"Sayang, Edward akan datang menjemputmu. Ibumu sudah sampai, kenapa kau lama sekali. Semua tamu sudah tidak sabar untuk melihatmu." Sesungguhnya Ellard lah yang tidak sabar untuk melihat calon istrinya itu, dan ya juga tidak kuat menunggu lebih lama untuk mengikrarkan janji suci yang sudah ia hafal sejak satu minggu terakhir ini.
Terdengar gelak tawa manja dari seberang telepon, "Aku akan datang sendiri. Bersabarlah, kau akan terkejut dengan penampilanku,"
"Bagiku kau tetap cantik,"
"Ya, aku tahu. Baiklah, panggilannya kututup, aku akan segera berangkat."
***
Buuarr..Ciiiitttt...Prak..Prak....Prang!!
Mobil itu pun berguling tak terkendali masuk ke dalam jurang. Mobil lainnya menabrak pembatas jalan. Kecelakaan yang begitu sangat mengerikan membuat jalanan kota mengalami kemacetan dalam seketika.
Ledakan, decitan ban mobil, pecahan kaca semua berbaur jadi satu. Jeritan, teriakan dan tangisan juga tidak luput dari kepanikan yang terjadi. Kecekalaan beruntun yang memakan banyak korban. Korban luka, bukan korban jiwa.
Polisi dan tenaga medis segera meluncur ke TKP. Bukan hanya itu, para pemburu berita pun segera meramaikan tempat itu, pasalnya salah satu yang menjadi korban dari kecelakaan naas tersebut adalah tunangan yang tidak lain adalah calon istri seorang Ellard Willard, sang pebisnis hebat yang sangat terkenal di negara itu.
Hari ini, harusnya menjadi hari kebahagiaannya, di mana ia bersama Naura-tunangannya akan melangsungkan pernikahan.
Mimpi indahnya berubah menjadi mimpi buruk, begitu ponselnya berdering dan mengabarkan kecelakaan yang dialami oleh Naura.
Ellard segera mendatangi tempat kejadian. Wajahnya pucat melihat mobil sport merah pemberiannya yang berguling dan jatuh ke dalam jurang. Ellard tanpa berfikir panjang segera berlari, menuruni terjal dan mengabaikan larangan polisi dan orang-orang yang ada di sana. Yang ada di dalam fikirannya hanya ingin segera sampai ke mobil yang ditumpangi Naura. Ia hanya ingin menyalamatkan wanita pujaan hatinya itu.
Naas, baru beberapa langkah, mobil itu meledak, kobaran api yang begitu dahsyat membuat semuanya terpekik dan terkejut. Mustahil orang yang berada di dalamnya selamat.
Ellard tertegun di tempatnya, menatap nanar kobaran api tersebut. Mendadak ia merasakan waktu serasa berhenti berputar. Dunianya runtuh seiring dengan kepergiaan Naura.
***
Ellard dengan pakaian serba hitam menghadiri pemakaman Naura di kediaman wanita itu. Ibunya Naura meraung, menangis memeluk Ellard. Pria itu hanya diam sembari memeluk tubuh rapuh calon ibu mertuanya itu.
Masih sulit bagi Ellard untuk mempercayai bahwa Naura akan pergi secepat itu, terlebih ia tidak melihat mayat wanita itu secara langsung. Ia menolak untuk percaya bahwa Naura sudah tiada, namun ia juga tidak bisa menghentikan keluarga Naura yang melakukan prosesi pemakaman tanpa adanya mayat dari wanita itu dengan alasan mereka ingin Naura tenang di alamnya.
Seminggu berkabung, masih sulit bagi Ellard untuk mempercayai kenyatan yang terjadi. ia masih tidak bisa menerima kepergian Naura. Batinnya menolak bahwa wanita itu pergi begitu saja tanpa kata permisi.
Ellard ditemani sahabatnya Edward, mendatangi sebuah klub malam, upaya yang dilakukannya untuk menghilangkan kesedihan mendalam yang ia rasakan. Semua masih terasa seperti mimpi. Ia ingin marah, namun ia tidak mempunyai tenaga untuk itu.
Hidupnya mendadak kacau, Ellard kehilangan gairah hidup. Pekerjaannya terbengkalai dan terabaikan. Ia tidak peduli dengan kerugian yang terjadi. ia sibuk menata hati yang mendadak kosong karena kehilangan sang pujaan hati.
Ellard masih mengingat dengan jelas perbincangan terakhir mereka 30 menit sebelum kecelakaan terjadi. Ellard memberi tahu bahwa Edward yang akan menjemputnya namun wanita itu menolak dengan alasan ia ingin bahwa Ellard lah yang boleh melihat dandannya untuk pertama kalinya, bukan sahabatnya.
Ellard yang dari dulu tidak bisa menolak permintaan wanita itu apalagi dengan alasan yang begitu sangat manis, akhirnya mengalah dan menyetujuinya.
"Andai kau yang menjemputnya," gumaman itu terlontar seperti lirihan yang masih bisa di dengar jelas oleh telinga Edward.
"Itu tidak akan merubah apa pun jika takdir sudah berkehendak," sahut pria tampan itu dengan bijak namun tidak cukup ampuh untuk membuat hati Ellard menjadi tenang apalagi terhibur.
Ellard mengangkat kepalanya dari gelas kristal yang ia mainkan dengan jemarinya. Menatap Edward dengan tatapan kosong, "Kau tidak membantu sama sekali," dengkusnya lalu mengangkat gelasnya, membawanya ke mulutnya. Dahinya mengernyit, menahan rasa asam dan panas yang berbaur jadi satu. Minuman haram yang justru membuatnya semakin kacau.
"Minunam haram ini juga tak membantu sama sekali," Ellard melempar gelasnya yang otomatis menimbulkan bunyi akibat pecahannya.
Edward menarik napas panjang, pria itu segera mengedarkan pandanganya dan benar saja beberapa pasang mata sedang menoleh ke arah mereka.
"Pecahkan saja gelasnya biar ramai. Itu tidak berlaku, dude. Klub ini sudah cukup ramai dan lihatlah, beberapa pasang mata sedang menoleh ke arah kita."
"Kosongkan klubnya," perintahnya dengan enteng sembari beranjak dari kursinya.
"Kau mau ke mana?" Edward menahan tangannya.
Ellard melalui sorot matanya meminta Edward untuk melepaskan tangannya. Dengan enggan, Edward pun segera melepaskannya. "Kau mau ke mana? Aku akan menemanimu, bukankah aku sahabat yang sangat baik dan pengertian,"
"Enyahlah!" Ellard mengibaskan sebelah tangannya dengan malas. Ia butuh pelampiasan untuk meluapkan kesedihannya.
"Selamat malam, Tuan Willard," sapaan itu membuat Ellard dan Edward menoleh ke sumber suara.
Seorang pria dengan perut buncit mengenakan seragam polisi berjalan lebih dekat menghampiri keduanya.
"Mr. Smith," sapa Edward sembari mengulurkan tangan untuk menyalam pria itu. Polisi yang memang diminta Edward untuk menyelidiki kasus kecelakan yang dalami Naura, tentu saja itu atas perintah Ellard. Ia tidak yakin kecelakaan yang dialami Naura murni kecelakaan lalu lintas.
Ellard tahu betapa Naura sangat penuh hati-hati dalam mengendarai mobil. Wanita itu sangat memperhatikan keselamatannya.
"Ada informasi apa sehingga kau repot-repot mendatangi kami," tukas Edward dengan mempersilakan Tuan Smith untuk duduk.
"Ini mengenai kecelakaan yang dialami oleh tunangan Anda. Kami menemukan sebuah cincin, apa benar ini milik tunangan Anda?" polisi tersebut segera mengeluarkan cincin dari kantongnya yang sudah ditaruh dalam plastik kaca kecil.
Ellard kembali merasakan jantungnya berhenti berdetak. Ya, benar, cincin itu adalah cincin pemberiannya di hari pertunangan mereka. Cincin yang hanya ada satu di dunia dan sudah pasti harganya selangit.
"Dan kami sudah mendapatkan cctv yang berhasil menangkap kecelakaan tersebut. Dari cctv yang terlihat terjadi aksi kejar mengejar antar mobil tunangan Anda dengan mobil Nona Emily."
Ellard tersentak kaget, ia menoleh cepat ke arah pria tersebut, " Emily?"
"Ya, pengendara lain yang terlibat kecelakaan dengan tunangan Anda. Dan sekarang wanita muda itu sudah sadarkan diri setelah terbaring koma selama 5 hari."
"Jadi dia masih hidup?" rahang Ellard tampak mengeras, kedua manik tajamnya memancarkan kemarahan dan aura gelap.
"Ya, sekarang sedang dalam perawatan,"
Ellard menyunggingkan senyum sinis, "Bagaimana bisa ia tetap hidup setelah melenyapkan nyawa kekasihku," ucapnya penuh ancaman.
Kemarahannya semakin menjadi begitu melihat rekaman cctv. Dua mobil sport yang melaju dengan ugal-ugalan dan saling mengejar. Mobil sport hitam yang di duga milik Emily melaju kencang dan berusaha menghentikan mobil milik Naura. Ada apa dengan keduanya? Apa mereka saling kenal? Lalu kenapa Ellard tidak pernah mendengar nama Emily ke luar dari mulut Naura selama mereka bersama dua tahun terkahir ini.
Ia mengenal dengan baik semua sahabat dan kenalan wanitanya. Lalu siapa Emily?
Persetan dengan siapa pun itu si Emily, bagi Ellard wanita itu harus bertanggung jawab.
"Wueekk!" Emily memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat pasi, seakan menahan sakit yang luar biasa.Ellard pun terbangun begitu mendengar Emily muntah. Dengan sigap ia berlari ke dalam toilet."Kau baik-baik saja?" tanya Ellard penuh khawtir. "Wajahmu pucat. Apa kau memakan sesuatu yang salah?"Emily mengernyit, menatap bingung ke arah Ellard melalui cermin besar yang ada di hadapannya."Aku suamimu, kita sudah menikah beberapa tahun," jelas Ellard sebelum Emily sempat bertanya."Aku merasa mual," adu Emily dengan wajah meringis menahan sakit."Akan kupanggil Morin untuk memeriksa," Ellard pun menuntun Emily ke luar dari dalam toilet. Ia juga membantu Emily untuk membaringkan tubuhnya di atas ranjang lalu mengambil ponse untuk menghubungi saudarinya -Morin."Emily mual dan muntah. Tolong kau periksa dia," ucap Ellard to the point begitu panggilannya terhubung. "Sekarang juga!" imbuhnya penuh tekanan."M
Emily melihat jam tangannya. Pukul 16.01. Belum waktunya pulang jam kantor tapi Ellard sudah berada di kamar mereka."Kau pulang cepat hari ini?" Emily berjalan mendekat ke arahnya.Ellard mengangguk sambil tersenyum. "Mulai hari ini aku akan bekerja dari rumah," menarik Emily agar duduk di atas pangkuannya."Kenapa?""Perusahaan membosankan. Kau juga selalu ingkar janji. Tidak pernah datang tepat waktu," Ellard mengecup tengkuk Emily.Emily hanya diam karena tidak tahu harus memberi reaksi seperti apa."Apa yang sedang kau kerjakan?" tanya Emily mengalihkan topik."Aku sedang mencari fotoku yang paling keren," sahut Ellard sembari menunjukkan layar laptopnya."Untuk apa?" tanya Emily dan mulai memperhatikan satu persatu foto Ellard."Aku akan memajangnya di kamar kita. Di setiap sudut ruangan." Ellard menatapnya teduh. Kembali perasaan berkecamuk menghampirinya. Pembicaraan Emily dan Frans kini terdengar jelas di telingan
"Aku akan datang membawakan makan siang untuk kita," Emily berjinjit dan mendaratkan satu kecupan hangat di pipi kanan Ellard."Aku sudah memasukkan nomorku di ponselmu. Segera angkat teleponku jika aku menghubungimu," Ellard mengusap lembut kepala Emily.Sesungguhnya ia tidak ingin meninggalkan Emily disaat benaknya menyisakan banyak tanya yang menuntut jawaban ada apa gerangan yang terjadi dengan istrinya.Kejanggalan-kejanggalan sikap Emily sangat mengusiknya. Jika mengikuti kata hatinya, ingin rasanya ia membawa Emily ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh.Ellard sebenarnya sudah memiliki dugaan-dugaan atas apa sebenarnya yang sedang dialami Emily. Apa pun itu sesungguhnya ia tidak peduli. Hanya saja yang ia khawatirkan hal itu bisa melukai dan menyakiti Emily. Sungguh ia tidak akan sanggup lagi untuk melihat Emily terluka. Untuk itu lah ia juga menahan diri agar tidak bertanya secara terang-terangan kepada Emil
"Argghhhhh!!" teriakan Emily sontak saja membuat Ellard terbangun dari tidur nyenyaknya."Ada apa, sayang?" Ellard menatap Emily khawatir. Apa gerangan yang membuat Emily histeris di pagi hari. Ya, Ellard melirikkan mata ke arah nakas dan melihat jam weker yang menunjukkan jam 05.30."Apa kau mengalami mimpi buruk?" mengulurkan tangan berniat untuk memeluk dan menenangkan Emily.Plak!Emily dengan kasar menepis tangan Ellard dan baru lah pria itu menyadari cara Emily menatapnya begitu berbeda. Seperti orang asing yang takut melihat keberadaannya."Emily?" panggil Ellard penuh hati-hati, tapi jangan tanya jantungnya yang memompa, berpacu lebih cepat. Ke mana tatapan teduh yang selalu Emily tunjukkan padanya selama ini. Apakah Emily mulai berubah fikiran. Pertanyaan demi pertanyaan menyerang batinnya, membuat perasaannya semakin tidak menentu."SIAPA KAU?! KENAPA KAU ADA DI KAMARKU?!"Butuh beberapa d
“Selamat datang!” Emily merentangkan kedua tangannya menyambut kepulangan Ellard.Mendapat sambutan ceria dari Emily, Ellard mengulum senyumnya. Segera meletakkan tas kerjanya, Ellard pun membawa Emily ke dalam pelukannya. “Kau sangi sekali,” bisik Ellard dengan nada menggoda.“Aku sengaja melakukannya untuk membuatmu senang. Apa kau terhibur? Aku berdandan untukmu,” seru Emily dengan wajah merona.Perasaan Ellard dipenuhi oleh bunga-bunga yang bermekaran. Tadinya ia menolaj untuk bekerja dalam waktu dekat. Namun Emily terus saja membujuknya, dengan syarat akan sering mengunjungninya ke kantor. Baru hari pertama bekerja, Emily sudah mengingkari janjinya. Ellard menantikan kedatanganya namun istrinya tak kunjung datang. Ia uring-uringan tidak jelas. Mencoba menghubungi telepon rumah, namun istrinya tidak berada di sana membuatnya semakin galau.Namun begitu melihat sambutan Emily yang manis, kegalau
“Apakah kita akan tinggal di sini?” tanya Ellard begitu mereka kembali ke dalam kamar. Ellard masih merasa tidak nyaman jika berlama-lama duduk bersama Rebcca. Beruntung Morin dan Jovan ada jadwal operasi sehingga mereka segera pergi setelah sarapan.“Apa kau keberatan?” Emily yang merapikan tempat tidur menghentikan kegiatannya dan menoleh pada Ellard yang duduk manis di sofa seraya memperhatikannya.“Aku tidak keberatan, hanya saja kita juga memiliki rumah,” Ellard beralasan. Faktanya ia memang tidak menyukai harus tinggal di dalam satu atap bersama Rebecca.“Rumahnya sudah kujual,” cicit Emily dengan wajah memelas.Ellard mengerjap, mencoba mencerna kalimat yang baru saja dicetuskan oleh Emily.“Apa kau mengatakan bahwa kau sudah menjual rumah kita, sayang?”Emily menganggukkan kepala, “Aku sudah pernah mengatakan bahwa aku kesepian. Rumah itu selalu
Tok. TokTerdengar ketukan dari luar kamar. Emily dan Ellard yang hendak tidur kompak duduk kembali.“Aku akan membuka pintu,” Ellard menyingkap selimut dan turun dari atas ranjang.Emily pun melakukan hal yang sama, mengikuti suaminya dari belakang. Emily dan Ellard mengernyit begitu melihat Rebecca berdiri di sana.“Ini sudah hampir jam 22.00, ada apa?” ketus Ellard yang langsung mendapat tepukan di lengannya dari sang istri tercinta.“Ibu membutuhkan sesuatu?” tanya Emily dengan lembut.Rebecca pun ikut tersenyum sembari menggeleng, “Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam,” Rebecca mengusap kepala Emily penuh sayang.“Oh Ibu, selamat malam dan selamat beristrahat,” Emily merentangkan kedua tangannya dan memeluk Rebecca, dan semua hal itu tidak luput dari perhatan Ellard.Sepertinya Emily melupakan janjinya yang mengatakan akan menemui Rebecca untuk mengucapkan se
Rebecca menatap Ellard dengan penuh kelembutan juga kerinduaan. Sungguh ia ingin sekali memeluk Ellard, memohon maaf atas apa yang sudah ia lakukan selama ini. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usianya, penyesalan itu pun ia rasakan dengan sendirinya. Memangnya apa salah pria itu disaat suaminya yang bermain curang. Jika ditanya soal kondisi yang dialami Ellard, apakah ia menginginkan hal itu, terlahir hanya dari sebuah perselingkuhan.Sama seperti Ellard yang menyesali perbuatannya terhadap Emily, demikian juga Rebecca merasakan hal yang sama. Kekerasan-kekerasan yang ia lakukan dahulu seolah diputar ulang di hadapannya. Kejam, ya, satu kata itu lah yang pantas disematkan padanya. Di mana hati nuraninya dulu saat menyiksa anak laki-laki yang begitu sangat mencintainya dan menginginkan perhatiaannya. Sekarang, disaat ia menyesali semuanya anak laki-laki tersebut sudah sangat membencinya dan bahkan tidak sudi untuk melihatnya.Rebecca mencoba untuk meneri
Ada kenyataan yang harus terus difahami dan dimengerti, bahwa tidak setiap keinginan, perjuangan akan terbalas sesuai harapan. Tapi, meski begitu, ada juga kenyataan yang harus selalu kita tahu, bahwa apa pun itu, walau tidak seperti yang kita inginkan tetap saja hidup berjalan sesuai takdir. Satu yang pasti, Tuhan pasti memberikan yang terbaik.Seperti Ellard yang awalnya begitu sangat membenci Emily, kini berubah haluan begitu sangat memuja wanita yang tidak lain adalah istrinya. Kesalahfahaman yang terjadi antara keduanya akhirnya terselesaikan oleh waktu. Yang benar akan menang pada akhirnya.Ada sesuatu yang menanti setelah banyak kesabaran melalui ujian dan rintangan yang dijalani. Buah dari kesabaran adalah sesuatu yang pastinya sangat indah, membuat terpana hingga melupakan betapa pedihnya itu rasa sakit.Jika mencintai orang yang tepat, kebahagiaan dan kenyamanan yang akan didapatkan, namun jika yang dirasakan adalah kesedihan dan rasa sakit artinya men