Hollaa Semoga selalu suka dan selalu penasaran HAPPY READING! Komen yuk!
“Ada apa denganmu, Will?” Gamma menghampiri sang adik yang sedang menatap kosong ke arah jendela. Entah apa yang sedang dipikirkannya, tetapi bisa Gamma lihat dengan jelas bagaimana wajah kacau adiknya itu. Sebelumnya ia tak pernah melihat William sekalut ini, sekalipun masalah yang sedang mereka terima cukup rumit dan buruk. Bahkan lelaki itu tak menoleh kala Gamma menyapanya. “What are you doing?” tanya Gamma seraya menepuk bahu William membuat laki-laki berbaju biru itu berjingkat karena terkejut. “Kau? Hah! Kau membuat jantungku hampir meledak, sialan!” William membuang napas kasar seraya memegang dadanya yang kini berdentam hebat. Lelaki itu memejamkan mata kemudian memperbaiki aliran napasnya sendiri. “Kenapa kau ke sini tidak ketuk pintu, sih?” Seketika itu juga tertawa. “Oiya? Asal kau tahu, Aku sudah mengetuk pintu bahkan memanggilmu tetapi kau tidak menyahut, malah melamun ke arah jendela seperti pria yang sedang putus cinta!” Desahan panjang keluar dari bibir William. “
“Astaga, Gamma! Kenapa kau turun tangga dengan lari-lari seperti itu? Kau hampir menabrak ibu!” tegur Romana kepada sang putra. Wanita paruh baya itu manatap Gamma dengan tajam seraya menjauhkan nampan yang sedang ia bawa. Hampir saja isi nampan itu tumpah ruah dan berserakan – karena tertabrak Gamma – bila saja Romana tidak memiliki reflek yang baik. “Kalau nampan ini jatuh semua pecah, Gamma!” Romana menggelengkan kepalanya, Wanita itu heran dengan tingkah laku Gamma yang sejak kecil tidak berubah. Bila ia tergesa maka akan berjalan tanpa melihat kanan kiri. Sesaat kemudian, Helaan napas kasar terdengar dari Gamma. “Maaf, Bu, aku buru-buru, dan tidak lihat kalau ada ibu dari arah samping,” jawab Gamma menjelaskan apa yang sebenarnya ia alami. “Buru-buru boleh, asal jangan kehilangan fokus seperti ini, kau bisa membahayakan orang lain, ibu sudah ingatkan itu berkali-kali!” Bagaimana bisa fokus saat pikiran Gamma saat ini sedang kacau balau. Semua yang ada di kepala pria itu kini t
Serra menyingkap bantal berwarna putih yang ada di sebelah kirinya. Betapa terkejutnya Gamma saat melihat apa yang ada di bawah benda empuk berbentuk persegi itu. Beberapa lembar kertas putih dan amplop-amplop berwarna biru muda berlogo rumah sakit yang sebelumnya ia cari. Bagaimana bisa Serra mendapatkan berkas-berkas itu? Entahlah, Gamma sendiri tidak tahu. Yang jelas setelah ia lalai menyimpan semua bill pembayaran dalam laci nakas. Pria itu segera memindahkannya ke tempat yang lebih aman – Sepertinya. Ia merasa sudah menyembunyikannnya pada loker walk in closet yang tak pernah di buka Serra, akan tetapi sampai saat ini benak Gamma masih penuh dengan pertanyaan mengapa istrinya itu masih dapat menemukannya juga? Mungkin benar kata banyak orang, bila ia tak bisa menyimpan sebuah bangkai. Serapat apapun Gamma menutupinya, semua akan tercium juga. Dan kini istrinya sendiri yang telah menemukan apa yang Gamma sembunyikan. Detik berikutnya, Serra menyerahkan lembaran kertas itu di ha
Pukul 19.00 WIB Gamma sedang sibuk mengutak atik sebuah televisi layar datar berukuran 100 inch yang terletak di ruang tengah dengan sebuah remote. Sesuai dengan janjinya, pria itu mengajak sang istri menonton sebuah film yang baru saja rilis. Ia berharap semoga dengan menonton film itu, Serra bisa melupakan kesedihannya walau sebentar, atau setidaknya suasana hati istrinuya itu sedikit membaik. Di depannya sudah tersaji sepiring kentang goreng beserta tiga jenis saus, sepiring potato skins, dua toples almond tulies, dua kotak susu UHT, dan beberapa makanan ringan yang tentunya ramah untuk ibu hamil. Apakah semua itu Gamma yang menyiapkannya? Benar. Lelaki itu sejak sore sudah sibuk sendiri di dapur untuk menyulap tiga buah kentang menjadi sebuah camilan. Gamma juga yang membeli semua makanan ringan dan susu UHT itu saat Serra sedang istirahat siang tadi. Sementara di sisi lain, Serra yang baru saja menyusul suaminya di ruang tengah dibuat terheran-heran dengan apa yang tersusun rap
Keesokan harinya. Ketika kedua kelopak mata Gamma terbuka, hal yang pertama kali pria itu lihat adalah langit-langit atap berwarna putih. Lampu-lampu yang terpasang di atasnya menyala, kemudian kedua telinganya juga suara sebuah televisi yang sedang menyiarkan sebuah iklan minuman. Laki-laki itupun segera mengusap wajahnya dengan kasar. Detik berikutnya laki-laki itu menguap, lalu mengerjap-ngerjapkan mata mengumpulkan kesadaran yang belum sepernuhnya terkumpul. Baru Gamma sadari bahwa saat ini ia berada di ruang tengah. Ruangan yang ia gunakan bersama Serra untuk menghabiskan malam. Lelaki itu juga baru merasakan sebuah beban yang terasa cukup berat di tangan kirinya. Saat itu juga Gamma menundukkan kepalanya, ternyata tangan kirinya itu sedang menopang kepala Serra yang tertidur di sebelahnya. Astaga. Mereka ketiduran dan tidur berdua di sofa yang sempit itu! Laki-laki itu lantas melirik ke arah jam dinding, masih pukul 02.15 WIB. Masih terlalu pagi jika dikatakan sebagai jam b
Lima bulan kemudian.Seorang Wanita menyingkap sebuah tirai jendela berwarna putih susu. Tangan perempuan itu dengan hati-hati membuka jendela berkelir putih di hadapannya. Menghirup udara oksigen baru dan merasakan sejuknya embun di pagi hari. Itu Serra. Tubuh Wanita itu sedikit lebih berisi dibandingkan saat pertama kali ia tiba di rumah Gamma ini.“Hai, baby, apa kau merasakan udara segar pagi ini?” ujarnya seraya mengelus perutnya yang tak lagi rata. Sang bayi dalam kandungannya pun merespon dengan sebuah tendangan kecil membuat sebuah senyum kecil di bibir perempuan itu.“Anak nakal,” katanya seraya menggelakkan kekehan tawa yang pelan.Usia kandungan Serra saat ini sudah memasuki usia enam bulan. Perutnya pun sudah membuncit sempurna. Janin kecil yang sempat terancam nyawanya karena kondisi psikis ibunya yang beberapa kali mengalami tekanan baik mental maupun emosi, kini telah tumbuh menjadi bayi yang sehat. Bahkan setiap hari menendang perutnya. Tak jarang Serra sedikit meringi
“Gamma, bekalmu sudah kusiapkan di sini, jangan lupa membawanya ya?”Serra meletakkan sebuah tas jinjing berwarwna abu yang ukurannya tidak terlalu besar di dekat lengan suaminya. Namun, sepertinya pria itu tidak mendengar apa yang ia katakan. Sebab kedua bola mata Gamma hanya berfokus pada sebuah benda pipih dengan layar menyala yang menampilkan pesan dari seseorang. Serra tak tahu itu siapa hanya lamat-lamat terlihat dari arah ia berdiri.Entah apa yang sedang dicermati oleh Gamma. Ia nampak serius, bahkanPualam hitam pria itu bergerak ke kanan dan ke kiri membaca barisan tinta digital tanpa berkedip. Dahinya menekuk dan kelopak matanya menyipit.Wanita itu sendiri sampai heran, mengapa Gamma menyimak pesan sampai sesrius itu. Lebih-lebih sendok berisi nasi goreng di tangan kanannya hanya dipegang tanpa ada pergerakan.“Gamma,” panggil Serra kembali dengan menyentuh lengan kanan suaminya melantaskan pria itu sedikit terlonjak.“Sayang! Ada apa?” tanya pria itu bersamaan dengan menat
Siang ini entah kenapa Serra merasa bosan. Entah apa sebabnya, Serra tidak tahu. Karena tidak biasanya ia semalas ini. Sepertinya sang anak yang ada dalam perut hari ini enggan diajak untuk beraktivitas dan menginginkan ibunya beristirahat, karena beberapa hari terakhir wanita itu terlalu giat untuk membereskan rumah juga menata ulang beberapa letak barang.Setelah memasak untuk makan siangnya, Wanita itu memilih untuk berdiam diri di depan sebuah televisi menyimak sebuah drama serial luar negeri. Serial yang mengisahkan kehidupan dunia pernikahan itu terbagi menjadi puluhan episode dan kali ini Serra sudah menghabiskan waktu selama tiga jam lamanya untuk menyimak tiga episode sekaligus.Bahkan niat memasak makan malam untuk sang suami pun seketika lenyap hanya karena sebuah drama.Sejak tadi pandangannya tidak bergeser sedikitpun hanya fokus dengan para tokoh yang sedang bermain peran. Saking seriusnya menyimak setiap jalan cerita yang sedang disuguhkan, ia kerap terbawa suasana yang