“Mas, siapa itu?” Nirmala merasa tak asing, ketika mendengar suara wanita yang bertriak di depan.
“Kamu jangan turun, tetap di sini.” Firman langsung berbalik, meninggalkan Nirmala. Ia langsung kembali turun ke lantai bawah. Wajah paniknya, begitu terlihat jelas. “Firman, istri pertamamu marah-marah di depan, Nak.” Ucap wanita pemilik kos, yang sudah hampir menaiki tangga hendak menyusul Firman. “Aku tidak menduga jika Amira akan menyusul kesini Bu.” Firman semakin mempercepat langkah kakinya. “Doni, jangan halangi aku masuk. Apa kau bekerja sama untuk menyembunyikan wanita murahan itu?” Teriak Amira saat Doni, teman Firman menghalangi ia yang dendak masuk. Ia terpaksa berteriak diluar pagar. “Mbk, tolong jangan berteriak di sini. Orang-orang sudah pada tidur.” “Biar saja, biar semua orang tahu siapa yang di bawa Mas Firman. Kamu juga, kenapa malah menerima wanita itu di sini.” Amira pun memarahi Doni, ia terus mencoba menerobos masuk. “Kamu juga harus tahu Don, wanita itu masih memiliki suami.” “Amira! Apa yang kamu lakukan? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk menunggu di rumah saja?” Firman pun menarik tangan Amira, mendorong sang istri untuk masuk kedalam mobil. “Don, tolong masukkan motor ini ya.” Ucapnya sembari menunjuk kearah motor yang di kendarai Amira, saat menyusulnya tadi. Firman pun melajukan mobil dengan kecepatan sedang, membelah jalanan malam ini. Amira terus mengumpat, berbicara panjang lebar. Bahkan ia terus memaki Nirmala, kata-kata hinaan terus keluar dari mulut wanita itu. Firman hanya diam, mencoba mengabaikan kata-kata yang Amira lontarkan. Akan percuma saja, jika ia membujuk Amira saat ini. Amira yang di kuasi cemburu, tak mungkin dapat dengan mudah di luluhkan. Firman terus fokus menatap jalanan, yang nampak lengang malam ini. Setelah tiba di rumah, Amira langsung keluar dan membanting pintu mobil. Berjalan memasuki rumah, dengan menghentak kan kedua kakinya. Firman pun, langsung menyusul sang istri dengan cepat. “Mas, jangan diam saja. Ayo kita bicarakan masalah ini sekarang juga.” Ia menarik tangan Firman, ketika sang suami terus mengabaikannya. “Ini sudah larut malam Amira, istirahatlah. Aku lelah.” Tanpa peduli pada Amira, Firman langsung memasuki kamar mandi. Setelah seharian sibuk, akhirnya ia bisa membersihkan diri. Amira duduk di tepi ranjang tempat tidur, menunggu sang suami yang masih berada di kamar mandi. Wanita itu melipat kedua tangannya di dada, matanya bahkan mulai terlihat sembab. Firman yang sudah selesai membersihkan diri dan mengenakan pakain, langsung merebahkan diri. Ia bahkan tidak berbasa-basi pada Amira. Merasa diabaikan Amira menagis, bahkan tangisannya sengaja ia kencangkan. “Amira, kenapa lagi? Untuk apa lagi kamu menangis malam-malam begini?” karena tak tahan dengan suara tangisan Amira, ia pun kembali duduk. “Aku tidak akan meninggalkanmu, aku hanya menginginkan anak darinya.” “Tapi, mengapa harus dengan wanita itu, Mas? Aku tahu Mas memang masih mencintainya sejak dulu.” Hati Amira semakin teriris ketika mengingat, bahwa kedua orang tua Firman saja masih mengingat Nirmala. Apa lagi, ia pernah menemukan sebuah foto milik Nirmala di dompet Firman. Untungnya saat ia meminta membuang foto itu, Firman langsung setuju. “Amira, sudahlah.” Firman berusaha menggenggam tangan sang istri, namun Amira dengan cepat menepis tangan Firman. “Bahkan, Mas masih mau menerimanya meski wanita itu sudah menikah. Aku yakin, setelah Mas menikahinya, Mas pasti akan membuang ku.” Selain memang mencintai Firman, Amira takut jika Firman menceraikannya. Bagaimana kehidupannya kedepan, bahkan kehidupan orang tuanya juga membaik semenjak ia menikah dengan Firman. Firman yang memiliki jabatan tinggi di sebuah prusahaan, tentu bisa menjamin kehidupannya yang nyaman, dan serba ada. “Aku tidak akan menceraikanmu Amira, aku sungguh tak sengaja bertemu dengan Nirmala. Ia sudah bercerai dengan pak Husen, aku hanya kasihan.” Tentu saja Firman tidak menceritakan di mana sebenarnya ia bertemu dengan Nirmala, bisa-bisa murka Amira padanya. “Pak Husen?” “Iya, pak Husen. Mantan suaminya Nirmala.” Amira begitu terkejut, sang suami menyebutnya dengan sebutan “Pak” ada sesuatu yang janggal baginya. “Kenapa Mas Firman menyebutnya dengan ‘Pak’ sepertinya wanita itu memang tidak beres. Apa suaminya sudah tua ya, tidak mungkin suaminya menceraikan Nirmala begitu saja. Pasti ada suatu hal, sepertinya aku harus tahu di mana pak Husen itu berada.” Guman panjang Amira, ia akan mencari kelemahan Nirmala. Sepertinya itu satu-satunya hal yang bisa menggagalkan niat sang suami untuk menikahi Nirmala. “Amira! Kenapa malah melamun?” Firman heran, atas sikap sang istri. Apa dia salah bicara? “Lalu, berapa anak yang di miliki Nirmala bersama pak Husen?” mendengar pertanyaan Amira, Firman pun bingung. Ia bahkan belum sempat menanyakan hal itu. Di rumah bordir tadi, Nirmala sempat menanyakan bagaimana jika ia tak bisa memberi Firman keturunan, tapi ia tak begitu menanggapi hal itu. Ia hanya fokus mencari cara agar Nirmala, bisa ia miliki. “Jangan bilang bahwa dia tidak punya anak dengan oak Husen itu, Mas?” “Lalu, apa masalahnya?” Firman semakin bingung, kemana arah pembicaraan sang istri. “Apa masalahnya kamu bilang? Tentu ini masalah, Mas.” Ucap Amira berapi-api, ia seperti menemukan satu celah penting. “Itu artinya Wanita itu juga mandul.”Setelah tiba di mobil, Firman mencoba menghubungi Nirmala. Tidak dapat di hubungi, akhirnya rentetan pesan pun ia kirim. Firman berharap, pesan itu dapat segera di baca oleh Nirmala.Firman benar-benar tidak menyangka jika istri keduanga itu, tengah mengandung. Bagaimana mungkin, Nirmala tidak mengabarkan hal ini padanya. Padahal, kehamialan ini begitu mereka tunggu dan inginkan.Firman terus memandangi hasil USG yang di berikan wanita pemilik kos tadi. Menurut cerita wanita itu, ia menemukan benda itu di meja kamar Nirmala, saat sedang membersihkn kontrakan setelah Nirmala pergi.Amira memejamkan mata dan membuang muka. Sementara, Firman sesekali melitiknya menatap dengan tapapan tidak suka.Selama perjalanan, tidak ada kata-kata yang dapat Firman ucapkan. Kemelut di hati pria itu, kian membingungkan. Semakin rumit.Kekecewaannya terhadap Amira, membuatnya hilang akal dan melakukan hal yang tidak pantas. Hal itu juga yang membuatnya kembali bertemu dengan Nirmala.Prasaan yang
Setelah mendengar cerita Amira, yang mengatakan jika pria itu hanya menanyakan tentang ditinya saja. Lalu Ia berpikir, mungkin saja jika pria itu benar-benar teman dekatnya di kampung.Tapi, saat mobil miliknya berhenti dan Firman hendak turun menemui pria itu, Firman terkejut.“Loh, kemana orang itu tadi? Kok bisa cepat sekali dia pergi?”Firman melihat sekeliling, namun mobil dan pria itu sudah tak terlihat. Menghilang sangat cepat.“Lohh gak jadi kamu ajak orang itu ngobrol, Mas?” Amira tentu saja terkejut, setelah memutuskan untuk turun dan bertanya langsung siapa pria itu, namun beberapa menit Firman sudah kembali masuk kedalam mobil.“Sudah hilang, tapi kok cepat sekali.” Gumannya, namun sang istri masih dapat mendengar.Setelah duduk di belakang kemudi, Firman pun terdiam. Mencoba kembali mengingat sosok pria itu. Namun, ia tak kunjung dapat mengingat. Ia pun merasa janggal, jika memang pria itu teman lamanya, lalu mengapa dia menghilang.Meski Firnam masih di liputi ras
Keheningan masih terjadi di meja makan pagi ini. Firman benar-benar tidak tahu harus menjawab apa, atas apa yang di katakan Amira. Keduanya sibuk menghabiskan isi piring masing-masing.“Mau kemana?” tanya Firman, ketika melihat Amira susah berpakian rapi.“Kan aku sudah bilang, akan menjemput Nirmala hari ini.”“Apa kamu yakin, Nirmala akan ikut?” Amira menelan salivanya, sejujurnya ia juga tidak yakin jika Nirmala akan pulang. “Lihat, kamu saja terlihat ragu.”Tangan Firman terulur menyentuh tangan Amira. “Sudahlah jangan paksa dia pulang. Mas yakin, ini yang terbaik untuk rumah tangga kita.”“Tapi Mas, semenjak Nirmala pergi dari rumah, Mas juga tidak pulang kerumah. Aku tahu, dan aku sadar ini semua salahku.” Suara bergetar terdengar di kalimat Amira.Tekadnya sudah benar-benar bulat, untuk mempertahankan rumah tangganya bersama Firman. Ia tidak ingin kehilangan segalanya, kehilangan suami atau pun kehilangan sumber uangnya.“Bukan begitu, aku memang sedang banyak pekerjaan, makany
Sepulang dari kontrakan Nirmala, wajah Amira masih terlihat murung. Ia masih tidak menyangka jika Firman, benar-benar tidak berada disana. Sepulangnya sang kakak dan iparnya, Amira hanya duduk menunggu kepulangan Firman yang entah kapan. Semenjak kepergian Nirmala, Amira benar-benar harus mengurus rumah seorang diri. Firman benar-benar tidak memberikannya seorang pembantu.Alhasil, wanita ini kelelahan meski hanya mengurus rumah saja. Bukan hanya itu, uang bulanan pun, juga ikut di kurangi oleh Firman.Hari ini harusnya Nirmala ikut pulang bersamanya kerumah. Namun nyatanya ia gagal, untuk membujuk adik madunya itu. “benar-benar merepotkan, kenapa ia betah tinggal dikontrakan sempit dan kumuh itu. Aku yakin, sebenarnya ia tahu dimana mas Firmab berada. Pokoknya besok ia harus pulang, aku tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah.” Amira terus mengumpat. Rumah mewah yang baru seminggu Nirmala tinggalkan ini pun, sudah nampak begitu kotor. Piring kotor menumpuk, pakian pun demikian. Hamp
Amira tertunduk cukup lama, sementara perempuan yang ia bawa tadi, terus menepuk pundaknya. Wanita itu berusaha menenangkan sang Adik ipar.“Nirmala, kasihan Amira. Sejak kedatanganmu, ia selalu menagis. Harusnya kamu tahu itu.” Ucap Adam, seorang laki-laki yang juga Amira ajak tadi. “Sekarang Firman menghilang, aku tidak yakin jika kamu benar-benar tidak tahu hal ini.” Ucap Adam lagi, matanya memandang Nirmala dengam tajam. Tatapan ketidak sukaan jelas terlihat.Melihat wajah dan ekpresi Adam, Nirmala repleks menaikkan sebelah ujung bibirnya. “Nyatanya begitu Mas. Aku tidak berbohong.”“bagaimana kalau kita periksa saja kedalam, siapa tahu Firman dikamar.” Dewi istri Adam itu pun, berdiri dan hendak melangkah. Wanita itu dengan cepat menarik tangan suaminya, dan sedikit mendorong tubuh Nirmala. “minggir sedikit, jangan halangangi aku masuk.”Meski kesal, Nirmala hanya membiarkan keduanya masuk dan memeriksa kontrannya. Nirmala hanya mengusap wajahnya. Ia tak menyangka, jika Amira tid
“Jadi bagaimana, apa kamu mau beli sendiri, atau menunggu saja di mobil?” Tanya Zidan, hatinya juga merasa panas melihat wajah pias Nirmala.“Tidak usah. Ayo kita pulang saja.”Akhirnya, Zidan pun melajukan mobil, membawa Nirmala untuk pulang kembali kekontrakannya. Sepanjang perjalanan wanita itu hanya diam, memalingkan pandangan kearah jendela. Ada rasa yang pedih, yang terasa. Meski ia hanya istri kedua, rasanya masih sakit ketika melihat Firman bersama perempuan lain.“Uang memang merubah segalanya, Nirmala. Firman belum tahu jika kamu sedang mengandung. Pergilah, sebelum ia menahanmu.” Zidan menoleh sebentar, ingin melihat reaksi Nirmala. Lalu kembali melihat kearah jalan. Setibanya di kontrakan, Nirmala turun didepan gang, tidak sampai di depan kontrakan. Ia takut jika ada yang melihat, lalu melapor pada Firman.“Terimasih untuk hari ini, tolong jangan temui aku lagi.” Ucap wanita itu, sebelum menutup pintu mobil. Tak ada jawaban dari Zidan, ia tahu betul jika wanita itu dalam