Share

Bab 6. Dipermalukan

"Aku jamin istrimu itu tidak akan diterima di sini."

Wanita yang hobi memakai rok mini itu memang memiliki sedikit memiliki kuasa di PT Bina Sanjaya. Ia berniat memanfaatkan jabatannya selaku salah satu manajer untuk membuat Analea sulit diterima di perusahaan tersebut.

Hamid mengangguk dengan wajah tak terbaca. Pikirannya masih terus tertuju pada Analea. Wanita yang sebenarnya masih ia cintai. Namun, egonya sebagai laki-laki benar-benar terasa diinjak-injak apabila bersama Analea saat ini.

Di sisi lain, Analea telah sampai di ruang tunggu yang terletak di dekat ruang auditorium. Ruang tersebut cukup luas dan diisi oleh puluhan pelamar yang hendak wawancara.

Analea mengedarkan pandangannya pada para wanita yang memiliki tujuan sama dengannya. Wanita itu meringis membandingkan penampilan dirinya dengan pelamar lain. Pakaian yang ia kenakan sangat berbeda dari yang lainnya. Bukan karena lebih bagus, melainkan karena modelnya yang terlalu sederhana serta warna yang sedikit mencolok.

Helaan napas panjang berkali-kali ia embuskan demi menenangkan diri hingga akhirnya nama Analea dipanggil. Belum apa-apa, ia sudah kecil hati.

Ketika akhirnya masuk ke ruang auditorium bersama beberapa pelamar lain, Analea terkejut saat melihat Nandita ada di antara para pewawancara. Wanita itu tampak paling dihormati di ruangan itu.

Mata mereka bertemu selama beberapa detik. Tampak Nandita menoleh ke orang yang tengah duduk di sebelahnya. Wanita itu nampak  sedang mengatakan sesuatu. Analea bingung, karena setelah itu, orang di sebelah Nandita  melihat dirinya dengan pandangan menghakimi.

Tepat di saat Analea memperkenalkan diri, pria berkemeja putih yang duduk di sebelah Nandita itu langsung saja berkomentar, “Anda yakin mau kerja di sini dengan penampilan seperti ini?"

Analea tergeragap, tidak siap karena yang pertama dikomentari justru caranya berpakaian.

"I-iya, Pak."

“Saudari Analea, apakah saat melamar posisi ini, Anda memahami tugas-tugas apa yang akan Anda kerjakan apabila Anda diterima di sini?”

Karena merasa terintimidasi, apalagi dengan pandangan para pewawancara yang seakan meremehkannya, Analea menjawab sepatah-sepatah. Dan itu malah membuatnya makin diserang

"Anda tahu kalau kami sedang mencari orang untuk bagian marketing,” Pria yang sama kembali berkata sebelum kemudian mendaftar tugas-tugas apa yang Analea ingat ada di form lowongan kerja waktu itu. “Oleh karena itu, Saudari Analea harusnya paham bagaimana harus tampil. Apalagi saat wawancara kerja seperti ini.”

Analea mengangguk lemah. Tatapan-tatapan dari orang-orang di hadapannya membuatnya tak mampu lagi berpikir. Ia tidak dapat berkonsentrasi dengan baik.

"Anda dituntut untuk mampu membuat pihak lain yakin dengan produk yang akan Anda tawarkan. Namun ….” Pria itu menghela napas, lalu menuliskan sesuatu di catatannya.

Bahu Analea makin turun. Pemikiran dan dugaan positifnya untuk dapat diterima bekerja di perusahaan ini kandas sudah.

Ia bisa merasakan lirikan-lirikan dari para kandidat lain yang masuk ke ruangan bersamanya, tetapi ia tidak bisa melihat apakah mereka bersimpati, atau justru menghakimi. Mungkin jika bisa tertawa, mereka pun akan cekikikan melihatnya sekarang.

Ditambah lagi seringai Nandita yang berada di meja pewawancara makin menjatuhkan harga diri Analea.

"M-mohon maaf, Pak," ucap Analea kemudian sebelum pewawancara di depannya berpindah ke kandidat lain. Rasa malu dan kecewa memenuhi dadanya, terasa menyesakkan.

"Bagi kandidat yang telah selesai wawancara, dipersilakan meninggalkan ruangan." Suara seorang wanita akhirnya membuat Analea mendongak.

Nandita mungkin sudah merasa puas melihat kejatuhan Analea sehingga ia bisa mengatakan hal tersebut.

Mungkin orang lain akan melihat selingkuhan suaminya itu baik hati karena bersimpati atas ketidaknyamanan Analea. Mereka tidak melihat sorot mata meremehkan saat keduanya bertukar pandang.

“Jangan mimpi kamu bisa kerja di sini.”

Kalimat itulah yang Analea tangkap dari tatapan meremehkan dan senyum angkuh penuh kemenangan Nandita.

Dengan rasa sesak di dada, Analea bangkit berdiri. Langkah yang dipaksakan tegap membawanya keluar dari ruang auditorium.

Wanita itu mengayunkan kakinya hendak keluar dari gedung. Langkahnya gontai menyusuri koridor gedung perkantoran itu. Kembali, ia memperhatikan beberapa karyawati yang tampilanya sangat jauh berbeda darinya, tampak elegan dan berkelas.

Sedangkan dirinya ... Analea memandang tubuhnya dari cermin lift yang membawanya turun. Pantulan bayangannya membuatnya kembali meringis.

"Memang aku tampak kampungan," batinnya. “Harusnya aku tampil lebih formal lagi.”

Analea memutuskan untuk pulang. Wanita itu menunggu angkutan umum di sebuah halte yang berada di depan sebuah supermarket.

Sambil menunggu, matanya sibuk memperhatikan orang-orang yang lalu lalang keluar dan masuk supermarket besar itu.

Pandangannya tertuju pada seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari sana. Wanita itu terlihat sangat cantik di usianya yang sudah tak muda lagi. Meskipun tidak menggunakan warna-warna yang mencolok, wanita tersebut mampu menyita perhatian Analea saat melangkah ke tepi jalan, seperti ada magnet yang menarik fokus Analea agar tetap tertuju pada si wanita paruh baya.

"Wanita itu cantik sekali," gumam Analea tanpa sadar, mengagumi pakaian wanita berhijab itu dengan model sederhana, tetapi terlihat anggun dan berkelas. “Padahal ia pasti jauh lebih tua dibanding Ibu.”

Analea teringat ibu angkatnya.

Tiba-tiba saja, perhatian Analea teralihkan pada teriakan-teriakan dari sisi tubuhnya yang lain. Ia menoleh dan entah dari mana datangnya, Analea melihat sebuah motor melaju kencang ke arah wanita paruh baya itu.

Tidak sempat berpikir lagi dan mengandalkan refleksnya, Analea spontan berlari ke arah wanita berjilbab tersebut.

“Ibu! Awas!”

Bruk!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Just Rara
semoga analea gak kenapa2 ya
goodnovel comment avatar
Setyawati Setyawati
...... ups. Waduh...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status