Charlie POVUntungnya, Tn.Emilio bergerak cepat dan menembak sosok itu. Luka pengantin laki-laki cukup dalam, dan segera dilarikan ke rumah sakit. Situasi resepsi pernikahan langsung berubah. Menjadi sangat sepi dan penuh dengan ketegangan. Sebagian besar memilih pergi, hanya beberapa yang tetap berada di sana.Tn.Tanaka tidak ikut serta ke rumah sakit. Dia berjalan dengan wajah kaget bercampur sedih.“Maaf sudah membuat kekacauan, Charl. Aku tidak tahu jika dia membuat kekacauan lagi.”“Tidak apa, Tn.Tanaka. Bagaimana dengan keadaan Yuki?”“Jika kau ada waktu, bicaralah dengannya. Dia pasti masih syok dan sebagai sesama anak muda, kalian pasti bisa saling dukungan.”Sebelum setuju, aku menatap Tn.Emilio lebih dulu. Anggukan itu membuatku tidak bisa mengelak dan memilih menuju ke arah tempat Yuki. Dia langsung dilarikan keruangan, untuk menghindari hal yang sama. Sepanjang jalan menuju ke tempatnya, dijaga dengan ketat.Dulu aku pernah berbicara dengan Yuki walau itu hanya sebentar. D
Charlie POV“Kau pasti sudah melewati hari-hari yang sulit nak, apalagi mendengar hubunganmu dan Jemron dulu. Tapi bagaimana dengan keadaan orang tuamu?”“Mereka baik-baik saja, nak. Apa mereka tahu bahwa nenek masih ada?”Sakura menggeleng. Tidak ada raut wajah sedih saat mengatakan hal tersebut. Apakah ini sudah menjadi makanan sehari-harinya? Lagipula kenapa kakek tidak pernah mengungkap keberadaan nenek?“Jemron tidak akan pernah mengatakan siapa aku pada mereka. Itu sangat panjang jika di bahas sekarang, kisah hidupku tidak sepenting itu, nak. Jadi, apa yang ingin kau tanyakan padamu? Aku dengar Jemron meninggalkan wasiat padamu.”Benar juga. Aku mengambil lembaran kertas itu dan menyerahkannya pada Sakura. Kami berdua sedang duduk di belakang teras rumahnya yang jauh lebih asri. Sebuah pohon besar ada tepat di tengah taman belakang. Daunnya gugur, dan kini si kembar sedang merepet karena aku suruh membersihkannya.Mereka harus belajar bertanggung jawab. Tidak cuman makan saja k
Dita POV“Sekalipun ini mimpi, aku tetap akan bersyukur telah memilikimu. Kini, besok, seribu tahun yang akan datang, aku akan tetap berada disampingmu. Aku akan menjagamu.”“Kamu berjanji?”“Tentu saja.”“Aku akan selalu ada disampingmu! Jadi, pulanglah. Aku mohon kembalilah, sudah lama kami menunggumu.”Suara itu. Aku sudah berkali-kali mencari siapa yang berbicara. Namun tidak ada orang sama-sekali. Setiap hari aku menjalani kehidupan yang tidak ada habisnya, bertemu dengan orang-orang yang tidak aku kenali. Tubuhku seolah tidak ingin pergi dari kenangan itu. “Aku mohon kembalilah, sudah lama kami menunggumu.”Lagi. Suara serak dan penuh dengan harapan itu membuatku berlari asal, suara itu terus menghantuiku. Nafasku kian sedikit, setiap hari berlari tiada henti. “Tolong, siapapun apakah ada yang mendengarku?”Sama seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada yang mendengar. Aku menarik nafas dalam, memilih untuk duduk. Namun tidak lama cahaya putih menyilaukan mata membuatku menutup
Charlie berlari sekencang mungkin menuju ruangan dimana kesadarannya dibuat hampir melayang. Pintu terbuka lebar, langkahnya berhenti di ambang pintu. Bahkan kumisnya masih tersisa setengah karena mendengar kabar bahwa Dita sudah sadar. Air mata Charlie jatuh, dia berjalan perlahan. Jantungnya berdetak kencang, menatap Dita yang kini tengah duduk di ranjang namun tidak memberikan reaksi apa-apa. Malah menatapnya dengan tatapan bingung dan kosong. Mengabaikan semua orang diruangan itu, Charlie memeluk tubuh rapuh itu. “Dita…sayang, akhirnya kamu sadar.”Dita mengerutkan keningnya, menatap Charlie bingung, bahkan tidak bereaksi apapun saat lelaki itu tiba-tiba memeluknya dengan genangan air mata. Namun rasanya nyaman, tapi Dita tidak mengingat apapun. Para dokter yang berjejer di ruangan itu menundukkan kepala, mereka belum memberitahu bahwa Dita mengalami lumpuh otak sementara yang mengakibatkan ingatannya sedikit menghilang. Sedangkan Charlie? Dia masih memeluk Dita dengan erat, m
“Hasilnya masih tetap negatif, sama-sekali tidak ada kemajuan, bu Dita. Hal ini sering kali terjadi dan saya juga sudah mengatakan pada anda agar datang bersama suami bukan?” Perkataan dokter yang menanganinya terus memenuhi kepala Dita. Kalimat yang sama, intonasi dan saran yang sama. Dia berulang kali membujuk Firdaus agar ikut periksa bersama, namun suaminya itu memilih periksa di tempat lain. Dita tidak bisa mengatakan apapun, dia menghargai keputusan suaminya. “Suster Dita? Tolong antarkan ini keruangan Dokter Firdaus, beliau membutuhkan data-data ini.” Suara kepala perawat memecah lamunannya. Segera Dita mengambil berkas itu dan menuju ke ruangan Firdaus. Dia sudah meletakkan berkas itu dan menatap bagaimana suaminya bekerja. Kadang Dita merasa tidak pantas jika disandingkan dengan lelaki hebat yang wajahnya sering menjadi banner di Rumah Sakit tempat mereka bekerja. Kekurangannya menambah keyakinan itu. Dita meremas tangan, Firdaus sama-sekali tidak melihat atau menyapany
Dita terlahir tidak beruntung, dia besar di panti asuhan dan tidak memiliki apapun untuk dibanggakan. Salah satu pencapaian besar dalam hidupnya ketika bisa kuliah keperawatan dengan beasiswa yang susah mati dia dapatkan dan bertemu dengan Firdaus–suaminya sekarang. Lelaki yang disukai oleh banyak wanita kala itu. Bahkan saat ini juga hal itu sama. “Dita? Mau kemana, kenapa kok mata kamu merah?” Ratna, salah satu teman kerja Dita, menegur begitu Dita kembali ke bangsa. Sekitar 30 menit lalu, dia minta tolong pada sang sahabat untuk mengantarkan berkas pada salah satu dokter. “Tidak ada, mbak. Saya mau pulang lebih awal saja,” ujar Dita. Masih menahan air matanya walau sulit untuk dilakukan. “Tunggu dulu, apa yang terjadi?”“Mbak saya mau pulang,” Dita menepis tangan Ratna untuk kali pertama. Bergegas mengemasi barang-barangnya dan pergi dari bangsal. Kali ini Dita tidak kuat, dia marah dan hatinya sangat sakit. Sepanjang jalan melewati koridor Dita menunduk, air matanya sudah berja
Situasi di apartemen semakin kacau. Lim dan Bella ikut masuk kedalam kamar, hampir saja Lim menggila tahu anaknya di tampar. Firdaus menahan mereka untuk tidak ikut campur. Dia masih syok. “Tidak, mas gak bakal ceraikan kamu. Lagian apa alasan kamu minta cerita? Akhir-akhir ini kamu selalu bertingkah aneh, kalo memang ada perilaku mas yang tidak kamu suka, kita masih bisa ngomong baik-baik.”Dita terkekeh mendengar ucapan Firdaus. Dia tahu alasan Firdaus tidak menceraikannya karena asuransi yang dia miliki. Bahkan apartemen mereka juga atas namanya, bisa dikatakan bahwa uang Dita selalu dia investasikan untuk aset mereka. “Jangan sampai aku mengatakan apa yang aku lihat tadi siang di rumah sakit, mas.” Nafas Dita tersenggal, berusaha untuk tetap kuat.Mata Firdaus melebar, ternyata benar dugaannya bahwa ada yang memergokinya dan Lady. Tapi dia tidak menyangka bahwa itu adalah Dita. “Aku akan menjelaskannya sekarang, Dita,” seru Firdaus. “Benar bahwa aku dan Lady memiliki hubungan k
“Dita, ikut denganku.”Pagi-pagi Dita sudah ditarik ke ruangan Firdaus. Dia tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Dita. Wanita itu benar-benar sudah gila, beruntung berita itu bisa di take down oleh Lady dalam sekejap. Jadi tidak sempat meluas, untungnya Lady sangat cepat bertindak. “Lepaskan aku brengsek, dasar sialan,” Dita berontak. Begitu dia tiba di lobby rumah sakit, tiba-tiba Firdaus datang dan menariknya paksa. “Kau mencoba merusak semuanya? Sudah jelas kau yang menulis berita itu, kan? Aku benar-benar tidak tahu jika pikiranmu sangat licik. Kau ingin menghancurkan karirku?”Dita tersenyum miring. Dia akan membalas semua kelakuan suaminya, tidak peduli dengan apapun yang akan terjadi. Dita sudah tidak bisa berpikir lebih jauh, semua pikirannya hanya diisi dengan acara balas dendam. “Sudah aku katakan, jika kau tidak menceraikanku, maka ini yang akan kau dapatkan. Tidak hanya itu, aku bahkan bisa membocorkan perselingkuhan kalian di media sosial. Semua orang akan mengh