"Tidak mungkin!"Aku tersenyum saat sebuah mobil bak terbuka membawa sebuah motor baru. Karena warga heboh ibu dan mbak Ani jadi tau, akhirnya kakak ipar mas Alam itu pingsan dengan sukses. Tanpa menunggu pria pengantar barang menyelesaikan ucapannya."Wanita aneh, orang beli motor baru, kenapa dia yang pingsan?"Aku hanya tersenyum, tanpa memperdulikan ibu yang tengah berusaha membangunkan mbak Ani."Ani bangun jangan bikin malu ibu. Seharusnya kau senang Asma membeli motor, pasti bisa digunakan Alam kerja, kau juga bisa pinjam kalau mau."Aku terdiam mematung saat mendengar ucapan ibu mertuaku. Dia pikir anak dan menantunya itu bisa menyentuh barangku, dia salah besar."Maaf tapi ini punyaku tak ada yang boleh pakai begitu juga dengan mas Alam. Kalau mau naik motor silahkan beli sendiri."Aku kembali meminta pengantar motor untuk menurunkan di depan rumah. Dengan senang hati mereka menuruti permintaanku."Dijaga baik-baik, Mbak Asma. Jangan sampai ada tangan panjang yang ikut menikm
Aku tertawa sembari melihat mereka pergi bersama orang yang tadi melihat motor. Biar aku tunggu wajah mas Alam, setelah mendengarkan hasutan ibunya."Uang darimana untuk membeli motor ini, Asma? Aku curiga karena kau terlalu banyak mengunakan uang, hasil penjualan motor lama, tak mungkin bisa untuk membeli motor baru."Aku tersenyum saat melihat mas Alam pulang dan langsung melihat motor baruku. Tanpa sadar dia telah bilang, kalau motor itu tidak mengunakan uangnya."Sudah dengar kan, kalau motor ini aku beli tanpa mengunakan uang mas Alam. Jadi jangan bermimpi mau menguasai barang yang menjadi milikku!"Aku berkata dengan cukup keras agar orang yang menguping di luar dengar, apa yang di katakan mas Alam barusan."Buat apa kau berteriak begitu, Ma. Terserah ada atau tidak uang ku di motor ini. Bisa kan aku mengunakannya untuk pergi kerja?""Tidak mas ini motorku, mau aku gunakan untuk cari kerja. Anakku terlalu lama di kampung, lebih baik aku ambil lagi, karena ibu sudah tua tak panta
"Iya kita, ibu akan mulai rapat Minggu depan, saat adik perempuan ku pulang jadi kita tau, apa yang dia inginkan untuk menyambut keluarga calon suaminya."Aku tersenyum berarti benar, acara pernikahan ini akan sangat meriah. Aku ingin tau calon suami adik iparku akan menyumbang berapa."Apa kau sudah tau siapa dan apa pekerjaan calon suami adikmu, Mas? Perasaan kita tak ada yang tau pekerjaan pria itu."Kali ini mas Alam tampak berpikir, namun dia tak juga bicara hingga membuatku heran. Namun tak lama aku terpaksa menahan napas, karena mencium aroma busuk dari bokongnya."Mas kentut? Ih jorok bau banget. Sana cepat kebelakang daripada bocor di sini." Karena keenakan makan pepes ikan super pedas, dia tak sadar dengan kondisi perutnya. Aku yakin malam ini dia tak akan bisa tidur dengan nyenyak."Masakanmu memang enak, Ma. Tapi ini yang selalu jadi masalah bagi perutku."Dia berlari ke kamar mandi, pasti pedas di perutnya mulai bereaksi. Aku akan menikmati penderitaanya malam ini."Asma
"Mas sampai sekarang kau belum bisa mendidik istrimu. Lihatlah betapa kurang ajarnya dia."Aku menatap pria yang baru aja datang, sejak pulang kerja entah kemana dia pergi. Aku yang dibiarkan seharian di rumah ini. Menyelesaikan pekerjaan untuk acara lamaran besok."Dia kan sudah membantu, jangan terlalu keras pada Asma, kasihan. Sudah miskin jelek dan terhina lagi, takutnya dia bunuh diri karena tak kuat menerima ejekan mu."Semua orang tertawa tapi tidak denganku yang hanya diam sembari menatap mas Alam. Dia seakan lupa daratan, justru aku yang takut dia akan bunuh diri, ketika tau kenyataannya."Alam ibu minta uang buat beli rokok dan makanan, untuk anak-anak yang menghias rumah ibu."Ibu menyodorkan tangan pada mas Alam, pria itu justru menatapku tanpa dosa. Lalu dari mulutnya keluar sebuah ucapan yang membuatku sedih."Berikan ibu limaratus ribu, Asma. Sebagai pembayaran hutangmu padaku, setelah aku hitung kau pinjam sebanyak lima kali, seratus ribu sekali pinjam."Dengan gemetar
Wajah itu kembali memperlihatkan betapa terkejutnya dia. Tapi aku hanya tersenyum sembari melambaikan tangan padanya. Setelah itu aku pergi meninggalkan rumah ibu mertua ku.(Apa yang kau ucapkan itu benar, mbak Asma? Apa perlu istriku menemanimu atau ada orang yang bisa datang menemanimu malam ini.)Aku tertawa karena mas Bagus terdengar begitu cemas, dia pasti memikirkan keselamatanku. Mas Alam tak akan berbuat apa-apa karena di sudah terlalu percaya diri, telah mengalahkan istri yang selalu dia anggap bodoh.(Semua aman dan terkendali, Mas. Aku sudah bergerak lebih dulu, bahkan selangkah lebih cepat dari mas Alam.)Aku tersenyum tinggal menunggu meledakkan bom yang akan menghancurkan mas Alam dan keluarganya.(Kau sudah yakin akan melakukan semua itu? Soal perceraian apa perlu aku carikan pengacara. Mbak Asma?)Pengacara? Ya aku perlu untuk menyelesaikan semuanya. Terutama hak asuh anak harus jatuh padaku. Mas Alam tak berhak karena dia tak pernah menginginkan anak kami begitu juga
TERTAWA BOLEH TAPI HARUS INGAT AIR MATA JUGA. KARENA DERITA AKAN BEGITU MENYAKITKAN SAAT TAWA SUDAH DIHABISKAN.Aku membalas membuat status, biar mereka tau aku melihat status mereka. Aku tambah kebahagian mereka, agar semakin puas saat aku melihat mereka menderita.SI JANDA MENCOBA MENGHIBUR DIRI. MENYESAL TAK BERGUNA KARENA SANG SUAMI SUDAH BAHAGIA BERSAMA YANG LAIN.Sebuah foto mas Alam bersama mbak Santi mereka kirim juga di status mereka. Bagus dapat satu bukti lagi aku rasa semua akan mudah untuk bercerai dengan mas Alam.(Tawa mas Alam begitu lebar, tolong ingatkan agar tetap tersenyum.)Aku memberi komentar di status mantan adik iparku. Dia pasti sedang pamer kalau aku membalas pesannya.(Kau tak perlu pikirkan lagi senyum mas Alam. Tapi pikirkan apa kau bisa tersenyum setelah menjadi janda miskin pula.)Aku tertawa lagi, mantan adik iparku tak berpikir. Kalau ucapan itu mungkin akan dia perlukan nanti.(Kalau begitu kekalkan senyum di wajahmu sebelum sang pemilik mengambil ca
"Meski kau sudah bercerai dengan Alam aku ijinkan datang di pernikahan anakku. Bawa siapa yang mau datang, kalian bisa makan enak, aku dengar kau sangat miskin hingga tak pernah makan enak."Meski sakit tapi aku masih bisa menahannya. Aku tau rasa sakit ku tak sebanding dengan rasa sakit yang akan dia alami sebentar lagi."Ibu tak perlu mencemaskan aku tapi terima kasih atas undangannya. Saya pasti datang bersama seorang teman, ibu tak usah cemas kami akan memberi amplop yang cukup untuk kalian."Aku tersenyum manis pada calon ibu mertua adik mas Alam. Dia pikir aku akan diam jika dihina tapi pembalasan tidak sekarang tapi sebentar lagi."Terserah kau saja, aku sudah mengundangmu jadi datang saja meski tak punya uang untuk menyumbang."Wanita itu berdiri setelah berkata ketus padaku. Tetap saja dia melemparkan hinaan."Kenapa kau diam saja di hina begitu, Asma. Aku sudah kepingin mengucir mulutnya yang lemes itu."Aku dan mak Ijah tertawa, apalagi saat melihat gaya calon besan ibu mer
Aku terkejut mendengar suara di sampingku, hingga membuyarkan kenangan silam yang menyakitkan."Beli lah, masa iya kau mau minta, apa tak malu minta sama orang miskin? Asma makan saja tak jauh dari tempe dan tahu, mana mungkin dia sanggup memberimu gamis mahal ini, Rodiah."Mak Ijah mengedipkan mata padaku. Karena dia berhasil membalaskan hinaan wanita itu padaku selama ini."Terus gamis mahal itu bisa kau beli mengunakan uang siapa? kau kan sudah di ceraikan Alam.""Bukan urusanmu, sebaiknya diam aja. Sebelum kau serangan jantung jika aku bilang Harga gamis ini.""Memangnya berapa sih? Paling juga tujuh puluh ribuan."Rodiah berkata dengan nada mengejek membuat Mak Ijah marah, dia mengeluarkan ponsel dan menujukkan sesuatu pada Rodiah."Ini toko online langganan anakku, di sini ada semua model baju dan harganya. Lihat gamisku harganya lima ratus ribu."Bruk....Rodiah jatuh pingsan setelah melihat dan meraba gamis Mak Ijah. Membuat aku dan mak Ijah terkejut, karena tak mungkin mengan