Memiringkan kepala ke kiri, Ellard melihat sebuah rumah yang terbuat dari kayu. Sederhana tapi sangat indah.
“Kita sudah sampai, kau ingin kopi?” tawar Emily dan menunggu jawaban Ellard ia masuk ke dalam rumahnya dan berjalan ke dapur untuk membuartkan kopi.
“Kopimu,” Emily meletatkkannya di atas meja begitu Ellard memasuki dapur. Ellard duduk memperhatikan Emily yang terlihat menyeduh teh untuknya. Ya, ia masih mengingat bahwa
Sarapan selesai dengan menu yang ala kadarnya dan kini keduanya sama-sama diam membisu. Baik Ellard maupun Emily tidak tahu harus membahas dan membicarakan apa lagi. Diamnya mereka membuat suasan sedikit canggung.“Hm, sebaiknya aku pulang. Terima kasih untuk sarapannya,” dengan berat hati akhirnya Ellard beranjak dari kursinya. Jika ditanya hatinya, ia enggan untuk pergi dari sana. Sungguh ia masih penasaran dengan kehidupan Emily, tepatnya siapa yang sudah menikahinya karena tidak ada satu hal atau benda apa pun di rumah itu yang bisa memberikan ia petunjuk.Di samping rasa penasarannya, di satu sisi Ellard juga merasa tertohok bagaimana bisa Emily tidak mengenalinya sama sekali. Lalu di detik berikutnya ia menghela napas panjang. Memangnya apa yang ia harapkan? Andai Emily mengenalinya, ia yakin wanita itu tidak akan sudi duduk di meja yang sama dengannya sambil menikmati sarapan mereka.Ellard juga tidak bisa menyalahkan Emily yang tidak mengenal
"Ka-kau sudah betistirahat. Se-sebaiknya kau pulang," Emily berdiri dari kursinya, melangkah terburu-buru ke arah pintu keluar. Malu, itu lah yang ia rasakan. Astaga, memangnya apa yang ia fikirkan saat menonton tayangan itu dan sialnya ia baru melihat sedikit belum seluruhnya dan pria itu sudah bangun saja. Dan apa yang ia katakan tadi, menontonlah dengan suamimu, hah? Artinya ia sudah menonton film itu bukan. Membayangkan hal itu Emily semakin malu, wajahnya memanas memikirkan apa yang akan difikirkan pria iti tentang dirinya.Heh Emily tidak ada yang salah, kau sudah dewasa. Kau bisa menontonnya! Emily menenangkan dirinya sendiri.Tapi tetap saja aneh rasanya. Itu film penuh kontroversi. Banyak adegan dewasa yang tidak layak dipertontonkan! Malaikat dalam diri Emily turut andil bersuara."Salahkan Rena yang meracuniku!" gerutunya sembari membuka pintu."Apa kau sedang mengusirku?"Emily berjengkit kaget mendengar su
Ellard semakin panas dingin melihat keakraban yang ditunjukkan Emily dan pria yang Emily panggil dengan nama Frans. Siap pria itu? Ada hubungan apa diantara mereka? Emily terlihat bahagia saat berbicara dengannya. Matanya berbinar indah menunjukkan bahwa ia sedang benar-benar sedang berbahagia."Aku belum sarapan. Bisakah kau membuatkannya untukku," Frans memasang wajah memelas seperti anak kucing yang meminta kepada induknya. Emily tergelak seraya mengangguk. Dan percayalah, ingin rasanya Ellard melayangkan tinjunya ke wajah pria asing itu."Baiklah, ayo kita ke dapur," Emily segera berdiri diikuti oleh Frans. Dan Ellard tidak tinggal diam, ia pun ikut berdiri membuat Emily dan Frans menoleh ke arahnya."Akh ya, siapa pria ini, Em?" tanya Frans yang menatap Ellard penuh intimidasi. Ellard yang mendapat tatapan tidak bersahabat dari pria asing itu tidak terima juga menatapnya tidak kalah sengit."Hm, Tuan Penyendiri," jawaban Emily membu
Ellard hanya bisa diam menyaksikan keseruan Emily bersama Frans yang sedang bermain game. Keduanya duduk di lantai sambil bersila. Sesekali Frans mengumpat karena Emily berhasil mengalahkannya, dan disaat Frans mengumpat di situ Ellard sengaja berdehem memberi kode agar Frans memperhatikan sikapnya."Ye, aku menang lagi!" Pekik Emily girang. Tiga kali kemenangan mutlak ia dapatkan. Dan ia semakin senang melihat wajah Frans yang frustasi seolah tidak bisa menerima kekalahannya."Aku menang dan kau kalah!!" Emily mengambil lipstik dan melukis bebas di wajah tampan Frans. Wajah tampan itu kini tidak berbentuk lagi. Frans terlihat seperti badut. Ya, taruhan mereka adalah melukis di atas wajah bagi yang menang."Lihatlah, dia lucu sekali!" adunya pada Ellard yang hanya menatap Frans dengan wajah datar."Kelihatan sekali kalau kau sangat senang, Em," tukas Frans menatap Em
Ellard menikmati makan malamnya dalam diam, mengabaikan dua orang yang duduk bersamanya di meja yang sama. Fikirannya masih melayang pada kejadian beberapa menit lalu di mana keduanya berpelukan dengan sangat intim.Tapi disaat ia mengabaikan keduanya, ternyata baik Emily tau pun Frans juga tidak memedulikan kehadirannya sama sekali. Keduanya terlalu sibuk membicarakan hal yang hanya dimengerti oleh keduanya.“Jadi kau akan pulang besok pagi?” tanya Emily sembari menatap Frans yang terlihat sangat menikmati sop buatan Ellard.Pria itu menganggukkan kepala, mengunyah dan menghabiskan makanannya di dalam mulut sebelum bersuara menjawab pertanyaan Emily.“Hm, aku akan pulang besok. Aku ada pekerjaan, dan segera temui aku,” Frans melirikkan matanya pada Ellard dan pria itu hanya menatapnya datar, tidak memberikan reaksi sama sekali.&nb
Perasaan membuncah dan menggebu-gebu kini dirasakan oleh seorang Ellard. Rasa manis dari bibir Emily membuatnya semakin gila dan menggila. Ia ingin waktu berhenti detik itu juga. Saat ini terlalu indah. Andai ini mimpi, ia tidak ingin terbangun, tidak keberatan akan tidur panjang selamanya, dan ndai ia bisa menghentikan waktu, sudah ia hentikan sejak tadi.Tapi kenyataan tetaplah kenyataan, walaupun indah tautan bibir mereka harus dihentikan. Mereka butuh oksigen, jika mereka memang akan benar-benar tidur panjang selamanya karena kekurangan oksigen.Keduanya saling mengunci tatapan dengan napas memburu serta ekpresi yang sulit untuk diartikan. Kerinduan, penyesalan berbaur jadi satu.“Kenapa kau mengizinkanku?” tanya Ellard di tengah jantungnya yang belum bisa berdetak normal. Percayalah, ia merasakan perasaan yang meletup-letup yang bisa saja meledak setiap waktu.
“Berhati-hati saat mengemudi,” nasehat Emily pada Frans.Frans dan Rena memutuskan untuk pulang malam itu juga, sengaja memberi ruang untuk pasangan suami istri yang baru dipertemukan setelah beberapa bulan lamanya.“Jangan lupa untuk segera menemuiku,” Frans menatap Emily penuh arti.Emily tersenyum membuat pria di sampingnya yang tidak lain adalah suaminya-Ellard merangkul bahunya dengan posesif.“Ya, aku akan menghubungimu dengan segera,” ucapnya sembari melambaikan sebelah tangannya.“Ajak aku jika ingin menemuinya,” Ellard menunjukkan kecemburuannya secara terang-terangan begitu Frans dan Rena sudah pergi.Emily mengangguk sembari tersenyum, bergelayut manja di lengan Ellard dan meletakkannya di bahu suaminya itu. Nyaman, sangat nyaman sekali.&nb
“Selamat siang, sayang,” Ellard mengecup kening dan pipi Emily, membangunkan istrinya dengan cara yang begitu sangat manis. Apa lagi yang bisa ia lakukan selain memperbudak dirinya atas cinta yang begitu besar Emily persembahkan untuknya.Matahari sudah bersinar begitu terang saat ia membuka matanya dan menemukan Emily sedang tertidur pulas di atas dadanya. Pemandangan yang begitu sangat indah. Ucapan syukur ia lantunkan mendapati kenyataan yang ternyata bukanlah hanya mimpi indah semata. Malam yang mereka lewati nyata adanya.Oh Tuhan, Ellard benar-benar kehilangan kata-kata. Kini ia berjanji tidak akan mengeluh atas hidup yang akan ia jalani kedepannya. Berkah yang ia dapat sudah terlalu nikmat.“Uhmmn,,” Emily mengerang lembut, tidurnya terusik dengan kecupan-kecupan hangat di seluruh wajahnya.“Ell,” erangnya.“Hmm,” Ellard mengulum senyumnya. Emily begitu sangat cantik, sungguh jantungnya memompa