Sebuah mobil hitam dengan harga milyaran telah membaur dengan kendaraan lain, memadati jalanan kota metropolitan yang cukup sesak walau di siang hari. Kendaraan beroda empat itu sudah melaju selama 10 menit lamanya, begitu juga dengan dua orang di dalamnya menghabiskan waktu dengan tanpa suara. Serra dan Gamma, sepasang suami istri itu masih bertukar geming, diam bagai pasukan pengibar bendera yang sedang mengheningkan cipta.Sejak keluar dari pusat perbelanjaan tadi, tidak ada interaksi lebih lanjut dari kedua insan itu. Gamma yang fokus dengan jalanan dan Serra yang memilih bungkam, mengamati pergerakan kendaraan lain pada kaca spion. Tidak ada yang mau memulai pembicaraan lebih dulu, keduanya sama-sama berkutat dengan banyak hal dalam kepala masing-masing.yang terdengar Hanya deru mesin mobil yang mereka tumpangi, juga suara klakson kendaraan lain yang bertegur sapa.Serra yang tak ingin berlama-lama dengan suasana ini lantas membuang napas pelan. Hubungannya dengan Gamma baru saj
“Ada bulu mata jatuh,” kata Gamma seraya menyingkirkan helaian rambut kecil yang jatuh itu menggunakan telunjuk kanannya. Menggesernya dengan Perlahan dan hati-hati, agar tak merusak riasan make up pada wajah istrinya. Posisi mereka masih tanpa jarak, mungkin bisa dikatakan mereka sedang berpelukan.Detik berikutnya, kedua kelopak mata Serra yang sempat terpejam terbuka kembali. Sayangnya, begitu membuka mata, sepasang pualam hitam itu bertemu lagi dengan milik sang suami. Ada sebuah rasa nyaman yang merambat dalam hati yang mampu membuat kedua insan itu hanya diam pada posisinya. Menikmati deru napas lembut yang beradu. Dan, entah kenapa mereka sama-sama menikmati kedekatan itu, Gamma yang enggan melepas pelukan dan Serra yang ingin menikmati momen ini lebih lama lagi.Gamma yang lebih dulu mendapatkan kesadarannya. Pria itu lantas memutus kontak mata dan segera membentangkan jarak pada istrinya.“Kita berangkat sekarang, aku tunggu di luar!” tuturnya kemudian melenggang pergi mening
"Gamma ...."Suara panggilan dari Serra tidak ditanggapi Gamma dengan sepatah kata pun. Lelaki itu hanya sibuk dengan setir mobilnya fokus pada jalanan di hadapannya. Meski baru beberapa kali Serra pergi berdua dengan Gamma, ia tahu benar jika suaminya itu sedang tidak baik-baik saja.Sejak menariknya untuk pulang dari pesta, Gamma sama sekali tidak mengajak Serra berbicara, padahal saat mereka berangkat lelaki itu cukup hangat walau masih dengan sikap arogannya.Otot-otot tegang pada wajahnya yang tegas belum mengendur, rahangnya masih mengeras, juga injakan pedal gas yang terasa dipijak dengan kuat. Laju mobil mereka bahkan cukup kencang dibandingkan dengan biasanya.Entah apa yang baru saja dialami oleh suaminya, Serra tidak mengerti. Ia ingin tahu. Namun tak berani membuka interupsi, hanya menyimpan pertanyaan itu dalam hati. Suasana hati lelaki itu sedang buruk. Biasanya jika diberikan pertanyaan, suasana hati Gamma akan lebih memburuk. Semuanya akan sia-sia, hanya akan berakhir
Di kantor."Jadi semalam kau bertemu Rossa."William menutup sebuah buku yang sedang ia baca, kemudian meraih secangkir teh yang telah dibuatkan oleh sekretarisnya beberapa saat yang lalu. Sementara Gamma sedang duduk di hadapannya hanya menganggukkan kepalanya sebagai respon, ia juga sedang memegang sebuah cangkir berisi teh hangat yang sama. Lelaki itu sedang berkunjung ke ruangan William membahas beberapa laporan yang telah ia pelajari pagi tadi."Lalu masalahnya dimana?" tanya William kembali."Banyak!" jawab Gamma setelah mendecakkan bibirnya.Lelaki berkemeja abu-abu itu segera menautkan kedua alisnya saat tak mengerti apa yang dimaksud banyak masalah oleh sang kakak. Semalam lelaki itu pergi ke pesta, tetapi mereka pulang begitu cepat dengan alasan Serra mual dan muntah karena banyak wine ketika ditanya oleh Romana.Tetapi hari ini Gamma mengutarakan kalimat yang berbeda. Pria berusia kepala tiga itu memang bercerita tenta
Menjadi istri dari seorang pebisnis terkenal adalah impian bagi banyak wanita. Sebab, mereka tidak perlu repot-repot membanting tulang dan menghabiskan tenaga untuk bekerja. Tidak perlu memikirkan bagaimana makan di hari esok, hanya diam di rumah, shopping, dan menghabiskan jatah bulanan yang telah diberikan oleh suami. Menjadi istri Gamma, misalnya.Siapa perempuan yang tidak ingin hidup berkecukupan dan bergelimangan harta seperti itu? Semua orang pasti menjawab mau. Begitu juga dengan Serra. Akan tetapi perempuan yang sedang berbadan dua itu tidak setuju jika diminta di rumah saja dan berfoya-foya menghabiskan uang. Itu bukan budayanya. Ia tidak suka.Kebiasaan bekerja yang telah ia lakukan bertahun-tahun membuat tubuhnya tak bisa untuk diam begitu saja.Walaupun Gamma sudah memberikan materi yang sepuluh kali lipat dari gajinya saat bekerja dahulu, Serra tak berminat menghambur-hamburkan uang itu. Rasanya sayang, jika digunakan tak sesuai dengan kebutuhan.Pada tengah hari yang t
Pekikan itu spontan lolos dari bibir Romana karena Lagi-lagi perempuan paruh baya itu memergoki putra dan menantunya sedang memadu cinta di dalam rumah ini. Tidak masalah sebenarnya jika mereka ingin berbuat apa. Hanya saja mengapa harus di ruangan yang terbuka seperti ruang tengah ini? Untung saja sekarang Romana dan William yang memergoki mereka. Bagaimana bila tiba-tiba ada tamu atau orang asing yang masuk ke dalam rumah ini? Tentu akan berbeda cerita jika sepwrti itu masalahnya.Sementara sepasang suami istri yang sedang terbalut gairah panas itu seketika melepaskan pagutan. Serra melipat bibirnya, dan menundukkan kepala sedangkan Gamma memejamkan matanya melebur gelora yang sempat membara.Sekonyong-konyong api yang membara itu padam begitu saja. Hilang entah kemana membuat kedua insan itu tak selera. Bahkan Serra reflek turun dari pangkuan Gamma, suaminya."Maaf, sayang, ibu mengganggu aktivitas kalian!" ujar Romana seraya menampilkan barisan giginya yang putih. Perempuan berum
"Maaf, Serra, aku tidak tahu kalau kau menyukainya. Biar aku saja yang menggantinya," ujar William lembut, namun hanya gelengan kepala yang menjawab rayuan itu.Walau William susah mengaku bahwa dirinya yang telah menghabiskan Almond tuiles dalam toples itu, dan mengatakan ingin menggantinya, Serra tetap saja merajuk kepada Gamma. Perempuan itu merengek meminta dibelikan lagi cookies tipis yang renyah itu sekarang juga.Ya, sekarang juga, bukan nanti apalagi besuk!Tidak mengapa, uang Gamma bahkan bisa membeli makanan itu sebanyak apapun. Yang menjadi masalah adalah ia sudah mengontek beberapa toko kue tetap saja mereka tidak menyediakan stok membuat Gamma prustasi.Lalu, Romana juga sudah merayu Serra agar makanan itu ia saja yang membuatnya tetapi Serra tidak mau membuat Gamma embali memijit kepala. Niat hati pulang siang ingin beristirahat, tetapi istrinya justru membuatnya semakin lelah.Kini lelaki itu berjongkok di hadapan Serra yang sedang duduk di pinggir Sofa, menggenggam ta
"Apaka katamu?"Kedua pupil Gamma melebar sempurna begitu menangkap nama Bian di rungunya. Lelaki itu segera menautkan kedua alis tebalnya dan selanjutnya menatap tajam ke arah Serra. Pria itu menanti penjelasan, mengapa istrinya tiba-tiba menginginkan Bian membuat sebuah Almond tuiles untuknya.Apakah tidak ada orang lain selain pria bertato naga itu? Oh, ayolah! Gamma bahkan bisa membayar chef terkenal sekalipun sekarang juga, jika itu perlu! Karena mengundang Bian sama saja mencari perkara.Dan saat ini, Gamma tak ingin berjumpa dengannya. Sejak awal kehadirannya, Gamma tidak suka dengan Bian. Sikapnya yang berlebihan dan melewati batas membuat Gamma antipati dengan lelaki yang memiliki hobi memasak itu. Bahkan beberapa kali sempat membuat Gamma dan Serra bertengkar cukup hebat hanya karena salah paham. "Jangan berpura-pura tuli, Gamma. Aku sudah menyebutnya dengan jelas. Aku ingin Bian yang memasak almond tuiles itu untukku. Bian. B-I-A-N!" jawab perempuan itu dengan memberikan p