Terima kasih karena mengikuti cerita ini. Yuk dukung dengan memberikan ulasan bintang lima dan GEMS sebanyak-banyaknya. Cerita ini akan segera tamat saya akan segera membuat cerita baru. Semoga kalian suka, ada dua cerita yang akan saya tawarkan semoga di setujui. 1. Menjebak CEO Tampan Dan 2. Pantang Cerai.
Brak ...."Dasar keledai, kau bisa masuk ke lobang yang sama."Adam terkejut saat melihat wajah Asma yang sedang murka. Dia berusaha berdiri dari himpitan tubuh Naura."Lepaskan aku, Naura. Brengsek!"Adam berhasil berdiri setelah mendorong tubuh sekretarisnya hingga jatuh terjungkal. Dia tak perduli apapun selain istrinya."Kita berakhir Mas. Bye forever."Asma meninggalkan Adam yang berusaha mengejarnya, tapi wanita itu benar-benar pergi begitu saja. Adam mengambil ponsel di saku celananya dan menghubungi seseorang."Naik ke atas dan pecat Naura. Usir dia sekarang juga."Adam hendak kembali mengejar istrinya tapi teriakan Naura membuatnya berhenti seketika."Pak Adam, anda harus bertanggungjawab. Kalau tidak saya akan lapor polisi, atas pelecehan yang bapak lakukan!"Semua pegawai di ruangan itu terkejut mendengar teriakan Naura. Apalagi keadaan gadis itu terlihat menyedihkan, mereka juga terkejut saat melihat wajah Adam yang penuh dengan noda lipstick."Cukup Naura, kita bicarakan d
"Menjijikan, bahkan bibirmu pun bekas ciuman Naura."Asma meraih tisu di meja lalu mengelap bibirnya dengan kasar. Adam begitu terluka melihatnya, namun dia tak mau tetap diam dia harus menjelaskan semuanya."Menyingkir dari pintu Mas, aku mau keluar. Berada satu ruangan denganmu bisa membuatku gila."Adam mengelengkan kepala, dia benar-benar tak mau menyingkir dari pintu. Asma terlihat semakin kesal melihat ulah suaminya."Kita akan tetap di sini, sampai kau dengarkan apa yang aku katakan soal kejadian tadi.""Aku bilang menyingkir dari pintu itu, kalau tidak aku akan benar-benar meninggalkan pria tak berguna sepertimu. Bagaimana bisa kau lengah setelah aku peringatkan, apa kau benar-benar tak punya sedikit saja kepercayaan padaku?"Asma terlihat sangat marah, melihat wajah Adam membuatnya kehabisan kesabaran."Kau selesaikan kebodohan yang kau buat. Naura minta di nikahi kalau tidak dia akan lapor polisi. Kalau kau menikahi Naura berarti bersiaplah kehilangan kami semua."Brak ....S
"Mau apa kau?"Asma melotot saat selesai menidurkan putri kecilnya. Adam mendekat dan memeluk pinggangnya dari belakang."Kita harus bicara, sebelum itu aku ingin menyentuhmu.""Lepaskan aku."Asma meronta, sayang tak sepenuh hati. Dia terdiam saat tangan Adam mulai memasuki dasternya dari bawah. Dia bahkan berhenti meronta saat bajunya terlepas dari badannya.Adam tersenyum menatap wajah istrinya yang sedang menahan hasratnya. Mata mereka saling tatap."Bukankah masa nipasmu sudah selesai? Saatnya bersenang-senang."Adam memegang tengkuk istrinya dan memberikan ciuman panas di bibir wanita itu. Sentuhannya membuat Asma mengerang, hingga tanpa sadar ikut membalas perlakuan suaminya."Aku merindukanmu Sayang."Adam benar-benar memperlakukan istrinya dengan lembut. Begitu juga saat menyatukan tubuhnya dengan Asma."Aku tak pernah bernafsu dengan wanita lain. Hanya kau satu-satunya, jangan ragukan kesetiaanku padamu."Adam menghentakkan tubuhnya sembari mengatakan betapa dia mencintai Asm
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.