Airin tiba di restoran lima belas menit sebelum jadwal yang di tetapkan untuk pertemuan. Gadis itu sengaja berangkat lebih awal agar bisa menyiapkan semuanya dengan matang, dan juga menghindari kemacetan yang akan membuatnya terlambat. Ia di giring ke arah sebuah meja yang sudah di pesan oleh asisten ayahnya, dan ternyata di sana sudah duduk seorang pria muda yang sepertinya seumuran dengannya.
"Selamat pagi," sapa Airin pada pria itu, yang langsung mendapat respon sebuah senyuman darinya.
"Selamat pagi. Anda pasti Nona Airin, 'kan?" Dion menatap wajah gadis itu. Sesekali ekor matanya meneliti penampilan Airin dari atas sampai bawh.
"Iya, saya Airina Sasmita." Gadis itu memperkenalkan diri. Keduanya saling berjabat tangan, lantas Dion mempersilahkan gadis itu untuk duduk.
"Senang bertemu dengan Anda." Dion mulai berbasa-basi. Mengajak gadis itu berbincang sebentar, lantas kembali ke acara inti, yaitu membahas kerja sama antara kedua perusahaan yang akan s
Dion pulang ke rumah dengan perasaan kacau balau. Entah kenapa ia merasa sedikit patah hati saat mengetahui jika Airin sudah memiliki calon suami, dan yang lebih mengenaskan, tidak lama lagi keduanya akan melangsungkan pernikahan.Lelaki itu bahkan mengabaikan pekerjaannya begitu saja, lantas menyerahkan semua hasil kerja sama tadi pada Nabil."Tuan, apa tidak sebaiknya kita kembali ke kantor lebih dulu?" Wanita itu berulang kali membujuk Dion, berharap agar lelaki itu menyelesaikan lebih dulu tugas-tugasnya barulah bisa pulang."Kau tidak dengar! Aku mau langsung pulang." Lelaki itu benar-benar kesal dan meninggalkan Nabil di parkiran restoran begitu saja."Tapi, Tuan.... ahkkkkk! Bagaimana ini?" Sudah di pastikan jika nanti Asisten Seno akan memarahinya. Karena ia yang di tugaskan mendampingi Tuan Dion sampai kerja sama itu selesai."Sebaiknya aku pikirkan nanti." Nabil lantas melangkah cepat mencari taksi agar ia tidak sampai terlambat tiba di k
Grepppp! Airin sengaja memegang tangan Alex. Memaksa pada lelaki itu agar segera memberikan ponsel miliknya. "Auw.....!" Tanpa di duga Alex malah balas mendorongnya, hinggu tubuh gadis itu terjengkang dan membentur bagian dalam mobil. "Lelaki gila! Beraninya sama wanita!" Tidak tahu lagi sekesal apa Airin saat itu. Makian demi makian ia lontarkan. Namun tetap saja tidak membuat Alex menyerah dan melepas benda itu untuk ya. "Kau bilang apa!" "Apa! Benarkan?" 'Dasar menyebalkan.' Tok.. tok.... "Nona?" Asisten Hardi mengetuk kaca mobil Alex dari luar. Pria itu terlihat menunggu beberapa saat, hingga Alex membukanya. "Pulang dulu saja, Pak. Nanti biar Airin saya yang mengantar," ucap Alex memberitahu, lelaki itu lantas melirik ke arah wanita yang saat ini masih duduk di sampingnya. "Eh, aku pulang sama Pak Hardi aja." Gadis itu tiba-tiba menyahut. Merasa ada kesempatan untuk menghindarinya. "Tidak! Bapak pulang dulu saja. Biar dia, saya yang mengantar." Akhirnya Hardi memilih
Hari yang di nanti oleh kedua keluarga sudah tiba. Pagi-pagi sekali keluarga Airin sudah bersiap menuju gedung yang telah mereka siapkan jauh-jauh hari untuk pernikahannya. WO, MUA, serta keperluan lainnya juga sudah siap dengan sedemikian rupa. Kali ini Alex yang mengurusnya secara langsung. Lelaki itu memilih turun tangan sendiri untuk mengawasi semuanya."Maaf, Nona. Bisakah Anda jangan terlalu banyak gerak, emmmm .... maksud saya...?" MUA yang tengah merias Airin sedikit kesal karena gadis itu terus saja bertingkah dan tidak bisa diam. Hingga beberapa kali harus membenahi riasannya yang sempat berantakan."Nah, ini aku udah diem lho, Mbak? Lagian, ngapain sih pakai make up, aku 'kan hanya ingin menikah."Sontak perkataan Airin sempat membuat perempuan berusia empta puluh tahun itu menatap tak percaya. Ada ya orang yang mengatakan hanya ingin menikah?"Aku hanya mau nikah, Mbak. Kenapa seribet ini?" Airin bersuara kembali. Seakan gadis itu benar-benar menganggap biasa di hari sepen
"Kau tidak lihat, istrimu kesakitan?" Papa Wahyu langsung memberondong putranya dengan tatapan tajam. Selain itu ia juga sangat kesal karena harus berteriak dan memanggilnya berkali-kali.Alex hanya mendengus. Lagi-lagi karena gadis itu ia harus menerima kemarahan dari Papa Wahyu dan tatapan tajam dari keluarganya."Dasar, merepotkan!" Lelaki itu mengumpat. Tapi tetap saja Alex berjalan ke arah Airin, dan dengan gerakan cepat ia menganggkat tubuh ramping itu."Awww....!" Airin memekik, merasa tubuhnya yang tiba-tiba melayang. Gadis itu sangat terkejut melihat Alex yang terang-terangan mengangkatnya di depan semua keluarga besarnya."Hei, lepas! Dasar tidak tahu malu!" Airin mencoba memberontak. Rasanya ia ingin melepaskan diri dan berlari menyembunyikan wajahnya yang teramat malu."Diam! Kau ingin aku menjatuhkanmu sekarang juga!"Yang lain hanya menatap sembari mengulum senyum. Terserahlah, toh mereka sudah resmi. Begitupun dengan Bunda, wanita itu membiarkan putri satu-satunya pergi
Brukkkk ...!"Sial!!!" Terdengar lelaki itu mengumpat, sambil meringis merasakan punggungnya yang baru saja beradu dengan lantai. Dengan cepat Airin bangkit, dan ..."Hahahha ...!" Airin tergelak dengan kencang melihat Alex yang baru saja mencium dinginnya lantai kamar itu. Ia tidak menyangka jika dorongannya tadi lumayan kuat, padahal ia hanya reflek karena terlalu terkejut mendapati wajah Alex tepat berada di atasnya."Kau ... !" Alex mengeram sendiri. Rencana untuk mencuri ciuman gadis itu gagal karena Airin sudah terbangun lebih dulu."Apa? Jangan macam-macam!" Gadis itu kembali tergelak dengan menutupi wajah dengan kedua tangannya. Ia sendiri tidak menyangka jika Alex punya keinginan untuk itu pada dirinya. Ah, rasanya lucu saja melihat wajah itu memerah, menahan malu sekaligus kesal."Ternyata kamu diam-diam tertarik padaku, begitu?" Airin langsung melancarkan aksinya dengan pertanyaan yang langsung membuat Alex semakin malu."Kau terlalu percaya diri!" Dengan sok angkuh dan mem
"Apa yang kau pikirkan?" Alex mendudukkan tubuh istrinya dengan hati-hati. Menarik tubuh telanjangnya pelan dan membawa langkahnya menuju ruang ganti."Hilangkan pikiran mesummu itu!" Tawa itu masih terdengar meski tubuh Alex sudah menghilang ke dalam sana. Wajah Airin langsung memerah, merasa salah telah berpikiran macam-macam pada lelaki itu. Ia sampai menenggelamkan wajahnya sendiri karena malu yang teramat sangat.Apa ia salah punya pikiran seperti itu? Sedangkan tadi ia sungguh melihat Alex seperti hendak menerkamnya."Ternyata kau juga punya rasa malu!" Airin kembali mendengar suaranya, padahal Alex baru saja menghilang lima menit yang lalu. Tapi saat Airin mendongak, tubuh lelaki itu sudah berdiri tepat di depannya.Airin merasa kalah sekali lagi. Benar-benar ini adalah hari tersial baginya."Tunggu di sini, jangan ke mana-mana!" Alex memperingatkan, selanjutnya ia melangkah ke arah pintu dan keluar begitu saja.Airin mendengus kesal. Apa maksudnya coba? Ia di suruh menunggu t
"Ingat, jangan keluyuran saat aku tidak ada di rumah!" Alex memperingati sebelum masuk mobil, selanjutnya lelaki itu tidak lagi memberi salam perpisahan apapun sampai mobil itu bergerak dan meninggalkan pelataran rumah.Airin hanya diam dan menekuk wajah. Apa iya, ia harus seharian di dalam rumah. Bisa mati bosan nanti. Gadis itu menaiki lagi anak tangga menuju kamar, lantas beberapa menit kemudian terlihat turun dengan penampilan yang sudah rapi."Maaf, Nona, Anda mau ke mana?" Pelayan yang di tugaskan Alex untuk mengawasinya segera mengikuti langkah gadis itu yang bergerak menuju pintu utama."Aku mau keluar sebentar, Bi. Ada apa?" Airin berbalik dan menatap wajah perempuan yang mungkin usianya lebih tua beberapa tahun dengannya. Perempuan itu terlihat panik dan berusaha mencegah."Tapi, Nona, Tuan Alex berpesan jika Anda tidak boleh keluyuran," ungkap perempuan itu mengingatkannya.Airin mendengus seraya pandangannya menukik ke arahnya, "Aku bukan keluyuran, Bi. Aku mau ke restoran
"Kau ...!" Airin menatap tajam ke arah lelaki itu, sekuat tenaga ia coba hempaskan tangan yang memganginya. "Lepas!!!""Kau sungguh tidak mengenalku, Rin?" Raut kecewa jelas tergambar di wajahnya. Lelaki tadi menunduk setelah melepaskan cekalan tangan Airin.Airin tidak mempedulikannya, ia mulai melangkah menjauh dan menghindari lelaki yang ia anggap gila."Alfariski ...! Apa kau juga tidak mengenal nama itu?"Ucapan lelaki tadi sontak membuat Airin menghentikan langkahnya. Gadis itu mematung, seakan kedua kakinya terkunci di tempatnya berdiri. "Al–fa ...?" Airin mengeja nama itu. Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin? Pertanyaan itu berputar-putar sendiri di kepalanya.Tidak! Airin menggeleng cepat. Menolak pengakuan dari lelaki tadi.Sosok Alfa yang ia kenal bukan seperti ini. Ia hanya lelaki biasa dan juga penampilannya yang sederhana. Sedangkan yang berdiri dan menahannya tadi ..."Aku Alfa, Rin, apa kau sudah melupakanku?" Lelaki itu berucap lagi. Dan semakin membuat Airin semakin b