Share

Membatalkan

"Aku tau, kamu juga senang, kan?" Airin melirik lelaki yang ada di sampingnya. Tadi, setelah di putuskannya penundaan pernikahan, Bunda serya Ayah memilih masuk, dan meninggalkan kedua calon pengantin itu di ruang tamu.

"Senang? Tentu saja. Bahkan aku berharap bukan hanya di tunda, tapi di batalkan!" ucap lelaki itu dengan entengnya. Seakan Alex benar-benar tidak menginginkan adanya pernikahan itu.

"Hei, kamu jangan keterlaluan! Kamu pikir, aku juga sudi menikah denganmu? Dasar, lelaki aneh!" Airin tak mau kalah. Gadis melempar tatapan tidak bersahabat pada lelaki di depannya ini.

"Memangnya ada yang salah dengan ucapanku? Aku yakin, kau juga berharap seperti itu, bukan?" Bahkan tebakan Alex sukses membuat wajah gadis itu memerah.

'Kenapa ia tahu sekali dengan isi pikirannya?'

"Tentu saja. Aku juga sangat senang jika pernikahan ini tidak di lanjutkan, agar aku bisa mencari lelaki yang lebih baik darimu."

Alex hanya tersenyum sinis. Jika memang ada lelaki yang mau dengan gadis sepertinya, tandanya lelaki itu benar-benar hebat.

"Maka, berusahalah untuk membuat rencana pernikahan ini gagal."

"Hei, kamu–...?"

"Apa? Bukankah itu maumu?"

Airin terdiam. Namun pikirannya terus melayang. Ia memang senang jika pernikahan ini nantinya gagal. Tapi, bagaimana dengan kedua orang tuanya? Akan semalu apa nanti?

"Kau tenang saja, semua biaya sewa sudah aku lunasi. Termasuk catering dan MUA yang sudah di pesan Bunda. Jadi, tidak usah khawatir jika mereka menuntut ganti rugi." 

"Kamu pikir kami semiskin itu, hingga tidak bisa membayar semuanya?" ungkap Airin tidak terima. Ia diam bukan memikirkan biaya pernikahan yang harus mereka lunasi, tapi memikirkan bagaimana reaksi keluarga besarnya nanti, jika salah satu kerabatnya ada yang gagal menikah.

"Apa kau berubah pikiran? Oh ya, mungkin sekarang kau tengah menyesal, karena tidak ada yang mau dengan gadis menyebalkan sepertimj." Alex tertawa sarkas, mengejek pada gadis di depannya dengan pandangan mencibir.

"Tutup mulutmu!" 

'Airin tentu saja tidak terima. Apa tadi? Tidak ada yang mau? Lihat saja nanti.'

"Aku juga ragu, apa ada wanita yang mau dengan lelaki sepertimu? Dingin, ketus, dan menyebalkan!" ejek gadis itu tak mau kalah. Tanpa sadar keduanya memang sama, tidak pernah sekalipun punya hubungan dengan lawan jenis.

"Saat ini memang belum ada wanita yang aku sukai. Tapi, aku pastikan nanti kau akan aku kenalkan dengannya."

Cih! Sombong!

"Kamu juga harus tau. Aku jomblo bukan tidak laku, tapi mereka saja yang bodoh, kenapa tidak pernah memandangku, sedikit saja."

Bukannya simpati, tapi ungkapam gadis itu malah membuat Alex tergelak kencang, "Aku rasa, kau harus menurunkan seleramu, agar mereka mau mendekat. Atau merubah sifatmu yang...?"

"Apa! Kamu ingin bilang aku menyebalkan, iya?"

Alex semakin tergelak mendengar penuturan Airin. Selain menyebalkan ternyata gadis itu cukup tepat juga menebak setiap ucapan yang akan ia lontarkan.

"Apa kamu tidak ada kerjaan? Apa kamu pengangguran? Pasti kamu baru di pecat, karena memakai uang perusahaan untuk mebayar sewa gedung, kan?" Pertanyaan Airin kali ini mampu membuat Alex tersektak. Bukan masalah uang yang ia keluarkan. Tapi, ia sadar jika sudah banyak membuang waktunya hanya untuk meladeni gadis itu berbicara. Ia melirik jam di pergelangan tangan, lantas bangkit dari sofa yang sejak tadi ia duduki.

"Aku harus segera pergi!" ungakp Alex tanpa basa-basi lagi. Lelaki itu sudah melangkah hampir mencapai pintu keluar.

"Hei! Urusan kita belum selesai!" Airin berteriak dan terus menggoda. Ia merasa bangga karena telah menemukan kelemahan lelaki itu.

 Alex terlihat acuh. Ia meninggalkan gadis itu yang masih terdiamnya di tempatnya. Melangkah menuju mobil miliknya, lantas melajukan kuda besinya menuju kantor untuk melanjutkan pekerjaanya lagi yang sempat tertunda.

Sementara di dalam kamar, Bunda dan Ayah Bagas tengah pusing memikirkan cara bagaimana mereka akan menyampaikan berita buruk ini pada kedua orang tua Alex. Meski ia yakin jika lelaki itu akan memberitahunya lebih dulu, tapi setidaknya sebagai calon besan yang baik mereka harus mempunyai alasan yang jelas agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

"Yah, apa Ayah benar-benar yakin akan menunda pernikahan Airin?" tanya Bunda. Peermpuan paruh baya itu tadi langsung menyusul dan duduk di samping suaminya.

"Mau bagaimana lagi, Bund? Kita tidak bisa melangsungkan pernikahan dengan kondisi Airin yang seperti itu," ucap Ayah dengan nada lemah. Bunda tahu perasaan suaminya itu. Selain kesal, pasti pria paruh baya itu juga kecewa memikirkan tingakah putrinya yang semakin menjadi.

"Tapi, bagaimana kita akan menyampaikan ini pada kedua orang tua Alex? Pasti mereka akan kecewa, dan menganggap keluarga kita hanya mempermainkan putranya?"

Bunda tak kalah bingung. Jika hanya membatalkan gedung dan catering, mungkin masih bisa ia lakukan. Tapi ini, selain akan membuat malu kedua belah pihak, undangan pun sudah tersebar kemana-mana.

"Mengenai orang tua Alex, Bunda jangan khawatir. Ayah akan berbicara baik-baik. Ayah yakin, jika mereka akan mengerti."

Ada sedikit perasaan lega di hati perempuan paruh baya itu. Saat ini, ia hanya perlu membatalkan semua perlengkapan pesta yang sudah mereka pesan dan mengumumkan di tundanya pernikahan itu secepat mungkin.

Alex kembali ke kantor dengan sangat terburu-buru. Ia takut jika sang bos sampai lama menunggu dan sudah di pastikan akan marah besar.

"Kemana saja, kau?" Suara yang tak asing seketika menghentikan langkah kakinya saat ia hendak membuka pintu ruangan miliknya. Lelaki itu berbalik dan melihat Arya yang tengah berdiri sembari bersedekap.

"Maaf, Tuan. Saya ada urusan sedikit tadi."

"Sudah aku katakan, kau bisa ambil cuti, dan urusi dulu pernikahanmu."

Namun Alex hanya menggeleng, setiao kali sang bos mengatakan itu, "Saya bisa membereskannya, Tuan."

'Dasar, keras kepala!'

"Ada yang ingin aku bicarakan."

Alex mendongak, kembali menatap pria yang sudah beberapa tahun belakangan ini telah membantunya. "Mengenai apa, Tuan?"

"Ikut saja. Kau pasti akan tau nanti."

Alex dan Arya sama-sama melangkah menuju sebuah ruangan. Kali ini mereka memilih berbincang di ruangan pribadi Arya. Alex yang memang tidak tahu sama sekali dengan apa yang akan di bicarakan oleh bosnya hanya menatap bingung. Harap-harap cemas dengan apa yang akan di sampaikan oleh pria itu.

"Orangku sudah menemukan apa yang kau cari selama ini." Arya menyodorkan sebuah amplop besar berwarna coklat, yang entah apa itu isinya. 

"Ini apa, Tuan?" Alex masih menatao dengan bingung. Surah pemecatan dirinya kah? Atau....?

"Buka. Kau akan tau isinya apa."

Dengan ragu Alex menarik amplop besar berwarna coklat itu. Memeriksanya sekali lagi, namun polos. Tidak ada tulisan sama sekalu yang tertera di sana. Dengan jantung yang dag dig dug, lelaki itu membuka penutupnya perlahan. Matanya menyipit, menatap satu persatu barusan kata yang yang ada di sana.

Namun lima detik kemudian matanya melebar sempurna, saat menangkap sesuatu hal yang selama ini tengah ia cari, "Tuan....? Ini....?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status