Ada saatnya di mana Seorang Istri harus memiliki jiwa detektif. Namun, jangan sampai ke kecurigaannya menjadi neraka dengan menuduh tanpa bukti.
"Mas, Meli itu sekretarisnya bos atau istrinya Bos?" tanya Mimi saat tamu mereka sudah pulang."Kamu mikirnya siapa?""Kalau istrinya si Bos, wajar saja datang bersama ke sini. Tapi, kalau karyawan kok, rasanya aneh?" tanya Mimi."Aku yang sakit kok, kamu yang merasa aneh? Dah, bikinkan susu. Badan Mas agak menggigil," perintah Ardan membuat Mimi mendengus kesal."Aneh, tanya apa jawabnya apa," grundel Mimi.Mimi membuatkan susu sesuai keinginan Ardan. Meski keinginannya tak ada di rumah, Arden tak mau tahu."Lama banget sih? Bikin susu apa meres susu?" tanya Ardan dengan nada sedikit sewot."Sabar, bahannya tidak ada di rumah, jadi harus beli dulu di Warung Pak Wage. Nih," ucap Mimi meletakkan gelas berisi susu di depan Ardan dengan hati-hati."Lain kali stock di rumah. Jadi kalau misal pas lagi kepengen malam-malam barangnya ada," protes Ardan.Mimi memilih pergi meninggalkan Ardan untuk bermain dengan anaknya daripada meladeni ocehan suaminya yang kadang membuat telinganya panas." Ma, waktu tante cantik mau pulang Laila diberi uang ini. Apa boleh Layla pakai untuk beli jajan di di Warung Pak Wage?"Mimi terlihat kaget saat Laila menyetorkan Uang pecahan 50ribuan di tangannya. Tadi juga Melly sempat membawa beberapa kotak bingkisan berisi makanan yang sekarang sedang disantap oleh Ardan seorang diri tanpa menawarkan pada Laila dan Mimi." Laila pakai uang Mama dulu ya? Uang yang ini mau Mama tanyakan sama ayah," ucap Mimi disertai anggukan Lela. Mimi memasukkan uang Rp50.000 itu ke dalam kantong dan menggantinya menjadi uang Rp5.000 .Sebenarnya Mimi tak akan bilang pada Ardan. Dia tidak ingin uangnya diminta oleh suaminya itu dan berakhir rengekan Laila yang meminta jajan besok. Karena hari ini, ia tidak berjualan. Uang dan dompetnya kosong sejak Ia belanjakan di pasar kemarin untuk kebutuhan dapur dan beberapa sayuran yang bisa ia masak untuk 3 hari kedepan." Mas makan apa sih kok? Banyak tapi kok ini nggak ditawarin sama aku dan Laila?" Tanya Mimi sedikit merenggut"Ini makanan kota, kamu tidak terbiasa memakannya. Justru nanti malah sakit perut kalau kalian memaksa memakannya. Kalau misal kepengen Kalian beli saja bahannya dan buat di rumah lebih hemat dan tentunya higienis.""Heleh, sama makanan saja pelit. Bukannya aku yang sakit perut justru nanti Masnya sakit perut karena tidak mau berbagi dengan kami," ucap Mimi kesal lalu menghentakan kakinya dan berlalu pergi.Suaminya itu memang terbiasa mengejek segala kekurangan Mimi. Tak bisa dipungkiri bahwa Mimi bukan ahli dalam bidang memasak. Namun, bukan berarti dia tidak pernah memasak. Setiap hari Ia memasak meskipun Ardan tidak mau memakannya bahkan hanya mencicipi satu atau dua sendok lalu pergi meninggalkan makanan dengan sisa makanan di piring yang masih banyak. Lagi-lagi tugas Mimi menghabiskan sisa makanan Ardan. Bukan karena ia lapar tetapi kadang merasa kasihan melihat makanan sisa dan yang tidak termakan lagi."Laila, kamu habis dari mana sama mama?" tanya Ardan pada anak semata wayangnya."Habis beli es krim. Tadi mama yang beliin dari uang yang diberikan tante cantik pada Laila," pungkas Laila.Mimi yang baru saja masuk ke dalam rumah, tidak tahu jika Laela sudah mengatakan bahwa uang yang diberikan padanya adalah dari Meli."Sisa uang dari Meli mana?" tanya Ardan sambil menyodorkan telapak tangannya untuk meminta kembalian uang itu.Mimi sedikit kaget dan seketika ia langsung tersadar mengenai apa yang dikatakan oleh Ardan."Habis lah, itu kan uang jajan Laila. Lagian duit segitu kok masih di minta kembalian, nggak malu sama anak?" cibir Mimi."Kalau masih sisa belikan aku rokok. Mulutku rasanya asem kalau nggak ngerokok," ucap Ardan."Lagi libur kerja ya rokoknya libur. Aneh banget kamu, Mas. Sakit saja masih ingin merokok, nggak sayang sama jantung, paru-paru, ginjal, empedu dan_""Ah, sudah kamu kebanyakan ngomong. Kalau tidak membelikan, biar aku beli sendiri. Mana uangnya?" tanya Ardan lagi."Nih! Sisa 2000 saja masih ditanyakan, tuh bisa beli satu batang lumayan daripada asem kayak muka Mas Ardan."Mimi berlalu pergi setelah memberikan sisa uang belanja Rp2.000 itu. Beruntung tadi ia membelanjakan uangnya di warung untuk membeli bahan dagangan besok.~~Jika menginginkan istri yang baik, maka cerminkan sifat yang baik pula padanya. Pepatah mengatakan, istri adalah cerminan suami.~~"Mah, bagun!"Mimi terbangun saat tangan suaminya menggoyang tubuh mungil Mimi."Apa sih, Mas? Kan ini masih malam?" sahut Mimi malas. Baru beberapa jam yang lalu ia memejamkan mata setelah memijat badan Ardan, kini harus terbangun lagi kaena rengekan suaminya."Perut Mas sakit, ambilkan minyak gosok. Mungkin masuk angin," lirik Ardan."Itu namanya karma. Besok Kalau bawa makanan lagi nggak dikasih bukan hanya perutnya sakit, tapi jiwanya yang sakit," jawab Mimi sambil beranjak mengambil minyak gosok di samping tempatnya tidur."Mbok ya kalo ngomong itu dijaga mulutnya, suami lagi sakit kamu malah nyumpahin," protes Ardan." Siapa yang nyumpahin? Yang bilang perutnya sakit kalau makan makanan kota siapa? Eh, yang sakit perut malah yang makan, itu namanya karma. Mas harus ingat, karma tidak semanis kurma.""Sudah jangan kebanyakan ngoceh, kamu kerik biar
~~Pasangan yang setia adalah pasangan yang setiap hari bertengkar hal sepele tetapi masih awet sampai maut memisahkan.Hari-hari dilalui Ardan dan Mimi seperti biasa. Ardan yang dingin, semakin hari bertambah menyebalkan bagi Mimi. Ardan suka melakukan sesuatu sesuka hati dan mengabaikan Mimi tiap istrinya itu mengeluhkan lelah dengan kegiatan sehari-harinya." Mas atapnya bocor, mbok ya di perbaiki sana. Mumpung lagi sempat," perintah Mimi saat mendapati rumahnya penuh dengan air karena beberapa atap yang terlihat sudah tidak layak pakai menyebabkan banjir di setiap sudut ruangan."Rumah walaupun jelek kalau rapi, bebas bocor, pastilah akan nyaman ditempati. Besok kamu naik, perbaiki ya Mas?" imbuh Mimi lagi."Minta saja Bapak buat naik. Mas takut ketinggian," balas Ardan santai." Astagfirullah, masa minta bapak buat benerin rumah yang kita tinggali? Mau coba-coba jadi mantu durhaka?" sindir Mimi dengan nada yang sedikit dia naikkan." Iya kalau nggak ada yang benerin ya bawahnya d
~~Kesetiaan seorang istri diuji ketika suami tak punya apa-apa. Kesetiaan suami diuji ketika diposisikan dengan wanita yang bukan istrinya.~~Sudah setengah bulan Ardan tidak berangkat bekerja. Ada mengatakan jika bosnya bangkrut dan pindah ke Jogja."Kalau tidak kerja, lakukan apa aja yang dapat uang," ucap Mimi."Cari kerja itu susah, yang mudah itu minta. Kayak kamu itu," cibir Ardan saat makan singkong rebus pemberian mertuanya."Kalau Mas nggak kerja, bantuin aku siapkan bahan untuk berdagang. Selama ini, kita makan dari hasil jualanku.""Halah, jualan dapat buat beli beras aja bangga. Mas yang tiap hari dapat uang buat makan kita semua, biasa aja tuh, nggak kamu banggain. Malah kufurin!"Mimi memilih diam sambil menata sayur pecel yang hendak ia jualkan keliling.Ardan paling tak suka jika Mimi merasa dia yang menafkahinya. Selama ini dia berkuasa dengan uangnya dan dia benci status istri yang sok pintar dan berkuasa di atasnya."Nitip Laila, aku mau ngider pecel buat tambahan.
" Mas Ardan! Mas! Kebangetan kamu Mas, anak dibiarkan bermain sendiri di pinggir kolam nya Pak Narto. Untung tadi ada Pak Samin yang ngomong kalau Laila ada di sana lagi bermain sama si Wulan, kalau tidak apa jadinya tanpa pengawasan, anak seumur Laila bermain di tempat yang berbahaya?" teriak Mimi saat pulang dari berdagang. Sebenarnya dia belum selesai berkeliling, hanya saja panggilan Pak Samin membuatnya menyudahi dagangnya."Nggak usah teriak-teriak, anaknya sudah pulang 'kan? Gitu aja diributin. Salahin aja si Wulan, kenapa ajak Laila bermain. Sudah tahu Laila masih balita, kenapa dia ajak bermain jauh-jauh. Kamu beresin itu semua yang ada di atas meja, tadi abis ada tamu. Makanya Mas nggak sempat jagain Laila. Sudah enggak usah ngomel-ngomel, sudah jelek tambah jelek mukanya kalau nyerocos seperti itu."Ardan berbicara santai sambil menyesap cerutunya dan menonton televisi tanpa memperdulikan wajah Mimi yang sudah merah padam karena marah. Laila yang baru saja dinasehati oleh
" Mas kemarin kamu yang datang Itu si Meli? Katanya dia bawakan makanan banyak buat Laela," tanya Mimi saat Ardan sedang menyantap sarapannya." Iya.""Katanya berdua? Yang satunya lagi siapa?" tanya Mimi bak wartawan yang sedang mewawancarai narasumber nya."Dia sengaja datang untuk mengenalkan suaminya yang baru pulang dari Malaysia."" Oh jadi dia sudah punya suami, tapi kok kayak masih gadis," kata Mimi."Iya ialah. Kalau dia punya badan dirawat, nggak kayak kamu. Burik, busik, bau lagi. Mana ada yang percaya kalau kamu umurnya masih 20-an," ejek Ardan tanpa dosa.Mungkin perkataan Ardan memang sudah terbiasa bercanda dengan kata-kata yang mencemooh dan mencela fisik Mimi. Namun, sebagai istri yang dikatakan buruk tentunya dia tidak suka suaminya membandingkan dirinya dengan orang lain."Kalau istrinya mau cantik itu ya dimodali, kerjanya jangan suruh panas-panasan. Ini setiap hari Pagi siang sore kerjaannya di bawah terik matahari, sudah begitu pekerjaan rumah ketemu diri sendir
" Tumben Mas wangi banget? Dari kerja atau ke mana?" tanya Mimi saat mendapati Ardan pulang dengan pakaian kerja beraroma parfum. "Emang pakai parfum salah? Lagian kamu nyuci baju tidak pakai pewangi, malu aku kalau dekat-dekat sama orang tapi bau keringat," sangkal Ardan."Perasaan dari dulu kamu tidak pernah protes, bahkan kamu tidak menyukai aroma parfum. Kamu habis pergi?" tanya Mimi penuh selidik."Suami baru pulang tuh disambut dengan senyum ditawari kopi ini malah nyerocos kayak petasan. Bikin nggak nyaman saja di rumah." Ardan melepas pakaiannya lalu masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Mimi yang masih menatapnya curiga.Mimi mengambil pakaian yang dipakai Ardan lalu meraba seluruh saku siapa tau Ia mendapatkan sesuatu yang bisa mengurangi rasa curiganya.Semenjak mendapatkan pekerjaan baru, Ardan sering pulang malam dan juga tidak makan di rumah. Dia beralasan jika makanan di rumah tidak berselera, Ardan juga kerap marah-marah tanpa sebab ketika Mimi menanyakan sesuatu m
“Kemana lagi, Mas? Minggu nggak libur juga?” tanya Mimi saat melihat Ardan yang sudah rapi dengan kaos dan celana panjang jeans miliknya.“Mainlah, di rumah sumpek. Laila mana?” tanya Ardan duduk sambil menyuap makanan ke dalam mulut. “Dah ke ladang sama Uti tadi. Aku nunggu kamu, niatnya aku mau ajak kamu menyusul ke ladang Uti sama kakung. Panen katanya,” ajak Mimi.“Ah, kamu saja lah. Kamu kan tahu, Mas ini sibuk. Lagian Mas nggak biasa ke kebun, bisa gatal-gatal semua badan itu.“Alasan terus,” decak Mimi membuat Ardan tertawa menyebalkan. Mimi mengambilkan jaket suaminya setelah Ardan selesai makan.Setiap Ardan bangun, Mimi selalu menyiapkan makanan wajib dan juga keperluan suaminya bekerja. Akhir-akhir ini memang Ardan jarang sekali di rumah. Dia sudah bak artis, pergi pagi pulang pagi. Curiga, tentu Mimi curiga. Namun, ketika ditanya bukan hanya omelan yang didapat tetapi kejengkelan Ardan yang berhari-hari membuat Mimi kadang malas lagi memikirkan kelakuan suaminya.“Pulang
"Dek, dari mana saja? Ada tamu malah kamu pergi nggak pulang-pulang," lirih Ardan saat mendapati Mimi yang baru pulang."Ada tamu siapa, Mas?" tanya Mimi balik, menengok ke dalam rumahnya."Sudah, buruan bikinkan kopi. Kita kedatangan tamu agung," sarkasnya.Mimi Yang penasaran memilih berkas untuk masuk dan melihat tamu yang datang adalah wanita yang tadi ia jumpai di mall."Mbak Meli?" Setengah kaget Mimi menahan raut wajahnya agar terlihat biasa saja namun ia tidak bisa menutupi semuanya bahwa tamu yang kali ini datang adalah wanita yang sama dalam beberapa hari ini dia temui."Baru pulang, Mbak Mimi? Maaf bertamu sore-sore. Soalnya tadi kami tidak sengaja bertemu di luar," ujarnya tanpa Mimi tanyai."Habis dari mall juga?" Melly tampak kaget dengan pertanyaan Mimi. "Mbak dari Mall juga, kah?""Dek, buruan buatkan minum. Lama sih?" omel Ardan."Iya sabar, sih. Kenapa nggak bikin sendiri aja?" Mimi masuk ke dapur dan mengambil gelas juga teh celup yang hanya tersisa satu biji. Na