Ciittt...
Mobil di rem mendadak membuat Emily terhempas ke depan hingga kepalanya membentur setir kemudi.
“Apa itu,” tanyanya dengan wajah gugup, mengabaikan ringisan seseorang yang ada di sampingnya, tepatnya di bangku penumpang.
“Sepertinya kepalaku benjol,” adu wanita itu seraya memegangi dahinya.
“Sepertinya kita menabrak sesuatu,” Emily masih mengabaikan rintihan manusia yang berada di dalam mobil bersamanya. Rena, teman yang baru ia kenal beberapa bulan terakhir ini.
“Bukan kita, tapi kau!” protes Rena dengan kesal sembari keluar dari dalam mobil untuk memeriksa apa yang terjadi. “Sudah kukatkan sebaiknya aku yang menyetir,” gerutunya dan detik berikutnya wanita itu terkejut melihat sesosok tubuh tergeletak di tanah. Ia panik seketika begitu menggoncang tangan orang tersebut menggunakan sebelah kakinya dan tidak ada respon sekali. Rena mengedarkan pandangannya ke segala penjuru dan s
Ellard terdiam, terpaku dan terhenyak di tempatnya. Masih sulit ia percaya bahwa wanita yang ada di hadapannya beberapa menit lalu benar adalah istrinya, tepatnya mantan istrinya. Ya, si Tn. Penyendiri adalah Ellard.Bibirnya tersungging tipis mengetahui Emily sudah bisa melihat namun tidak mengenalinya. Ada rasa haru, bahagia dan juga sedih. Entahlah, sulit buatnya untuk mendefenisikan perasaannya saat ini.Masih segar dalam ingatannya saat ia mengalami kecelakaan empat bulan lalu di mana sahabatnya Edward juga mengalami hal serupa karena ban dan rem mobil yang bermasalah akibat ulah Peter. Pria itu sengaja merusak rem mobil untuk membuat Ellard celaka namun sayangnya Edward lah yang mengemudi mobil itu.Edward masih sempat dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatakan pertolongan, sementara Ellard hanya mengalami patah tulang, luka di kepala dan juga lehernya. Beberapa pecahan kaca menancap di sana. Hal itu tidak lantas membuatnya kehilangan kesadaran.&l
Ellard menghentikan mobil sesuai perintah Emily di sebuah halaman yang cukup luas dan sejuk. Masih dari dalam mobil Ellard memperhatikan sekeliling, tidak jauh di depan mereka terlihat sebuah bungalow sederhana yang atapnya terbuat dari jerami. Tidak jauh dari sana terdapat dua buah ayunan. Sedangkan berhadapan dengan bungalow tersebut terdapat taman bunga dan kebetulan sedang bermekaran. Hari sudah pagi begitu mereka sampai di sana dan Ellard bisa melihat dengan jelas beberapa kupu-kupu beterbangan di sana.Memiringkan kepala ke kiri, Ellard melihat sebuah rumah yang terbuat dari kayu. Sederhana tapi sangat indah.“Kita sudah sampai, kau ingin kopi?” tawar Emily dan menunggu jawaban Ellard ia masuk ke dalam rumahnya dan berjalan ke dapur untuk membuartkan kopi.“Kopimu,” Emily meletatkkannya di atas meja begitu Ellard memasuki dapur. Ellard duduk memperhatikan Emily yang terlihat menyeduh teh untuknya. Ya, ia masih mengingat bahwa
Sarapan selesai dengan menu yang ala kadarnya dan kini keduanya sama-sama diam membisu. Baik Ellard maupun Emily tidak tahu harus membahas dan membicarakan apa lagi. Diamnya mereka membuat suasan sedikit canggung.“Hm, sebaiknya aku pulang. Terima kasih untuk sarapannya,” dengan berat hati akhirnya Ellard beranjak dari kursinya. Jika ditanya hatinya, ia enggan untuk pergi dari sana. Sungguh ia masih penasaran dengan kehidupan Emily, tepatnya siapa yang sudah menikahinya karena tidak ada satu hal atau benda apa pun di rumah itu yang bisa memberikan ia petunjuk.Di samping rasa penasarannya, di satu sisi Ellard juga merasa tertohok bagaimana bisa Emily tidak mengenalinya sama sekali. Lalu di detik berikutnya ia menghela napas panjang. Memangnya apa yang ia harapkan? Andai Emily mengenalinya, ia yakin wanita itu tidak akan sudi duduk di meja yang sama dengannya sambil menikmati sarapan mereka.Ellard juga tidak bisa menyalahkan Emily yang tidak mengenal
"Ka-kau sudah betistirahat. Se-sebaiknya kau pulang," Emily berdiri dari kursinya, melangkah terburu-buru ke arah pintu keluar. Malu, itu lah yang ia rasakan. Astaga, memangnya apa yang ia fikirkan saat menonton tayangan itu dan sialnya ia baru melihat sedikit belum seluruhnya dan pria itu sudah bangun saja. Dan apa yang ia katakan tadi, menontonlah dengan suamimu, hah? Artinya ia sudah menonton film itu bukan. Membayangkan hal itu Emily semakin malu, wajahnya memanas memikirkan apa yang akan difikirkan pria iti tentang dirinya.Heh Emily tidak ada yang salah, kau sudah dewasa. Kau bisa menontonnya! Emily menenangkan dirinya sendiri.Tapi tetap saja aneh rasanya. Itu film penuh kontroversi. Banyak adegan dewasa yang tidak layak dipertontonkan! Malaikat dalam diri Emily turut andil bersuara."Salahkan Rena yang meracuniku!" gerutunya sembari membuka pintu."Apa kau sedang mengusirku?"Emily berjengkit kaget mendengar su
Ellard semakin panas dingin melihat keakraban yang ditunjukkan Emily dan pria yang Emily panggil dengan nama Frans. Siap pria itu? Ada hubungan apa diantara mereka? Emily terlihat bahagia saat berbicara dengannya. Matanya berbinar indah menunjukkan bahwa ia sedang benar-benar sedang berbahagia."Aku belum sarapan. Bisakah kau membuatkannya untukku," Frans memasang wajah memelas seperti anak kucing yang meminta kepada induknya. Emily tergelak seraya mengangguk. Dan percayalah, ingin rasanya Ellard melayangkan tinjunya ke wajah pria asing itu."Baiklah, ayo kita ke dapur," Emily segera berdiri diikuti oleh Frans. Dan Ellard tidak tinggal diam, ia pun ikut berdiri membuat Emily dan Frans menoleh ke arahnya."Akh ya, siapa pria ini, Em?" tanya Frans yang menatap Ellard penuh intimidasi. Ellard yang mendapat tatapan tidak bersahabat dari pria asing itu tidak terima juga menatapnya tidak kalah sengit."Hm, Tuan Penyendiri," jawaban Emily membu
Ellard hanya bisa diam menyaksikan keseruan Emily bersama Frans yang sedang bermain game. Keduanya duduk di lantai sambil bersila. Sesekali Frans mengumpat karena Emily berhasil mengalahkannya, dan disaat Frans mengumpat di situ Ellard sengaja berdehem memberi kode agar Frans memperhatikan sikapnya."Ye, aku menang lagi!" Pekik Emily girang. Tiga kali kemenangan mutlak ia dapatkan. Dan ia semakin senang melihat wajah Frans yang frustasi seolah tidak bisa menerima kekalahannya."Aku menang dan kau kalah!!" Emily mengambil lipstik dan melukis bebas di wajah tampan Frans. Wajah tampan itu kini tidak berbentuk lagi. Frans terlihat seperti badut. Ya, taruhan mereka adalah melukis di atas wajah bagi yang menang."Lihatlah, dia lucu sekali!" adunya pada Ellard yang hanya menatap Frans dengan wajah datar."Kelihatan sekali kalau kau sangat senang, Em," tukas Frans menatap Em
Ellard menikmati makan malamnya dalam diam, mengabaikan dua orang yang duduk bersamanya di meja yang sama. Fikirannya masih melayang pada kejadian beberapa menit lalu di mana keduanya berpelukan dengan sangat intim.Tapi disaat ia mengabaikan keduanya, ternyata baik Emily tau pun Frans juga tidak memedulikan kehadirannya sama sekali. Keduanya terlalu sibuk membicarakan hal yang hanya dimengerti oleh keduanya.“Jadi kau akan pulang besok pagi?” tanya Emily sembari menatap Frans yang terlihat sangat menikmati sop buatan Ellard.Pria itu menganggukkan kepala, mengunyah dan menghabiskan makanannya di dalam mulut sebelum bersuara menjawab pertanyaan Emily.“Hm, aku akan pulang besok. Aku ada pekerjaan, dan segera temui aku,” Frans melirikkan matanya pada Ellard dan pria itu hanya menatapnya datar, tidak memberikan reaksi sama sekali.&nb
Perasaan membuncah dan menggebu-gebu kini dirasakan oleh seorang Ellard. Rasa manis dari bibir Emily membuatnya semakin gila dan menggila. Ia ingin waktu berhenti detik itu juga. Saat ini terlalu indah. Andai ini mimpi, ia tidak ingin terbangun, tidak keberatan akan tidur panjang selamanya, dan ndai ia bisa menghentikan waktu, sudah ia hentikan sejak tadi.Tapi kenyataan tetaplah kenyataan, walaupun indah tautan bibir mereka harus dihentikan. Mereka butuh oksigen, jika mereka memang akan benar-benar tidur panjang selamanya karena kekurangan oksigen.Keduanya saling mengunci tatapan dengan napas memburu serta ekpresi yang sulit untuk diartikan. Kerinduan, penyesalan berbaur jadi satu.“Kenapa kau mengizinkanku?” tanya Ellard di tengah jantungnya yang belum bisa berdetak normal. Percayalah, ia merasakan perasaan yang meletup-letup yang bisa saja meledak setiap waktu.