Share

Emily

Ellard berdiri di ambang pintu salah satu ruang inap rumah sakit ternama di kota itu. Dengan ekspresi yang sulit untuk diartikan, Ellard menatap tajam punggung kecil seorang wanita yang menatap jauh ke arah luar jendela. Seorang wanita yang duduk di atas kursi roda.

Ellard mendengkus, kesal dengan kesempatan hidup yang diberikan pada Emily. Kenapa wanita itu tidak mati, kenapa harus Naura, dan yang membuat Ellard semakin dibakar amarah adalah kenyataan bahwa sepertinya kecelakaan itu memang disengaja. Ellard merasakan tenggorakan tercekat memikirkan hal miris yang menimpa kekasihnya. Apa kesalahan wanita yang begitu baik itu.

Ya, baginya Naura adalah wanita terbaiknya. Wanita yang membuat seorang Ellard percaya bahwa tidak semua wanita berwajah malaikat berhati iblis. Ellard mempunyai kenangan buruk terhadap seorang wanita yang membuatnya enggan untuk mempercayai kaum hawa, kaum yang sudah melahirkannya ke dunia. Ellard sangat membenci semua jenis wanita sebelum ia bertemu dengan Naura yang berhasil meruntuhkan pertahanannya.

Dan sekarang apa yang terjadi. satu-satunya orang yang membuatnya percaya kembali kepada wanita, kini dirampas paksa darinya, oleh wanita iblis lainnya. Masihkah ia akan percaya pada wanita disaat satu-satunya wanita yang ia agungkan sudah tiada.

Dengan langkah arogant, pelan tapi pasti Ellard memasuki ruangan itu lebih dalam. Tatapan sinis itu tidak hilang dari wajahnya. Aura negatif yag terpancar dari sosoknya terasa begitu jelas. Terbukti seorang perawat yang langsung pergi begitu mendapat tatapan horor dari seorang Ellard. Tanpa Ellard mengeluarkan suara, perawat itu cukup pintar bahwa Ellard ingin ia menyingkir dari ruangan tersebut.

Kini ia berdiri tepat di belakang punggung wanita itu. Aroma lemon sontak memanjakan indra penciumannya begitu angin berhembus dari jendela. Ellard mengibaskan sebelah tangannya, mengusir bau yang berasal dari tubuh Emily.

Mengabaikan bahwa aroma itu cukup menyegarkan dan sedikit unik, Ellard meyakinkan diri bahwa ia benci dengan semua yang ada di dalam tubuh wanita itu.

Ellard dengan kasar segera memutar kursi roda tersebut.

"Akhh.." pekik Emily terkejut, wajahnya tegang seketika. Kedua tangannya mencengkram erat kedua sisi kursi roda tersebut. Ellard menyunggingkan senyum sinis, ia kembali memutar kursi roda tersebut, menikamati kepanikan yang jelas terpancar di wajah Emily yang memucat.

"Se-seseorang," panggilanya gelagapan.

"Suster, perawat, dokter," tidak ada sahutan membuat Emily semakin panik. Ellard bersedekap, kaki panjangnya kembali terulur dan menendang kursi roda tersebut.

Emily menjerit panik, Ellard menukik alisnya, menyunggingkan senyum mencemooh, begitu melihat Emily yang terlihat enggan beranjak dari kursinya.

Begitu tatapan keduanya bertemu, Ellard dengan congkak mengangkat dagunya, tatapannya menghunus tepat di manik wanita itu.

Wajah wanita itu sudah terlihat berantakan akibat kepanikan yang dialaminya, kondisinya terlihat semakin menyedihkan dengan banyaknya luka di memar di wajah cantiknya.

Wajah cantik? Cihh, iblis sesungguhnya ya model seperti ini. Ellard membatin dan merutuk.

"A-apakah ada seseorang di sini? Apa ada orang lain?"

Ellard menautkan kedua alisnya. Apakah ia transparan? Manik mereka sudah beradu beberapa detik lalu, bagaimana bisa ia masih mempertanyakan apa ada orang lain di dalam ruangan itu.

Ellard kembali menukik sebelah alisnya dengan congkak begitu melihat Emily mengulurkan tangannya di udara seperti seakan ingin menggapai sesuatu.

"Apa ada orang?" tanya Emily dengan suara lembut.

Mendengar nada yang sangat enak di dengar itu membuat Ellard berdecis sinis.

"Siapa di sana?" Ellard tidak berniat untuk menyahut sama sekali. Ia memperhatikan tingkah wanita yang menurutnya sangat memuakkan itu.

"Dokter?" Emily mencoba mendorong kursinya dan Ellard segera menahannya begitu di hadapannya. Ia menyoroti wajah wanita itu yang masih terlihat sangat pucat. Infus yang terpasang sudah terlepas dengan paksa akibat ulahnya yang mendorong dan memutar kursi wanita itu tadi. Darah segar mengalir dari tangannya, dan senyum mengejek kembali terukir di wajahnya begitu ia melihat wajah Emily meringis menahan perih.

"Siapa kau?" tanya Emily dan kembali mengulurkan tangannya. Tap! Telapak tangan wanita itu menyentuh kakinya yang dengan cepat di tepis oleh Ellard dengan menarik kasar kakinya dan kembali mendorong kursi roda tersebut dengan kakinya. Alhasil kursi roda itu kembali meluncur dan membentur ranjangnya cukup kuat hingga membuatnya terjatuh, meluncur ke lantai.

Buta? Batin Ellard. Menarik? Ia tersenyum puas. Hasratnya semakin menggebu untuk mempermainkan wanita itu. Wanita yang sudah dengan kejam merampas paksa miliknya.

Emily merangkak membawa kakinya, mencoba menggapai kursi roda.

Apakah juga lumpuh? Tanya Ellard seraya menunggu dan memperhatikan. Aku berharap kakinya juga tidak berfungsi, ia pantas mendapatkannya. Kembali ia membatin dengan kejam, tidak ada rasa kasihan sedikit pun melihat kondisi Emily sama sekali.

"Kau di sini?" terdengar suara berat seorang pria yang membuat Ellard menoleh. Ia mengisyaratkan pria itu agar diam dengan meletakkan jari telunjuknya di jari.

"Apa yang kau lakukan di sini?" kini suara seorang wanita cantik yang terdengar yang membuat Ellard mengembuskan napas panjang. Wanita itu adalah kakak perempuannya dan pria yang pertama kali menyapa tadi adalah suaminya yang kebetulan adalah pemilik rumah sakit itu dan juga orang yang menangani wanita iblis yang telah merenggut kebahagiaannya dan ia kesal akan fakta itu. Kenapa keluarganya harus menyelamatkan wanita sialan itu dengan alasan sumpah dan dedikasi. Akh! mengingat itu Ellard memutar bola matanya jengah. Peduli apa dia dengan sumpah dan dedikasi, persetan dengan semua itu.

"Oh astaga!" pekik Morin-kakak perempuannya seraya berlari mendekati Emily. "Kau baik-baik saja nona Emily?" Morin pun membantu Emily untuk kembali duduk di kursinya. "Kenapa kau bisa terjatuh?"

"Sepertinya seseorang mendorongku," Emily tersenyum tipis.

Morin menoleh cepat dan tidak menemukan Ellard maupun suaminya di sana. Keduanya sudah pergi begitu saja.

🗿🗿

"Kau tidak memberi kabar setelah menghilang beberapa bulan," Jovan, suami dari kakaknya menatap Ellard penuh makna. Keduanya kini duduk berhadapan di dalam ruangannya.

"Bagaimana kabarmu?"

"Tidak pernah baik semenjak kepergian Naura,"  lirihnya. Bahkan setelah 5 bulan berlalu hatinya masih nyeri setiap kali mengingat dan menyebut nama Naura. "Dan keadaanku semakin memburuk begitu mendengar kakak dan saudara iparku justru menyelamatkan orang yang harus bertanggung jawab atas semuanya," Ellard menatap tajam ke arah Joven yang juga sedang memperhatikannya dengan tatapan prihatin. "Jangan menatapku seperti itu," dengkus Ellard dengan kesal. "Aku datang untuk mengirim wanita itu ke penjara, hukuman yang harus ia jalani yang dengan beraninya kalian hentikan!" Rahangnya mengeras, bukan hanya menyelamatkan nyawa wanita itu, keluarganya juga justru menghentikan proses hukum yang seharusnya dijalani oleh Emily dengan alasan kesehatan.

"Berbaik hatilah sedikit," Jovan memohon dan memelas atas nama Emily.

"Untuk kekejaman yang sudah ia lakukan? Ia membunuh tunanganku, calon istriku. M.e.m.b.u.n.u.h!!!" Ucapnya penuh tekanan. "Jangan berani menghentikanku kali ini!" Ellard segera berdiri dan meninggalkan ruangan Jovan dengan bantingan pintu yang disengaja.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wakhidah Dani
beneran Emily? tar salah loh. selediki dulu kebenarannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status