan kaki jenjangnya memasuki gedung lima lantai itu. Ia langsung memasuki lift dan menekan lantai di mana wawancara diadakan.

“Wawancaranya di lantai empat ya? Auditorium.”

Analea menoleh saat seorang wanita lain menyapanya. Dengan kikuk ia mengangguk dan menyahut, “Iya, Mbak. Wawancara juga?”

Wanita itu hanya tersenyum. Analea mengamati penampilan sosok di sampingnya dan diam-diam meringis karena tiba-tiba tidak percaya diri.

Apabila dibandingkan, penampilan mereka tampak jauh berbeda. Wanita yang tengah bersamanya tersebut tampil bersih dan berkelas dengan pakaian formalnya, sementara Analea hanya mengenakan blus polos berwarna hijau muda yang dipadukan dengan celana kulot hitam.

Dan itu adalah pakaian terbaiknya.

“Mari, Mbak. Sukses wawancaranya ya.”

Analea menoleh. Ternyata wanita yang tengah bersamanya ada turun di lantai 2 dan merupakan karyawan.

Baru saja pintu lift akan tertutup, sesosok pria yang familier bagi Analea menahan pintu. Betapa terkejutnya dua orang yang tengah berhadapan tersebut ketika mengenali satu sama lain.

“Kamu!” Tatapan Hamid menajam. Di sebelahnya, Nandita, selingkuhan Hamid, tampak tenang dan tampil anggun.

Analea mengernyit. ‘Oh, jadi di kantor pun kalian sedekat ini?’ batinnya.

Dengan segera, Hamid menarik Analea agar keluar dari lift dan membawanya ke ujung koridor yang cukup sepi dengan kasar. "Ke sini ...!"

“Mas, lepas!” Analea menarik tangannya. Wanita itu sempat menoleh dan mendapati Nandita tengah melihatnya.

"Ngapain kamu ke sini?" desis Hamid dengan wajah khawatir. Tatapannya nyalang menatap Analea. Rupanya, ia benar-benar khawatir dengan kata-kata Analea beberapa hari yang lalu.

"Kenapa?" sahut Analea. Ia mengelus tangannya yang baru bebas dari cengkeraman Hamid. Ditatapnya Hamid dengan pandangan mengejek. “Kamu khawatir orang-orang di sini tahu bahwa kamu si pria peselingkuh?”

“Jangan main-main, Ana!” bentak Hamid dengan suara tertahan. “Jawab pertanyaanku!”

Analea menghela napas. “Aku ada panggilan wawancara,” jawab wanita itu pada akhirnya. “Jangan khawatir. Belum waktunya aku membongkar perselingkuhanmu, Mas.”

"Itu hanya terjadi sekali!” Hamid mendengus kesal. "Dan jangan bohong, Ana! Tidak sembarangan orang bisa bekerja di sini."

Analea tersenyum tipis. "Kamu saja bisa bekerja di sini. Lalu, kenapa aku nggak?"

Usai mengatakan itu, Analea berbalik pergi tanpa menyapa Nandita yang masih berdiri di dekat pintu lift.

Hamid menatap geram kepergian Analea yang lebih dulu masuk ke dalam lift.

"Kenapa? Ada masalah?" Nandita yang sejak tadi memperhatikan perdebatan suami istri itu dari kejauhan, datang menghampiri Hamid

"Ternyata Ana mengikuti wawancara di auditorium. Kalau dia diterima, bisa kacau semua." Hamid memijat keningnya. Ia menoleh pada wanita yang telah ia kenal sejak lama tersebut. “Kamu tahu sesuatu? Bagaimana bisa orang sepertinya lolos tahap seleksi berkas? Dia belum pernah bekerja sebelumnya”

Nandita mengangkat sebelah alisnya. “Kenapa kamu kelihatan khawatir sekali? Lolos tahap seleksi berkas bukan berarti ia akan langsung diterima bekerja di sini.”

“Karena–” Ucapan Hamid terputus saat ia melihat Nandita. Karena berubah pikiran, Hamid urung menyampaikan penjelasannya. Ia malah menghela napas. “Sudahlah. Perempuan itu. Kenapa setelah menikah dia justru makin sering membuatku kesal?”

Awalnya, Hamid sungguh kecewa karena menemukan bahwa tidak ada darah di malam pertama pernikahannya dengan Analea. Semua kabar yang ia dengar membuatnya makin kesal karena Analea begitu tega membohonginya.

Hingga kemudian ia tergoda dengan kenyamanan yang disodorkan oleh Nandita, atasan sekaligus teman masa kecilnya. Sampai akhirnya mereka tidur bersama. Sepintas terpikir bahwa ini adalah satu cara untuk membalas Analea.

Ya, Hamid ingin Analea merasakan bagaimana dikhianati oleh orang yang ia cintai.

Namun, sekarang Analea justru mengancam untuk bercerai darinya. Tentu tidak bisa begitu!

Wajah Hamid berangsur makin keruh dan suram. Melihat hal itu, Nandita menepuk lengan Hamid pelan.

“Jika memang kehadirannya mengganggumu, jangan khawatir,” ucap wanita berpakaian mini itu. “Kamu tenang aja. Wawancara itu aku yang atur semua.”

Wanita itu tersenyum angkuh.

“Aku jamin istrimu itu tidak akan diterima di sini."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Just Rara
lah kan yg punya perusahaannya bukan km nandita,mana bisa km berbuat semau mu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status