Seorang wanita tengah berjalan hati-hati memasuki sebuah perusahaan besar yang menghubunginya beberapa hari lalu. Rencananya hari ini ia akan menjalani wawancara, sekaligus kontrak kerja dengan perusahaan yang menawarinya pekerjaan sebagai seorang sekretaris.
Wanita cantik itu bernama Nabila, dengan usianya yang baru menginjak 23 tahun, ia terbilang orang yang cukup pandai dan cekatan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
"Silahkan masuk, Nona." Dari ruangan HRD, wanita itu langsung di antar ke rungan asisten Seno, yang nantinya akan menjelaskan apa saja tugasnya.
"Kamu bisa pelajari ini." Sang asisten memberitahu apa-paa yang harus ia kerjakan selama menjadi sekretaris di sini, yang langsung di angguki mantap oleh Nabila.
"Satu jam lagi saya akan mengajakmu ke ruangan bos, jadi bersiap-siaplah." Seno melangkah meninggalkan wanita itu di dalam ruangan kerja barunya.
Selanjutnya yang Nabila lakukan adalah mempelajari apa saja mengenai perusahaan itu, termasuk aturan serta poin-poin penting yang harus ia kerjakan nanti.
'Cukup sulit. Ini sama saja aku memulainya dari awal lagi.' Wanita itu menghembuskan napas pelan. Menyayangkan sikapnya yang terlalu tergesa mengambil keputusan.
Jika saja ia tidak mau menerima pekerjaan ini, apalagi yang bisa ia kerjakan? Padahal masih ada satu nenek yang setiap hari berucap dengan maksud membanggakannya.
Hingga akhirnya ada seseorang yang berbaik hati mau menolongnya, memberinya tempat tinggal, serta mengijinkannya masuk seperti rumahnya sendiri.
Selain itu juga Nabila melakukan semua ini demi Nenek yang saat ini tengah berjuang melawan sakit, dan pastinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
'Ah, beres. Tinggal satu berkas lagi akan ia baca nanti. Ia berbisik sendiri.' Kedua tangannya dengan lincah membereskan semua berkas yang tadi ia baca. Menyusunya dengan rapi, sambil menunggu perintah selanjutnya dari Asisten Seno.
Tak lama, benar saja. Seno terlihat membuka pintu ruangannya, lantas mengajaknya menemui sang bos yang sudah menunggu sejak tadi.
"Mari. Saya akan mengantarmu ke ruangan Tuan Dion."
Nabila hanya mengangguk dan mengekori pria itu. Dalam hati wanita itu terus bertanya, siapa itu Tuan Dion? Apakah bos baru? Karena yang ia ketahui pimpinan perusahaan itu bernama Tuan Sigit Prasetia.
"Tuan, kenalkan, ini sekretaris baru Anda." Seno memperkenalkan wanita itu pada sosok lelaki di depan sana. Dion yang tengah duduk dengan posisi membelakangi langsung memutar tubuhnya ke arah mereka, menatap penampilan wanita itu dari atas sampai bawah.
"Perkenalkan nama–mu."
"Baik, Tuan." Nabila langsung membungkuk sopan, menatap wajah lelaki muda di depan sana.
"Perkenalkan, saya Nabila. Sekretaris baru yang akan mengurus jadwal pekerjaan Anda nanti."
Dion masih terdiam menatap wanita bernama Nabila itu. Wanita muda dengan wajah ayu serta memancar kecantikan yang natural.
"Apa kau yakin, bisa bekerja dengan baik di sini?" Kali ini respon lelaki itu di luar dugaan. Seno mengira Tuan Dion akan bersikap seperti biasa, genit jika melihat wanita cantik. Tapi, kali ini sungguh berbeda. Lelaki itu terlihat seolah ia menjaga sikap aslinya.
"Saya akan berusaha semampu yang saya bisa, Tuan. Semoga Anda bisa menerima pekerjaan saya."
"Kau sudah baca semua aturan di perusahaan ini, bukan?"
"Iya, Tuan. Saya akan selalu mengingatnya." Nabila mengatakannya dengan mantap. Ia harus bisa membuktikan, bahwa ia pantas mendapatkan kesempatan."
"Baik. Kau di terima. Jangan membuatku kecewa!" ucap lelaki itu dengan tegas dan penuh penekanan.
"Baik, Tuan. Saya janji tidak akan mengecewakan Anda."
"Sen....!"
Pria itu langsung mendekat seketika, menunggu perintah selanjutnya dari sang bos. Sedangkan Nabila sudah melangkah lebih dulu kembali ke ruangannya.
"Kau sudah memeriksa semua data-datanya, kan? Pastikan jika dia bisa bekerja dengan baik."
Seno langsung mengangguk. Entah apa maksud ucapan Dion baru saja, yang pasti ia tidak masalah jika pria itu bisa benar-benar berubah dan bertanggung jawab.
Sementara di ruangan tadi, dua lelaki itu masih terdiam saling menatap. Mereka menunggu sampai Nabil benar-benar pergi agar tidak bisa mencuri dengar apa yang akan mereka bicarakan.Tidak ada satu–pun dari mereka yang memulai membuka suara lebih dulu. Hingga pada akhirnya sang asisten membuka suara, "Tapi, apa Anda benar-benar menyetujuinya, Tuan? Dia pernah bekerja di Pratama Group."
"Percaya atau tidak lihat saja nanti. Aku tidak peduli, jika dia berani macam-macam, berarti dia cari mati!"
Dion yang sudah lebih dulu membaca semua riwayat hidup wanita itu tadinya ragu. Karena entah sengaja atau tidak Nabil pernah bekerja di perusahaan milik saingan keluarganya. Bagaimana pun ia tidak mau perusahaan papanya bangkrut, dan ia akan kehilangan kehidupannya yang mewah. Tapi, apa salahnya mencoba. Siapa tahu akan menguntungkan untuk perusahaannya. Dan pada akhirnya lelaki itu memilih Nabila sebagai sekretaris baru dari sekian banyaknya para pelamar.
"Apa Anda sudah mempelajari berkas yang saya berikan?" Seno kembali bersuara, mengingatkan padanya mengenai berkas yang tadi ia letakkan di atas meja kerja lelaki itu.
"Hei, kau gila ya! Aku hanya membaca yang kau beri tahu!"
Ternyata Dion hanya membaca satu berkas mengenai kerja sama yang tadi Seno tunjukkan, dan data tentang sekretaris baru yang akan masuk hari ini. Selebihnya ia biarkan begitu saja tersusun rapi di atas meja.
Seno menggeleng sekali lagi. 'Dasar bodoh!'
Kenapa ia harus terjebak bekerja dengan lelaki sepertinya.
"Sudah. Kau boleh pergi. Mengganggu saja! Aku ingin menghubungi kekasihku."
Dion kembali membalikkan tubuhnya membelakangi meja. Lelaki itu kembali meraih handphone, lantas berbicara mesra dengan seseorang di seberang sana.
[Tapi, bagaimana kalau aku merindukanmu?] Lita berbisik manja, menggoda lelaki itu untuk segera datang menemuinya.
[Maaf, Sayang. Ini juga demi kebaikan kita. Kamu sabar yah?]
Detik selanjutnya Seno tidak lagi mendengar apa yang mereka bicarakan, karena ia memilih melangkah dan keluar dari ruangan itu segera.
Nabila yang saat ini berada di ruangan kerja pribadinya tengah membaca satu berkas lagi yang tadi belum sempat ia selesaikan. Berkas mengenai kerjasama yang akan perusahaan itu lakukan dengan klien baru dari AA Group.
Wanita itu tersentak, dan mengulang kembali nama perusahaan itu. Mencoba mengingat di mana ia pernah mendengar nama yang tidak begitu asing baginya.
Kedua alisnya bertaut, saat samar-samar ia bisa mengingat di mana ia pernah mendengar nama itu.
'AA Group....? Andreas–Airina......'
Bukankah itu anak cabang perusahaan milik keluarga Andreas yang saat ini di pegang oleh Tuan Bagas.
Kedua matanya membola saat dengan jelas ia bisa mengetahui siapa pemilik perusahaan itu.
'Itu artinya....?'
Nabila dengan buru-buru mencari ponsel miliknya. Mengetikkan sesuatu yang cukup panjang, lantas segera mengirimkannya pada seseorang yang berada di sana.
Lima menit wanita itu menunggu, hingga sebuah notif pesan baru masuk ke dalam benda pipih miliknya. Nabila meraihnya cepat, lalu membukanya....
'Apa....!!'
Hai teman-teman, kangen nggak sama mereka?
Tidak kah?😂😂😂
Jangan lupa dukungannya dari kalian semua😀☺️☺️
Setelah pertemuannya Riska dengan Erick di depan kampus beberapa hari yang lalu. Riska memutuskan untuk menceritakan siapa sebenarnya pria itu pada putrinya. Dan sejak itu pula Erick berusaha mendekati Nisya dengan perlahan. "Jadi, Om itu papaku, Ma?" tanya Nisya sekali lagi. Yang langsung di jawab anggukan kepala oleh sang mama. "Ya. Dia papamu, Nak." Dan hari-hari mereka mulai berwarna. Apalagi saat Erick terang-terangan melamar Riska di depan semua temannya. Meski terkesan buru-buru, Riska akhirya pun menerima lamaran itu demi putri tercintanya. "Menikahlah denganku, Riska. Aku janji akan membahagiakanmu dan juga Nisya." Seluruh mahasiswa yang menyaksikan acara lamaran itu langsung bersorak, meminta pada Riska untuk segera memberikan jawaban. Tidak butuh waktu lama, acara pernikahan Riska dan Erick segera di laksanakan. Pernikahan sederhana itu di gelar di rumah kediaman Riska dan hanya di hadiri oleh kerabat serta teman dekatnya saja. Mereka melanjutkan hidup dengan bahagia.
"Airinnn ...!!" teriak Elisa kegirangan. Ia mundur beberapa langkah untuk mengambil ancang-ancang, lalu ... Bughhh!! Satu pukulan mendarat lagi di perut pria asing yang tadi mencekal sebelah tangannya. Kini Elisa tidak merasa takut lagi, karena ada Airin yang siap membantunya. "Kamu tidak apa-apa 'kan, El?" Meski khawatir, Airin tetap waspada. Tidak ingin ceroboh sampai memberi kesempatan pada penjahat itu lagi. "Aku baik-baik saja, Rin." Elisa berlari ke arah ketiga bocah tadi. Memeriksa satu-persatu dari mereka. Elisa lega karena semuanya dalam keadaan baik-baik saja. "Kalian tunggu Mama di sini. Jangan ke mana-mana!" Lalu Elisa berdiri tepat di depan ketiga bocah itu untuk melindungi dari pria jahat yang masih meringis kesakitan. "Sialan!!" Pria itu mengumpat lagi. Bahkan terdengar juga sumpah serapahnya, memaki pada dua ibu muda yang sudah berhasil mengalahkannya. Tidak ingin memberikan kesempatan lagi, Airin dan Elisa segera memberikan pukulan secara bersamaan. Bughhh, bug
Drama panjang mengenai hilangnya Haidar dan Rey yang terjadi di rumah milik Alex berlalu sudah. Kini dua minggu setelah kejadian itu Airin dan Elisa mengajak anak-anaknya bermain di sebuah taman permainan khusus anak. Dan tentu saja di temani oleh kedua suami dari mereka.Anak-anak mulai bermain, saling berkejaran dan menikmati suasana sore yang semakin ramai. Di sana-sini juga terlihat anak-anak lain tengah bermain dengan di awasi oleh para orang tuanya masing-masing.Suasana taman terasa ramai sekali, apalagi saat ini tengah libur akhir pekan. Sementara para ibu tengah mengawasi para anak main, Alex dan Roy memilih menyingkir mencari tempat untuk berbincang. "Kak Rey, ayo main!" ajak Azki. Gadis kecil itu mulai menyeret tangan Rey untuk mengikutinya. Padahal sejak tadi Lexa juga sudah ada di sebelahnya memainkan boneka yang sengaja mereka bawa dari rumah."Kakak di sini aja ya? Kakak nggak suka main boneka." Rey ogah-ogahan mengikuti tangan gadis itu yanga terus saja menggandengnya
"Kalian ...?" Kay menatap bingung pada dua pria kecil di depannya. Haidar dan Rey kini tengah duduk bersebelahan di dalam gudang yang terletak di samping taman. "Kalian ngapain di sini?"Dua pria kecil tadi menoleh serempak. Melihat gadis kecil berkuncir kuda dengan tatapannya yang berbeda."Kak Kay ...!" Haidar langsung bangkit dan berusaha menyembunyikan tubuh sang kakak di belakangnya. "Kenapa Kakak ke sini?" ucapnya lagi."Kalian ngapain ada di sini?" Kay mengulang pertanyaan itu lagi.Sedangkan di depan sana Rey menatap gadis itu dengan kedua mata yang berbinar."Berhenti menatap Kak Kay seperti itu!" Haidar memasang badan tepat di depan Kay. Menghalangi pandangan pria di depan sana agar tidak terus menerus menatap ke arah sang kakak."Kamu ngapain sih, Dek?" Kay bingung sendiri melihat aksi konyol adiknya. "Ayo, Mama sama Ayah khawatir." Menarik tubuh Haidar agar mengikutinya."Awas kalau kamu berani menatap Kak Kay seperti itu lagi!" ancamnya sebelum melangkah keluar dari dalam
Beberapa tahun kemudian."Kakak, gendong ..." rengek Azki manja pada pria kecil berusia sepuluh tahun. Pria kecil itu hanya menurut, berjongkok dan memasang punggungnya di depan gadis kecil tadi."Yeyyy, asikkk!" Azki tersenyum senang mendapati pria itu tidak menolaknya lagi. Padahal ia tidak tahu saja sebenarnya pria itu tengah memakinya dengan kesal.Azkia Putri Aditama.Nama yang di berikan Airin dan Alex untuk putri pertama mereka. Gadis kecil berkulit putih, serta berambut lurus itu saat ini sudah berusia lima tahun. Azki tumbuh menjadi sosok yang ceria dan juga pintar.Saat ini mereka tengah kedatangan tamu dari Keluarga Roy dan juga Arya. Semua berkumpul di taman belakang menyaksikan anak-anak mereka bermain. Saling berkejaran, ada juga yang terlihat saling berbincang."Lihat ekspresi wajah putramu, El, dia lucu sekali, 'kan?" Airin menunjuk ke arah Rey yang saat ini tengah menggendong Azkia. Gadis kecil itu tampak tertawa senang, sedangkan Rey terus saja menekuk wajahnya masam
"Pa, bagaimana dengan nasibku?" Saat ini perempuan itu tengah menemui papanya di sel tahanan. Tuan Bara harus menjalani hukuman dua tahun lebih lama di banding dengan Sigit Prasetya karena kesalahannya dia anggap lebih fatal. Sedangkan Riska dengan keadaan perutnya yang semakin hari kian membuncit kebingungan harus menyembunyikan kehamilannya dari orang-orang di tempat tinggal barunya nanti."Dari awal Papa sudah bertanya padamu, kan? Siapa Ayah dari bayi yang kau kandungan? Tapi kau malah diam dan seolah melindunginya. " Papa Bara kesal dengan Riska yang sangat keras kepala. Coba saja dulu ia mau jujur, pasti keadaannya tidak akan seperti ini."Maaf, Pa. Maafkan Riska." Bulir bening jatuh begitu saja melewati kedu pipi perempuan itu. Mama Nathali hanya mampu menenangkan dan mengusap lembut punggung putri satu-satunya itu."Sudahlah, Ris. Sebaiknya kita segera pulang." Ibu dan anak itu melangkah gontai meninggalkan sel tahanan suaminya menuju tempat tinggal baru yang mereka sewa denga
Setelah di buat bingung dengan tingkah Airin yang tiba-tiba meminta berhenti secara mendadak, saat ini Alex juga di buat terkesiap dengan kedua bola mata yang membulat serta mulut yang terbuka lebar tatkala melihat tingkah istrinya yang tak masuk akal.Bagaimana mungkin orang yang tadinya terlihat kesakitan sekali sekarang tengah santai dan menyantap semangkuk bakso dengan sangat lahap? Di tambah lagi setelah adegan itu selesai, Alex nyaris jatuh, bangun, serta guling-guling sendiri ketika mendengar si tukang bakso yang bersuara dan meminta bayaran untuk harga bakso yang baru saja istrinya makan."Satu juta lima ratus ribu?! Jangan gila, Pak! Istri saya hanya memesan semangkuk bakso. Kenapa mahal sekali?" Rasanya Alex ingin menghancurkan gerobak sekaligus pemiliknya. Tapi melihat tatapan heran orang-orang di sekitar, Alex terpaksa duduk kembali di bangku plastik yang di sediakan pedagang itu."Memang yang di makan istri Anda hanya semangkuk, Tuan. Tapi, dia tadi bilang akan memborong
Beberapa Bulan Kemudian ...Kehamilan Airin sudah memasuki trimester terakhir. Wanita itu sudah terlihat sekali kesulitan untuk melakukan aktivitasnya seperti biasa. Beruntung Alex selalu menyempatkan waktunya untuk menemani istrinya kemana pun pergi.Seperti pagi ini, mendadak Airin ingin di temani jalan-jalan. Padahal Alex sudah rapi dengan setelan jas dan bersiap untuk berangkat ke kantor. Terpaksa Alex harus menghubungi sekretarisnya dan meminta jadwal ulang untuk rapat yang akan di adakan dua jam lagi.[Tapi, Tuan ....?] Terdengar kasak-kusuk dari seberang sana. Alex paham jika sang sekretaris pasti kebingungan mencari alasan di batalkannya rapat itu.[Katakan saja pada mereka jika istriku sedang ingin di temani di rumah] Alasan yang logis memang. Tapi, apa mungkin mereka akan percaya? Atau malah akan di jadikan bahan lelucon nanti? Entahlah.[Kau mendengarku?] Alex terpaksa bersuara lagi tatkala tidak mendapatkan sahutan dari seberang sana.[I–iya, Tuan. Saya akan coba menjelask
Beberapa bulan setelah semua beres, keadaan akhirya kembali normal seperti biasa. Alex telah menyeret satu persatu orang yang sudah terlibat dalam hancurnya perusahaan papanya. Sigit Prasetya dan Bara adalah dua orang utama yang menerima hukuman dari Alex. Tentu dengan masa hukuman yang berbeda tergantung seberapa besar keterlibatan mereka dalam permasalahan itu.Pengalihan perusahaan milik Papa Wahyu ke tangannya kembali juga sudah di laksanakan dengan mengundang perwakilan dari beberapa perusahaan saja, termasuk dari Keluarga Pratama dan Andreas yang menjadi pendukung utama.Alex sengaja mengadakan acara itu di rumah karena tidak terlalu banyak yang mereka undang. Hanya orang-orang terdekat serta beberapa kolega dari Papa Wahyu dulu yang masih menjalin pertemanan baik dengan mereka.Jika dulu Papa Wahyu yang memimpin perusahaan itu sendiri, tapi sekarang ia sudah menyerahkan tanggung jawab penuh perusahaan pada Alex. Pria paruh baya itu merasa jika Alex lebih mampu di bandingkan dir