~~Jika menginginkan istri yang baik, maka cerminkan sifat yang baik pula padanya. Pepatah mengatakan, istri adalah cerminan suami.~~
"Mah, bagun!"Mimi terbangun saat tangan suaminya menggoyang tubuh mungil Mimi."Apa sih, Mas? Kan ini masih malam?" sahut Mimi malas. Baru beberapa jam yang lalu ia memejamkan mata setelah memijat badan Ardan, kini harus terbangun lagi kaena rengekan suaminya."Perut Mas sakit, ambilkan minyak gosok. Mungkin masuk angin," lirik Ardan."Itu namanya karma. Besok Kalau bawa makanan lagi nggak dikasih bukan hanya perutnya sakit, tapi jiwanya yang sakit," jawab Mimi sambil beranjak mengambil minyak gosok di samping tempatnya tidur."Mbok ya kalo ngomong itu dijaga mulutnya, suami lagi sakit kamu malah nyumpahin," protes Ardan." Siapa yang nyumpahin? Yang bilang perutnya sakit kalau makan makanan kota siapa? Eh, yang sakit perut malah yang makan, itu namanya karma. Mas harus ingat, karma tidak semanis kurma.""Sudah jangan kebanyakan ngoceh, kamu kerik biar anginnya cepet pergi, paling ini hanya masuk angin."Mimi malas berbicara kembali, ia langsung melakukan apa yang diperintahkan Ardan.Tato alami khas orang masuk angin sudah berjejer merah-merah, selesai mengerik tubuh Ardan, Mimi kembali terpejam."Bikinin Mas teh hangat. Siapa tahu perutnya enakan," ucap Ardan kembali memerintah Mimi."Hm, habis ini sudah ya jangan nyuruh-nyuruh lagi aku ngantuk!" tegas Mimi."Orang diperintahkan suami itu pahalanya surga, nggak mau nanti berkumpul bareng sama keluarga?" ucap Ardan sok bijak.Mimi membuatkan teh panas dan meletakkannya di samping Ardan yang sudah duduk di ruang tamu."Kalau di surga nanti ketemunya sama modelan kayak Mas, aku ogah. Mau minta revisi tukar tambah sama malaikatnya. Di dunia saja sudah capek hati kalau di akhirat apalagi," tukas Mimi lalu beranjak meninggalkan Ardan yang hanya diam sambil menyesap teh panas buatan Mimi.Mimi kembali memejamkan mata dan tidak lagi menggubris setiap ucapan Ardan yang terdengar memanggilnya.***Rutinitas pagi Mimi lakukan seperti biasanya. Dari menyiapkan sarapan hingga memandikan si buah hati Laila, dengan sukacita Mimi lakukan meski dalam keadaan dongkol karena semalam dan tidak membiarkannya terlelap tidur."Mah, hari ini nggak usah bawa bekal. Mas mau makan di kantor saja," ucap Ardan. Dia sebenarnya malu jika membawa bekal ke kantor karena lauk yang dibawakan Mimi hanya tempe, tahu dan sejenisnya."Bosen atau sengaja nggak doyan makananku, Mas?" tanya Mimi."Lagi malas saja, kayaknya ada uang makan siang di kantor. Nanti Mas coba tanyakan pada bos, siapa tahu sudah berbentuk makanan.""Semoga saja bentuknya uang, jadi kita semua kecipratan enaknya," ujar Mimi antusias."Jatah dari Mas kurang?" tanya Ardan tampak tak suka dengan doa yang Mimi rapalkan."Kurang lah. 15 ribu sehari, mau diotak-atik macam dan model apapun hasilnya tetap kurang. Mau aku rentetin apa yang aku beli dengan uang 15 ribu yang Mas kasih?" sungut Mimi.Lagi-lagi perkara uang jadi masalah. Siapa orang yang bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari jika jatah perhari 15 ribu. Bukannya empat sehat lima sempurna yang ada empat puasa lima sengsara. Wassalam pada ujungnya."Jadi istri yang syukur dikit, biar rezeki suami gampang dan lancar. Kamu tahu tidak? Di luar sana banyak sekali suami yang jadi pengangguran dan istrinya sampai harus turun tangan menjadi tulang punggung. Setidaknya kita tidak hutang sana sini hanya untuk makan sehari-hari," sentak Ardan tak terima.Ardan tak tahu jika Mimi berdagang di sekolah dasar karena memang barang yang dijualnya bukan makanan besar. Hanya jajanan cilok, es Marimba atau semacamnya jadi waktu pengerjaan dan pengolahannya tidak butuh waktu lama dan Mimi bisa mengerjakannya selepas Ardan pergi kantor."Kurang syukur apa lagi? Makan setiap hari tersedia, meski jarang Mas sentuh karena mungkin hanya makanan desa, bukan seperti makanan kota seperti yang tadi malam masih makan. Mas kasih berapapun aku terima bahkan tetangga banyak yang kepo dengan penghasilan Mas, yang lembur terus tapi rumah masih bambu. Aku sabar, aku bersyukur, bahkan aku berterimakasih setidaknya Mas masih ingat jalan pulang meski jam larut baru ingat anak istri. Aku bersyukur, meski sisa nafkah yang Mas berikan tak sesuai harapan. Tapi, jangan lagi tanya apa uang 15 ribu itu cukup atau tidak. Karena jawabannya akan sama, tidak sama sekali!" tegas Mimi. Marahnya sudah mencapai ubun-ubun tingkat dewa, kejadian menjengkelkan tadi malam saja dia belum lupa ditambah Ardan yang mengatakan dirinya tidak pandai bersyukur.Mimi bejalan cepat ke belakang menghapus air mata yang menggenang tanpa sepengetahuan Ardan. Suaminya itu memang sangat menyebalkan, jika membahas uang pastilah menyalahkan Mimi yang tak pernah bersyukur menjadi istri Ardan.Bukannya minta maaf, Ardan justru pergi begitu saja ke kantor. Begitulah Ardan, jika marahan seperti ini pantang baginya meminta maaf lebih dahulu. Jika sudah begini, biasanya Laela yang akan membuat keduanya berbaikan."Ma, Bapak nggak salim dulu tadi pas pergi?" tanya Laela dengan polosnya. Mimi menghapus air matanya dan tersenyum."Nggak, Bapak lagi buru-buru. Laela siap-siap ya, Mama mau jualan hari ini. Laela ikut?" tanya Mimi."Ikut, Ma. Di rumah nggak ada teman, bosan!"Mimi tersenyum. Walau Laela tak begitu akrab dan dekat dengan Bapaknya tetapi kadang kehadiran Laela menjadi pengerat jalinan rumahtangga Ardan dan Mimi.~~Pasangan yang setia adalah pasangan yang setiap hari bertengkar hal sepele tetapi masih awet sampai maut memisahkan.Hari-hari dilalui Ardan dan Mimi seperti biasa. Ardan yang dingin, semakin hari bertambah menyebalkan bagi Mimi. Ardan suka melakukan sesuatu sesuka hati dan mengabaikan Mimi tiap istrinya itu mengeluhkan lelah dengan kegiatan sehari-harinya." Mas atapnya bocor, mbok ya di perbaiki sana. Mumpung lagi sempat," perintah Mimi saat mendapati rumahnya penuh dengan air karena beberapa atap yang terlihat sudah tidak layak pakai menyebabkan banjir di setiap sudut ruangan."Rumah walaupun jelek kalau rapi, bebas bocor, pastilah akan nyaman ditempati. Besok kamu naik, perbaiki ya Mas?" imbuh Mimi lagi."Minta saja Bapak buat naik. Mas takut ketinggian," balas Ardan santai." Astagfirullah, masa minta bapak buat benerin rumah yang kita tinggali? Mau coba-coba jadi mantu durhaka?" sindir Mimi dengan nada yang sedikit dia naikkan." Iya kalau nggak ada yang benerin ya bawahnya d
~~Kesetiaan seorang istri diuji ketika suami tak punya apa-apa. Kesetiaan suami diuji ketika diposisikan dengan wanita yang bukan istrinya.~~Sudah setengah bulan Ardan tidak berangkat bekerja. Ada mengatakan jika bosnya bangkrut dan pindah ke Jogja."Kalau tidak kerja, lakukan apa aja yang dapat uang," ucap Mimi."Cari kerja itu susah, yang mudah itu minta. Kayak kamu itu," cibir Ardan saat makan singkong rebus pemberian mertuanya."Kalau Mas nggak kerja, bantuin aku siapkan bahan untuk berdagang. Selama ini, kita makan dari hasil jualanku.""Halah, jualan dapat buat beli beras aja bangga. Mas yang tiap hari dapat uang buat makan kita semua, biasa aja tuh, nggak kamu banggain. Malah kufurin!"Mimi memilih diam sambil menata sayur pecel yang hendak ia jualkan keliling.Ardan paling tak suka jika Mimi merasa dia yang menafkahinya. Selama ini dia berkuasa dengan uangnya dan dia benci status istri yang sok pintar dan berkuasa di atasnya."Nitip Laila, aku mau ngider pecel buat tambahan.
" Mas Ardan! Mas! Kebangetan kamu Mas, anak dibiarkan bermain sendiri di pinggir kolam nya Pak Narto. Untung tadi ada Pak Samin yang ngomong kalau Laila ada di sana lagi bermain sama si Wulan, kalau tidak apa jadinya tanpa pengawasan, anak seumur Laila bermain di tempat yang berbahaya?" teriak Mimi saat pulang dari berdagang. Sebenarnya dia belum selesai berkeliling, hanya saja panggilan Pak Samin membuatnya menyudahi dagangnya."Nggak usah teriak-teriak, anaknya sudah pulang 'kan? Gitu aja diributin. Salahin aja si Wulan, kenapa ajak Laila bermain. Sudah tahu Laila masih balita, kenapa dia ajak bermain jauh-jauh. Kamu beresin itu semua yang ada di atas meja, tadi abis ada tamu. Makanya Mas nggak sempat jagain Laila. Sudah enggak usah ngomel-ngomel, sudah jelek tambah jelek mukanya kalau nyerocos seperti itu."Ardan berbicara santai sambil menyesap cerutunya dan menonton televisi tanpa memperdulikan wajah Mimi yang sudah merah padam karena marah. Laila yang baru saja dinasehati oleh
" Mas kemarin kamu yang datang Itu si Meli? Katanya dia bawakan makanan banyak buat Laela," tanya Mimi saat Ardan sedang menyantap sarapannya." Iya.""Katanya berdua? Yang satunya lagi siapa?" tanya Mimi bak wartawan yang sedang mewawancarai narasumber nya."Dia sengaja datang untuk mengenalkan suaminya yang baru pulang dari Malaysia."" Oh jadi dia sudah punya suami, tapi kok kayak masih gadis," kata Mimi."Iya ialah. Kalau dia punya badan dirawat, nggak kayak kamu. Burik, busik, bau lagi. Mana ada yang percaya kalau kamu umurnya masih 20-an," ejek Ardan tanpa dosa.Mungkin perkataan Ardan memang sudah terbiasa bercanda dengan kata-kata yang mencemooh dan mencela fisik Mimi. Namun, sebagai istri yang dikatakan buruk tentunya dia tidak suka suaminya membandingkan dirinya dengan orang lain."Kalau istrinya mau cantik itu ya dimodali, kerjanya jangan suruh panas-panasan. Ini setiap hari Pagi siang sore kerjaannya di bawah terik matahari, sudah begitu pekerjaan rumah ketemu diri sendir
" Tumben Mas wangi banget? Dari kerja atau ke mana?" tanya Mimi saat mendapati Ardan pulang dengan pakaian kerja beraroma parfum. "Emang pakai parfum salah? Lagian kamu nyuci baju tidak pakai pewangi, malu aku kalau dekat-dekat sama orang tapi bau keringat," sangkal Ardan."Perasaan dari dulu kamu tidak pernah protes, bahkan kamu tidak menyukai aroma parfum. Kamu habis pergi?" tanya Mimi penuh selidik."Suami baru pulang tuh disambut dengan senyum ditawari kopi ini malah nyerocos kayak petasan. Bikin nggak nyaman saja di rumah." Ardan melepas pakaiannya lalu masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Mimi yang masih menatapnya curiga.Mimi mengambil pakaian yang dipakai Ardan lalu meraba seluruh saku siapa tau Ia mendapatkan sesuatu yang bisa mengurangi rasa curiganya.Semenjak mendapatkan pekerjaan baru, Ardan sering pulang malam dan juga tidak makan di rumah. Dia beralasan jika makanan di rumah tidak berselera, Ardan juga kerap marah-marah tanpa sebab ketika Mimi menanyakan sesuatu m
“Kemana lagi, Mas? Minggu nggak libur juga?” tanya Mimi saat melihat Ardan yang sudah rapi dengan kaos dan celana panjang jeans miliknya.“Mainlah, di rumah sumpek. Laila mana?” tanya Ardan duduk sambil menyuap makanan ke dalam mulut. “Dah ke ladang sama Uti tadi. Aku nunggu kamu, niatnya aku mau ajak kamu menyusul ke ladang Uti sama kakung. Panen katanya,” ajak Mimi.“Ah, kamu saja lah. Kamu kan tahu, Mas ini sibuk. Lagian Mas nggak biasa ke kebun, bisa gatal-gatal semua badan itu.“Alasan terus,” decak Mimi membuat Ardan tertawa menyebalkan. Mimi mengambilkan jaket suaminya setelah Ardan selesai makan.Setiap Ardan bangun, Mimi selalu menyiapkan makanan wajib dan juga keperluan suaminya bekerja. Akhir-akhir ini memang Ardan jarang sekali di rumah. Dia sudah bak artis, pergi pagi pulang pagi. Curiga, tentu Mimi curiga. Namun, ketika ditanya bukan hanya omelan yang didapat tetapi kejengkelan Ardan yang berhari-hari membuat Mimi kadang malas lagi memikirkan kelakuan suaminya.“Pulang
"Dek, dari mana saja? Ada tamu malah kamu pergi nggak pulang-pulang," lirih Ardan saat mendapati Mimi yang baru pulang."Ada tamu siapa, Mas?" tanya Mimi balik, menengok ke dalam rumahnya."Sudah, buruan bikinkan kopi. Kita kedatangan tamu agung," sarkasnya.Mimi Yang penasaran memilih berkas untuk masuk dan melihat tamu yang datang adalah wanita yang tadi ia jumpai di mall."Mbak Meli?" Setengah kaget Mimi menahan raut wajahnya agar terlihat biasa saja namun ia tidak bisa menutupi semuanya bahwa tamu yang kali ini datang adalah wanita yang sama dalam beberapa hari ini dia temui."Baru pulang, Mbak Mimi? Maaf bertamu sore-sore. Soalnya tadi kami tidak sengaja bertemu di luar," ujarnya tanpa Mimi tanyai."Habis dari mall juga?" Melly tampak kaget dengan pertanyaan Mimi. "Mbak dari Mall juga, kah?""Dek, buruan buatkan minum. Lama sih?" omel Ardan."Iya sabar, sih. Kenapa nggak bikin sendiri aja?" Mimi masuk ke dapur dan mengambil gelas juga teh celup yang hanya tersisa satu biji. Na
12Harus~~Jika ditanya siapa orang yang paling bodoh mencintai, itu jawabannya adalah dirimu sendiri. Karena demi dia, kamu rela menanggung kesakitan berulang kali dan tetap bertahan demi luka yang sama.~~**Story Maey Angel**"Assalamualaikum, Bu, Pak," salam Mimi saat dia baru saja sampai di rumah Ibunya. Sang Ibu dan Bapaknya yang sedang asyik mengobrol di teras rumah, merasa senang Mimi datang ditemani oleh suaminya–Ardhan."Waalaikumsalam. Tumben bareng?" tanya Sukri–Bapak Mimi."Udah malam, Pak. Kasihan kalau Mimi jemput Laila sendirian. Laila mana, Pak?" tanya Ardhan sopan sangat. Dia selalu menjaga image dirinya di depan semua orang, termasuk mertuanya. Bahkan, ketika Mimi berbicara tidak enak mengenai suaminya jarang ada yang percaya dan akhirnya dari pengalaman itu, Mimi kini memilih menjadi istri yang pendiam dan menutup rapat-rapat apa yang dialaminya."Ya jelas. Lagian, dekat aja. Ngapain sungkan main? Kamu itu selalu sibuk. Mana ada waktu buat main ke rumah Bapak dan I