Terimakasih telah mengikuti cerita ini. Yuk dukung terus dengan memberikan ulasan bintang lima dan GEMS sebanyak-banyaknya.
"Anak yang pintar Ma, kau beruntung punya jagoan seperti dia."Asma tersenyum bangga, karena dia punya pelindung di masa depan. Hidupnya akan aman selagi ada Alkafi dan Shila."Terima kasih Kak, sepertinya aku akan tetap aman selagi memiliki Shila dan Alkafi. Mereka pelindung mamanya."Asma membelai rambut Alkafi, yang sibuk menerima suapan dari Renno. Adam hanya melihat dengan hati perih, lima tahun terpisah membuat posisinya tergantikan oleh orang lain."Mama mau minum air."Adam memberikan gelas berisi air. Namun kalah cepat dengan Renno, membuat kedua pria itu saling pandang. Alkafi mengambil gelas dari tangan Renno dan meminum isinya hingga setengah."Haus sekali Nak, mau lagi makannya?"Asma menyuapkan nasi ke mulut anaknya, namun Alkafi menolak karena sudah kenyang."Sebaiknya kami pulang sekarang, karena Alkafi sepertinya sudah mengantuk."Semua orang menatap Alkafi yang sudah menguap. Anak itu memang terlihat mengantuk, kebiasaan setelah makan siang dia akan langsung tidur sia
"Ibu ingin mendengar keputusan kalian, apa benar kalian ingin rujuk?"Asma menarik napas panjang, pada akhirnya sang ibu bertanya tentang hubungannya dengan Adam."Aku ....""Aku ingin rujuk Bu dengan Asma."Asma menatap ke arah Adam yang memotong ucapnya. Dia benar-benar tak menyangka betapa egoisnya mantan suaminya."Aku tak berniat rujuk Bu, bagiku sudah cukup hidup begini. Kita mulai saja hidup baru yang jauh lebih tenang."Adam ganti menatap Asma dia tak menyangka, wanita itu benar-benar menyerah pada keadaan. Hatinya sakit saat melihat wajah Asma yang terlihat datar."Pikirkan lagi Ma, anak-anak butuh orangtua yang lengkap. Lidya sudah mengijinkan kalau kalian mau rujuk."Asma terkejut dia menatap ibunya, seolah tak percaya pada apa yang wanita itu lakukan."Apa yang ibu lakukan? Tak bisakan berpikir dulu sebelum bertindak? Aku anak ibu begitu juga dengan Lidya, kenapa ibu harus melukai salah satu dari kami, untuk kebahagiaan yang lainnya."Asma mengelengkan kepala, jelas dia kec
"Lidya tak bisa menikah denganmu Bim, karena dia sedang hamil anak Aji."Prang ....Asma menutup matanya, saat melihat Bima menyenggol gelas jus yang baru datang. Jantungnya berdetak, karena mengira Bima akan melemparnya dengan gelas itu."Apa ini benar Mbak? Lidya hamil anak suaminya?"Asma menganggukkan kepala, dengan terpaksa dia harus cerita kalau satu hari sebelum menangkap basah Aji dan Putri, mereka berhubungan intim setelah berbaikan. Karena Aji telah menjatuhkan talak satu, untuk mengugurkan talak itu mereka berhubungan intim dan ternyata itu membuat Lidya hamil."Kenapa jadi begini Mbak? Kasihan Lidya. Apa dia terpaksa kembali lagi dengan suaminya?"Asma mengelengkan kepala, dia hendak mengatakan apa keputusan Lidya namun terganggu oleh panggilan dari ponselnya.[Halo Bu, ada apa?]Asma menjawab panggilan ibunya dia mengerutkan keningnya saat terdengar teriakan Lidya di sebarang sana.[Cepat pulang Ma, Aji tau Lidya hamil dia memaksa adikmu untuk pulang.]Asma melompat setela
POV : Aji.Aku memang bersalah, tapi tak bisakah memberiku kesempatan untuk bertobat. Lidya dan mbak Asma begitu keras kepala, kalau saja mereka diam tentu semua ini tak akan terjadi."Lidya keguguran dan itu kesalahanmu, semoga kau puas sekarang."Ucapan mbak asma memang pelan tapi begitu menyakitkan, seandainya aku tak menuruti permintaan mama untuk memaksa Lidya pulang. Semua ini tak akan terjadi."Sekarang tak ada lagi alasanmu untuk memaksa Lidya. Dia juga bebas menentukan, pada siapa dia menghabiskan hidupnya."Mas Adam juga sama, dia tak memikirkan perasaan adiknya. Aku hanya ingin kembali bersama Lidya."Percuma kau meratapi nasibmu Ji, kenyataannya tak ada lagi yang mengikat Lidya denganmu. Kalau saja kau bisa bersabar tentu semua ini tak akan terjadi."Aku mengacak rambutku karena semua orang seolah menyalahkan aku. Apa tak ada terpikir oleh mereka kalau aku sudah menyesali apa yang terjadi."Penyesalan memang selalu datang terlambat, tapi kami sudah memberimu peringatan, kau
POV : Aji"Cukup Aji, selama ini mbak terlalu menyayangimu. Ternyata kau adalah orang yang tak tau diri, buka matamu dan lihat wanita yang telah kau hancurkan hidupnya. Masih bisa kau menyalahkan orang lain, bahkan dengan kurang ajarnya kau menasehati ibu, yang terluka melihat penderitaan anaknya."Aku mengelus pipi yang di tampar mbak Asma. Apa dia tak mengerti kalau aku hanya ingin mempertahankan pernikahan, agar tidak terjadi perceraian."Sudahlah Ji, sebaiknya kau pergi dari sini. Kalau memang mau mempertahankan pernikahan kalian, kau bisa melalui pengadilan agama. Kami pun akan berjuang untuk membebaskan Lidya dari pernikahan kalian."Aku menatap mbak Asma. Sepertinya dia lupa siapa dirinya, hingga mau menjerumuskan adiknya."Apa seenak itu menjadi janda Mbak. Sampai kau mau adikmu juga menjadi janda, apa begitu menyenangkan berada dalam pelukan satu pria ke pria lain, tanpa ikatan pernikahan. Sepertinya kau lebih memilih bebas daripada rujuk dengan mas Adam. Dari Niko, George, la
"Akhirnya kau datang juga, Sekar."Riska tersenyum menatap ke arah Sekar dan Aji. Bibirnya tersenyum sinis, meski tubuhnya tak bisa bergerak sama sekali."Aku rasa kau datang pasti karena keraguan yang menyiksamu, sama seperti wanita itu. Istri pria bodoh yang rela berbuat apa saja untuk menolongmu. Awalnya aku tak mengenali wanita itu, hingga kedua anaknya menjadi penyebab kehancuranku. Tapi tak apa, aku dengar kalian sedang dalam masalah besar."Sekar mencoba menahan diri agar tak menyerang istri muda suaminya. Jika mampu ingin rasanya dia menghajar wanita itu."Kau tak perlu banyak bicara, katakan saja apakah benar Aji bukan anakku?"Riska tertawa dia terlihat senang, saat menatap wajah Sekar yang terlihat mulai tak sabar. Begitu juga dengan Aji yang berusaha sabar menghadapi tingkah Riska."Kau kaya bukankah akan lebih mudah dengan cara tes DNA. Jadi tak perlu kau bersusah payah mendatangi aku, Sekar."Brak ...."Katakan saja tak perlu banyak bicara."Aji mendorong kursi roda yang
"Tak perlu di pikirkan Ma."Asma mengangkat kepala saat mendengar suara Adam. Pria itu duduk di sampingnya, entah sejak kapan dia datang karena tak terdengar salam ataupun suara mobilnya."Ada apa kemari? Kalau mau bertemu Alkafi dia sedang tidur siang. Aku juga mau kembali ke kantor."Asma berdiri sedangkan Adam mengikuti di belakangnya. Pria itu membuka pintu mobil agar Asma naik."Tak perlu Mas, taksi online yang aku pesan sudah datang."Asma menunjuk ke taksi yang baru datang. Adam berlari dan meminta taksi itu pergi, dia membayar ongkos meski Asma tak jadi naik."Aku antar saja, sekalian ada yang mau aku bicarakan."Adam kembali membuka pintu mobil, Asma segera naik meski sedikit kesal. Adam hanya tersenyum meski terlihat sedih."Mama Riska meninggal."Adam memulai pembicaraan dengan kabar kematian Mama tirinya. Asma menjawab kalau dia sudah tau tentang itu."Apa kau juga tau soal Aji yang hampir di tukar waktu bayi?"Asma menarik napas karena dia juga baru tau tadi dari ibunya. S
Renno dan Alina saling memandang penuh cinta. Asma mengelengkan kepala melihat kebucinan itu."Untuk pertamakalinya, aku melihat pria dan wanita dewasa yang sedang jatuh cinta. Kalah anak ABG."Mereka tertawa namun dengan nada berbeda. Alina dan Renno tertawa seolah mengejek Asma, karena mereka tau betapa bucinnya Asma dan Adam."Kami jauh lebih mendingan daripada kau dan Adam Ma, kenapa sih kalian tak rujuk aja? Adam pria yang baik dan setia, dia bahkan rela menunggumu selama ini."Mendengar ucapan Alina hanya membuat Asma terdiam. Cintanya memang masih milik Adam, tapi mereka tak semudah itu kembali bersama."Lidya juga sudah dekat dengan Bima, aku rasa mereka akan cocok untuk menikah, hanya menunggu putusan cerai adikmu kan?"Bukan rahasia umum lagi kalau Lidya sudah mengugat cerai Aji. Hanya saja mereka sedang menunggu sidang."Aku rasa tak akan ada halangan jika Lidya sudah bercerai. Kalian berhak bahagia jangan terus berkorban Ma."Asma tersenyum karena dia tak merasa berkorban k