Aku terkejut begitu juga dengan ibu dan Santi. Karena Rika tiba-tiba masuk sambil berteriak, dia pasti sudah melihat apa yang terjadi di rumah Asma."Perempuan sial itu bagi-bagi gamis mahal aku dapat satu, lihat ini bermerk mas harganya juga mahal."Rika menunjukan gamis dan juga gambar di ponselnya. Dia lihat dari sebuah toko online."Tiga ratus ribu, mas."Rika tampak senang, sepertinya dia lupa darimana barang yang dia pegang."Bagaimana kau bisa dapat, Ka. Apa Asma tak marah melihatmu."Brak.....Kali ini aku dan Rika yang terkejut. Karena ibu dan Santi berlari keluar sepertinya mereka menuju rumah Asma. Mampus mereka pasti mau minta gamis dari Asma."Ibu bikin malu, mau apa pergi kerumah Asma?"Aku bergegas keluar jangan sampai ibu meminta gamis itu pada Asma. Mau ditaruh dimana mukaku kalau begini.Sudah malam rumah Asma tampak semakin ramai. Mereka sedang makan-makan rupanya. Tak tau malu seharusnya dia mengantar sedikit untuk kami, kan anak itu juga anakku."Asma keterlaluan
Plak ...."Dasar setan, kau memang tak punya hati dan perasaan, Bu. Sebelum aku kehabisan kesabaran pergi dari sini sekarang!"Semua orang terkejut. Saat ibu Alam, menarik kalung di leher cucunya. Secara spontan Asma menampar mantan mertuanya.Asma semakin murka setelah melihat luka di leher sang anak. Ibunya dan Mak Ijah panik, karena anak itu menangis histris."Ibu Marlina dengarkan baik-baik ucapanku. Setelah suamimu kau telah membunuh satu anak lelakimu ...Mas Dika. Kau mau tau alasannya, baik aku beritahukan padamu, semoga kau kuat mendengarnya."Asma menekan nama Dika. Membuat ibu alam terkejut, karena wanita itu bicara soal anaknya yang telah mati. Alam yang menguping juga ingin tau, apa rahasia yang ditutupi mantan istrinya."Jangan dengarkan dia, Bu. Dia hanya berniat membuat ibu gila. Dia pasti berniat menguasai apa yang didapat anak Alam."Tiba-tiba Ani datang dan langsung memeluk sang mertua. Wanita itu berusaha menarik ibu alam untuk pulang seperti ada yang dia takutkan.
Ani terkejut ternyata Alam melihat dan mendengar keributan tadi. Dasar pengecut, dia tega melihat ibunya di siram dan ditampar mantan istrinya."Mbak tak menyangka kau tega melihat asma menyiram bahkan menampar ibumu, Lam. Dia wanita yang melahirkanmu, mungkin kalau mas Dika masih hidup dia sudah mengajar Asma. Tidak sepertimu yang diam menyaksikan semuanya." Ucap Ani dengan nada sinis untuk menutupi rasa gugup di hatinya."Asma menyiram dan menampar ibu tapi kenapa, mbak Ani?"Rika terkejut tapi dia masih bisa bertanya sebabnya. Membuat Ani semakin muak menghadapinya."Apapun alasannya tak pantas yang muda menyakiti yang tua. Sayang anak-anak ibu tak ada yang bisa membelanya."Ani segera meninggalkan kamar ibu mertuanya dan pergi masuk kekamarnya. Begitu menutup pintu, dia langsung jatuh terduduk di depan pintu."Apa yang terjadi, An? Tadi ibu lihat kau dan Alam, membawa mertuamu pulang dalam keadaan pingsan."Ibu Ani berbisik seolah takut ada yang dengar. Ternyata dia melihat merek
"Ini mienya sudah siap, Nak. Mau tambah pakai nasi? Masih ada nasi kalau mau."Alam melihat mie rebus satu mangkok. Jadi dia tak mau tambah nasi, karena itu sudah cukup banyak baginya."Mau kemana, Nak Alam? Katakan saja biar ibu ambilkan."Wanita itu heran karena Alam berjalan ke dapur, ternyata dia mengambil sepotong ayam yang tersimpan di lemari."Rakus, padahal itu untuk sarapan Adit nanti."Ibu Ani menggerutu tapi hanya di dalam hati. Dia segera masuk ke kamar, setelah memastikan Alam tak menganggunya lagi."Pak RT ada apa? Gak biasanya pagi-pagi datang kemari, seperti menyelidiki sesuatu disini."Pagi-pagi saat Alam tengah bersiap dia ketemu pak RT yang mengawasi rumah Ani. Setelah di tegur pria itu hanya bilang, ingin tau keadaan ibunya yang semalam ribut dengan Asma."Saya hanya ingin kalian jangan menggangu Asma lagi. Takutnya masalah ini jadi panjang, apalagi mantan istrimu punya bukti perbuatan ibumu yang merampas kalung anaknya."Alam terdiam dia tak habis pikir, kenapa bi
"Asma buka pintu kau harus tangungjawab. Adikmu mencelakai anakku, Alam!"Teriakan mantan mertua Asma, mengema dari halaman rumah. Wanita itu terus memaki Asma dan adiknya. "Ada apa sih, Bu. Apa tak bisa bicara pelan-pelan. Aku manusia bukan binatang kalau bicara harus berteriak."Ibu Alam melotot karena mendengar ucapan Asma. Dia merasa mantan menantunya menganggap dia binatang."Jadi kau bilang aku binatang, dasar anak setan."wanita itu hendak menghajar Asma. namun batal karena Asma mulai melawan."Cukup! Kalau tak bisa bicara baik-baik pergi dari sini, aku muak melihat tingkah kalian semua."Asma berbalik hendak masuk ke rumah, dia tak perduli meski mantan mertuanya kembali berteriak."Asma berhenti. Alam kritis di rumah sakit, karena ulah adikmu cepat kau temui Alam dan beri uang yang menjadi haknya."Asma berhenti lalu berbalik menatap ibunya Alam. Lalu dia tersenyum karena tau maksud dan tujuan wanita itu."Maaf sebaiknya ibu datang lagi, ketika dia sudah mati, jadi aku bisa p
Asma mendekati ibunya dan menepuk bahunya dengan lembut. Agar ibunya tenang dan tak berpikir macam-macam"Ibu tenang saja, mas Alam dibawa ke rumah sakit. Orang yang membawanya atas suruhan Lidya, jadi semua aman dan dipastikan Alam baik-baik saja."Asma menarik napas lega saat melihat ibunya mulai tenang, setelah dia ceritakan apa yang terjadi sebenarnya."Dasar perempuan serakah jadi dia mau memerasmu. Pikirkan lagi kalau mau memberi uang, bisa jadi dia akan ketagihan."Asma tertawa mana mungkin dia memberi mantan mertuanya uang bisa panjang urusannya."Ibu tenang saja, aku tak akan memberi sepeserpun pada mereka. Kalau soal biaya rumah sakit, sudah kami selesaikan semuanya, Bu."Wanita itu terlihat semakin tenang setelah mendengar ucapan Asma. Berarti anak bungsunya selamat dari masalah."Kalau begitu minta adikmu pulang. Ibu tak mau dia kena masalah di luar karena Alam dan ibunya."Asma segera mengambil gawai hendak menghubungi adiknya, namun tak jadi karena terdengar suara motor
(Nanti malam aku dan Carisa mau datang. Ada sesuatu yang hendak kami bicarakan.)Asma mengerutkan kening membaca pesan dari Adam. Dia heran, ada apa pria itu datang bersama Carisa. Sedangkan Bagus baru berangkat ke kantor cabang yang cukup jauh dari kota ini.(Memangnya ada masalah apa, Mas?)Dia mengirim pesan tapi tak juga dapat balasan dari Adam. Sepertinya pria itu sedang sibuk.(Nanti saja kita bicara sekarang aku sedang ada urusan sebentar.)Etdah perasaan dia yang mengirim pesan duluan tapi kenapa jadi serasa Asma yang menghubungi duluan. Wanita itu menggaruk kepalanya yang tak gatal."Pria aneh kalau sibuk buat apa kirim pesan padaku."Asma berujar dalam hati lalu meletakkan ponselnya keatas meja. Dia kembali memeriksa barang kiriman Carisa."Assalamu'alaikum."Asma baru hendak berdiri ketika terdengar suara salam dari luar. Dia melihat Lidya telah pergi untuk melihat siapa yang bertamu."Mbak, Bu. Ada pak RT mau bertemu, ada yang mau dibicarakan."Asma segera menemui pak RT y
"Bu ... Butik, kalian minta aku membuka butik?"Asma terkejut dia tak menyangka, kedatangan Adam dan Carisa hanya untuk bilang, dia bisa mulai buka butik sendiri."Tentu saja karena aku lihat kau sudah mahir, Mbak Asma. Tenang saja semua isi butikmu akan aku kirim duluan, soal pembayaran bisa kita bicarakan nanti."Asma masih bingung, kalau jadi reseller jauh lebih mudah. Sekarang dia harus menangani semuanya sendiri, tentu akan membuatnya kesulitan."Mudah saja nanti akan ada orang dari tokoku yang akan membantumu sementara. Sampai kau punya pegawai sendiri jadi semua aman. Aku akan berhenti sementara, karena mau fokus dengan kandunganku. Jadi sebelum cuti aku akan mengajarkan semua yang aku tau untuk menjalankan butik mu."Asma kembali menelan ludah, dia masih tak percaya akan punya toko sendiri. Namun mendadak dia ingat kalau tak punya tempat untuk membuka butiknya."Aku sudah menyewakan sebuah ruko di depan sana. Sudah aku bayar setahun, besok kita akan mulai membersihkan dan men