Share

tamu

"Mi, perasaan aku jarang banget lihat suami kamu di rumah, kerja terus tah nggak ada libur?" tanya Priyati, tetangga Mimi.

"Iya, kerja terus liburnya kalau sakit aja," jawab Mimi jujur.

"Kerja terus tapi kok enggak kaya-kaya, jangan-jangan duitnya dipakai buat main wanita," celetuk Ita, tetangga Mimi yang paling suka menebar berita hoax.

"Hus! Kalau ngomong itu dipikir, Yu. Suaminya Mimi itu Kerjanya memang sering lembur, tapi bukan berarti dia nyeleweng. Orangnya baik dan kalem gitu kok, ya nggak Mi?" ujar Ningsih.

Mimi pamit dari tempatnya belanja di warung pak Wage. Malas jika meladeni ucapan mereka yang kadang jadi membuatnya berpikiran macam-macam terhadap suaminya yang sering pulang malam itu.

" Nggak usah didengerin ucapannya si Ita. Dia memang suka ngomong tanpa dipikir, rumah tangganya saja tidak jelas," ucap Ningsih yang ikut pulang setelah pembicaraan mengenai Ardan tadi.

"Sudah biasa, Yu. Rumah tangga seumuran Kami memang pasti diuji banyak cobaan terutama ya masalah ekonomi dan juga orang ketiga. Menurut berita yang kemarin aku baca, rumah tangga itu bisa dikatakan berhasil jika sudah melewati semua fase dan akan terlihat setelah 10 tahun yang akan datang. Rumah tanggaku dengan mas Ardan baru 5 tahun dan kami masih perlu banyak belajar dari apa yang terjadi," jelas Mimi santai.

Sebenarnya pikirannya juga sedikit terkontaminasi oleh ucapan Ita itu. Namun, ia tidak boleh berprasangka buruk yang akan menyebabkan hubungannya dengan Ardan bertambah kacau.

" Jadi kalau misal itu betul bagaimana?" tanya Ningsih ragu.

"Ya nggak gimana-gimana kalau jodoh nggak akan kemana mana. Setiap orang punya titik bosan, jika nanti dia melakukan hal buruk pasti Tuhan akan menunjukkan. Buat apa berprasangka buruk yang justru akan meracuni pikiran kita sendiri

Toh, kalau Mas Ardan sudah enggak cinta pasti dia pasti akan melepaskanku. Santai lah, ikuti saja rencana Tuhan. Curiga boleh, menuduh jangan," jawab Mimi sambil tersenyum.

"Keren kamu, Mi, sabarnya kebangetan. Ita juga itu kurang kerjaan pakai ngomporin kamu, hari ini kamu enggak jualan?" tanya Ningsih.

"Nggak. Badanku lagi nggak enak. Lagian, modal juga kemaren terpakai buat beli bumbu dapur."

Mimi memang sering berjualan di Sekolah Dasar tak jauh dari rumahnya. Berjualan ala kadarnya dan dengan untung yang tidak begitu besar tetapi cukup untuk jajan Laila sehari-hari.

"Ardan kalau ngasih jatah kamu harian atau bulanan?" tanya Ningsih.

"Kadang harian kadang bulanan. Enggak pastilah, tergantung pas dapat rezekinya itu kapan."

"Bukankah karyawan tetap?" tanya Ningsih heran.

"Iya tetap tetapi kadang ada saja kebutuhan yang membuat uang belanja terpotong dan akhirnya harus rela berhemat," ucap Mimi.

"Kamu nggak tahu jumlah uang gaji suami berapa?"

"Nggak, Dia nggak pernah kasih tahu berapa yang didapat dan berapa yang dikeluarkan dia hanya bilang kalau uang gaji dipakai sebagian untuk cicilan motor dan uang bensinnya. Makanya aku bela-belain jualan biar bisa jajan Laela, ngandelin suami mah makan hati. Tapi setahuku sih memang nggak besar gajinya, berapa sih UMR kota Cilacap? Ibaratnya buat Cicil motor aja sisa berapa ratus ribu. Aku maklum saja, Lagian Mas Ardan juga nggak terlihat aneh-aneh banget," ucap Mimi.

Ningsih mengangguk pertanda menyetujui ucapan Mimi. Faktanya Ningsih yang juga suaminya hanya pekerja serabutan, terkadang ia juga bingung dalam mengelola keuangan. Padahal Setiap hari selalu ada saja pekerjaan tetapi uang selalu saja habis dan kadang juga kurang.

"Eh, Mi, Sepertinya kamu kedatangan tamu? Wah pakai mobil juga pasti ini orang penting," ucap Ningsih menunjuk pintu rumahnya yang terbuka.

"Dari mana sih kamu? Ada bos datang, kamu buatin minum," perintah Ardan. Hari ini dia memang sengaja libur bekerja karena merasa tubuhnya tidak fit. Ardan sedikit kaget saat bosnya datang untuk menjenguk bersama dengan sekretaris tempatnya bekerja.

"Ini istrimu, Dan?" tanya Ferdi, bos Ardan.

" Iya Pak, Kenalkan ini istri saya namanya, Mimi."

Ardan seperti enggan memperkenalkan Mimi kepada Bos dan sekretaris nya. Penampilannya sungguh sangat tidak enak dipandang. Daster kucel dengan rambut yang seperti tidak disisir membuat umur Mimi yang hanya baru 20 tahun ini terlihat seperti sudah 30 tahun lebih.

"Mimi, Pak, Mbak. Silakan dicicipi minumannya, maaf kalau seadanya," ucap Mimi.

"Matur nuwun, Mbak. Ini sudah Alhamdulillah dikasih minum, kami hanya mampir sebentar untuk menengok keadaan Ardan. Semoga cepat sembuh, mungkin akibat lembur semalam dia jadi sakit," ucap Melly, sektretaris Ferdi.

"Mungkin hanya kelelahan saja, Pak, Mbak. Terima kasih sudah menyempatkan datang kemari."

Meli dan Mimi saling berbincang layaknya sahabat seperti sudah kenal lama. Meli orang yang mudah bergaul dengan siapa saja, termasuk dengan Mimi yang baru saja ditemuinya. Bahkan Mimi tidak menaruh curiga sedikitpun kepada Meli karena semuanya terlihat biasa saja. Justru Ardan lah yang merasa gelisah akan kedatangan Meli ke rumahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status