Share

Bab 3

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2023-10-24 19:22:39

"Emm, syaratnya nggak ada yang lain, Nik? Jangan suruh jadi kamu," tanyaku sambil mencoba tahan kepergiannya.

"Ya sudah, kalau nggak mau cerai aja, Mas. Gampang kok, aku udah bertahan setahun setengah, dan sekarang ingin lepas jadi wanita sesungguhnya, bukan budak!" timpal Nonik dengan penuh penekanan.

Mulutku terasa tertampar dengan kata-kata yang Nonik lontarkan, ada geram ingin mengatakan bahwa tidak pantas seorang wanita bicara dengan suaminya seperti itu.

Kelopak matanya berputar menyoroti langit-langit ruangan. Sepertinya akan ada yang diucapkan lagi dari bibirnya yang mulai disunggingkan.

"Semakin kamu lama membuat keputusan, aku akan tambah syaratnya," sambungnya lagi.

Aku menghela napas, akhirnya mengindahkan permintaan yang ia inginkan.

"Baiklah, kalau itu mau kamu, sebulan ini aku setuju dengan syarat yang tadi diberikan," jawabku dengan lantang. Sebab, kewibawaan seorang laki-laki dinilai dari tindakan yang tegas bukan plin-plan.

Kaki Nonik melangkah ke arah meja, ada ponselku di sana, ia pun mengambilnya dan menyerahkan telepon genggam itu ke tanganku.

"Sekarang, telepon Mama, minta kembalikan uang yang kamu transfer," suruh Nonik dengan sedikit tersenyum, di bibirnya terpancar senyum kemenangan, matanya juga berbinar-binar seraya budak yang bebas dari majikannya.

Aku mencari kontak Mama Yuli, lalu jari ini menghubungi wanita yang melahirkanku dengan susah payah. Dengan berat hati aku harus melukai hatinya hari ini.

"Halo, Mah."

"Iya, Yud, kamu mau tambah transferan untuk Mama ya?" tanya mamaku, Yuli Karmila.

"Bukan, Mah. Yuda ada kebutuhan mendesak, boleh minta uang yang tiga juta Yuda transfer tadi nggak?" tanyaku agak sungkan. Namun, Nonik terus mengawasiku.

"Oh, tidak bisa, uang yang sudah masuk rekening Mama nggak bisa diambil lagi, sudah buat jatah beli emas," jawabnya enteng. "Lagian, kamu tuh nggak takut borok sikutan udah ngasih diambil lagi," tambahnya membuat aku mengingat ucapan yang tadi kulontarkan juga di hadapan Nonik.

"Oh gitu, memang tiap aku transfer, uangnya dibelikan emas, Mah? Boleh jual nggak, Mah, aku butuh banget," bujukku padanya.

"Enak saja kalau ngomong, jual-jual harta orang tua, kualat nanti kamu, mendingan tuh emasnya Nonik yang dijual, dia bukan siapa-siapa, kamu jual juga nggak bakal kualat nantinya," suruh mama.

Aku sontak menoleh ke arah Nonik, bagus tadi tidak aku aktifkan speakernya. Jadi, Nonik tidak mendengar ucapan mama.

Nonik terlihat mendongak sambil mengangkat alisnya, aku tahu ia menunggu jawaban iya yang terlontar dari mulutku.

Akhirnya, aku coba pura-pura saja menutup pembicaraan bahwa mama setuju dengan pengembalian uang.

"Makasih ya, Mah. Aku makasih loh Mama sudah bersedia mengembalikannya," ucapku lalu memutuskan sambungan teleponnya sebelum mama bicara lagi.

Setelah menutup teleponnya, Nonik berkacak pinggang di hadapanku.

"Ngomong apa tadi Mama?" tanya Nonik dengan nada seperti menantang.

"Aku disuruh ke rumahnya, uang sudah terlanjur diambil Mama, jadi adanya tunai," jawabku terpaksa berbohong. Sebab, aku nggak mau kehilangan kesempatan untuk menjadi suami seorang penulis yang menghasilkan banyak uang. Hanya syarat sebulan yang Nonik berikan, pasti aku mampu mengurus jatah lima ratus ribu, setelah itu, aku bebas bersikap apa saja.

"Ya sudah, ke rumah Mama sekarang, aku ikut," ucapnya seketika membuatku terperanjat. Kalau aku ikut, bagaimana aku akan mengambil uang yang ada di ATM satunya, sengaja aku pisah uang simpananku di Bank lain, supaya Nonik tidak tahu bahwa aku memiliki tabungan lima puluh juta di ATM.

"Emm, nggak usah, biar aku aja yang ke rumah Mama, nanti kamu dimarahi olehnya, aku nggak mau jadi ribut di sana," sanggahku terpaksa membohonginya lagi.

Nonik pun mengangguk, ia setuju untuk tidak ikut ke rumah mama.

Gajiku sebulan tujuh juta lima ratus ribu rupiah, dipotong asuransi sisa tujuh juta dua ratus ribu rupiah, dari menikah hingga saat ini, Nonik tidak pernah tahu hal itu, sampai aku punya tabungan lima puluh juta rupiah pun ia tidak tahu.

Aku menyunggingkan senyuman miring seraya mengingat bahwa sesungguhnya akulah yang menang. Namun, Nonik berlagak seperti wanita yang menang.

Tanpa basa-basi aku segera meluncur ke ATM dengan menggunakan mobil yang kubeli secara tunai, meskipun mobil bekas, tapi bisa untuk bolak-balik Jakarta-Bekasi, tempatku mengais rezeki. Sedangkan rumah mama tidak jauh dari rumahku yang berada di Buaran.

Aku ke ATM dengan menggunakan kaos oblong warna hitam. Jarak ATM yang kutempuh hanya lima menit dari rumah. Rencananya sisa waktu dua puluh menit aku akan tunggu duduk di sebuah cafe. Namun, ketika hendak mengambil uang, dan mesin sudah mengeluarkan uangnya. Aku dikejutkan dengan tangan yang tiba-tiba mengambil kartu ATM yang keluar dari mesin.

"Hei, jangan sembarangan!" tukasku sambil menepuk tangannya.

"Jadi pin-nya sama persis dengan ATM satunya, ya?" celetuk suara wanita di belakangku yang ternyata Nonik, ia tengah berdiri sambil memegang ATM.

'Sial, ternyata dia ngikutin langkahku,' gumamku dalam hati.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 16

    Aku dan Rasid mendekat, ada perasaan cemas saat ini. Kalau terjadi sesuatu dengan Mama Yuli, aku tidak bisa memaafkan diri sendiri. Tangan ini mengepal, meremas-remas seraya mengkhawatirkan. Begitu juga dengan Rasid, ia menyandarkan bahunya ke pundakku."Mas, apa karena kita tidak buru-buru operasi Mama?" tanya Rasid."Nggak juga, kita harus tunggu dokter keluar," jawabku menenangkan. Kemudian, salah seorang suster keluar dari ruangan untuk bicara dengan kami."Pak, barusan Bu Yuli kondisinya menurun lagi. Jadi operasi patah tulang ditunda dulu, justru Bu Yuli akan dipindahkan ke ruangan ICU," jelasnya. Itu artinya mama dalam keadaan tidak sadar? Astaga, aku mengelus dada, menahan tangis. Sedangkan Rasid, ia sudah menyeka sudut matanya. "Sus, Mama saya tidak sadarkan diri?" tanyaku sedikit panik."Iya, Pak. Bu Yuli koma," jawabnya. Aku dan Rasid menghela napas panjang. Tidak ada lagi yang bisa kami lakukan."Sus, kami akan urus administrasi untuk ke ruangan ICU. Tolong berikan pel

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 15

    "Maaf, Pak, ada apa ya kalau boleh tahu?" tanyaku. Ada perasaan takut dan cemas bercampur aduk."Iya, saya mau mengabarkan bahwa Bu Yuli Karmila mengalami kecelakaan lalu lintas, sekarang ada di Rumah Sakit Grafika," ucapnya membuatku lemas seketika. Lututku bergetar seraya tak kuat menopang kedua kaki untuk berdiri tegak. Seandainya ada Nonik di sampingku, pasti takkan seperti ini. "Bagaimana kronologis nya, Pak?" tanyaku balik."Bu Yuli hendak menyeberang jalan, lalu ada motor melintas, pengendara sudah kami amankan," ucapnya membuatku bertambah linu. Tidak kebayang bagaimana kondisi mama saat ini.Aku tutup teleponnya setelah polisi menceritakan secara detail kronologis nya, dan setelah mengucapkan terima kasih atas informasinya. Kemudian, ambil segelas air putih untuk menenangkan diri sendiri. Setelah itu barulah bergegas ke rumah sakit untuk mengunjungi mama yang sedang membutuhkanku. Di perjalanan, aku terus memikirkan kondisi mama. Sekarang yang di pikiranku hanya mama, masal

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 14

    "Itu mobil kamu, Mas, aku nggak ngejualnya," terang Nonik membuatku terperangah. Jadi, selama ini ia ambil kartu ATM, lalu menjual semuanya yang kumiliki hanya sandiwara?"Nonik, jujur aku nggak paham dengan semua ini," timpalku.Kemudian, papa mertuaku berdiri. Wajahnya terlihat garang seperti orang kesetanan."Papa rasa kamu sudah paham dan mengerti maksud Nonik. Jadi lebih baik kau pergi dari sini!" tekan papa sambil membentangkan tangannya ke arah luar.Tidak lama kemudian, orang yang membawa mobilku datang bersama Tari, istrinya Leman. Mereka berdua masuk dan menyodorkan tangannya untuk bersalaman.Tari duduk di sebelah Leman, ia tampak menyunggingkan senyuman di hadapanku. Sedangkan Papa Irsyad kini sudah kembali duduk di antara kami semua.Aku segera bersujud di kaki mertua yang sudah terlanjur kecewa padaku."Pah, aku minta maaf atas semua yang kulakukan, mungkin caraku salah telah menyiksa Nonik dengan jatah yang kuberikan," lirihku membuat semuanya hening. Sorotan mata tertu

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 13

    "Leman, ngapain dia ke sini? Apa jangan-jangan ...." Aku bergumam sendirian, sebab terkejut melihat kedatangan Leman dan salah satu orang yang tidak kukenal.Mereka berdua melangkah ke arah kami, lalu segera menghampiri dan aku pun sontak menyapa Leman yang sedari tadi menyorotku penuh."Hai, Yud. Gimana kabar lo?" tanyanya membuatku sedikit terkekeh."Nggak usah pura-pura tanya kabar, ini apa maksudnya?" tanyaku balik.Kemudian, Nonik mempersilakan mereka untuk duduk, dan yang mengejutkan, Nonik memanggil Leman dengan sebutan Mas. Satu hal lagi yang membuatku tercengang, nama laki-laki yang bersama Leman adalah Satya. Aku menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. Lelucon yang sangat membuatku tidak dapat berkata-kata lagi."Oh jadi kalian ini saling kenal, dan komplotan, gitu kan?" tanyaku ketika semua sudah duduk."Papa tidak tahu menahu maksud kalian, tolong jangan buat kegaduhan di rumah Nenek, kasihan Nenek masih harus istirahat," tutur papa mertuaku.Kebohongan Nonik juga suda

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 12

    Satu menit kemudian, pintu mobilnya dibuka olehnya. Kulihat wajah lelaki yang turun dari mobil. Pak Tommy, ia datang rumah ini. Mungkin ada perlu dengan Pak Irsyad. Namun, kali ini pakaian yang ia kenakan biasa saja, tidak berdasi dan tanpa jas, ia hanya mengenakan celana jeans dan sepatu layaknya pemuda. Ia mulai melangkah ke arah kami, kemudian setelah tiba di hadapan kami persis, ia meraih punggung tangan Papa Irsyad dan Mama Nuri."Apa kabar, Tom?" tanya papa mertuaku. "Baik, Om," jawabnya disertai punggung yang tertunduk seraya menunjukkan sopan santun. "Tumben ke sini, ada apa nih? Papamu sehat, kan?" tanya mertuaku lagi membuatku tiba-tiba mengernyitkan dahi.Bukankah Tommy adalah pengacara mertuaku yang ditugaskan olehnya untuk memberikan informasi tanah yang senilai dua milyar itu? Hingga akhirnya aku keceplosan bahwa memiliki uang dari gadai. Ah ini seperti teka-teki yang harus kuungkap. "Maaf, Pak Tommy bukankah pengacara ya?" tanyaku penasaran. Mertuaku dua-duanya ter

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 11

    "Pak, haruskah sekarang saya pergi dari sini?" tanyaku padanya. "Iya, Pak. Maaf ya, tidak diberikan waktu lagi oleh Pak Satya," sahutnya membuat napasku terasa sesak.Nonik benar-benar tega padaku, ia jual semua yang aku punya. Ini tidak bisa dibiarkan, sebaiknya aku susul Nonik ke Bogor. Aku raih ponsel lalu menghubungi atasan lebih dulu, untuk mengajukan cuti satu hari supaya bisa menyelesaikan masalah ini.Setelah berhasil mengajukan cuti, aku segera berangkat tanpa membawa sehelai baju, hanya baju yang kukenakan yaitu pakaian kerja.Jarak antar Jakarta dengan Bogor lumayan jauh. Kalau tidak macet bisa tiba di sana sekitar pukul 20.00 WIB. Aku ke Bogor dengan menggunakan kereta api.***Lebih cepat dari yang kuperkirakan, aku tiba di depan rumah neneknya Nonik pukul 19:40 WIB. Rumahnya sudah sepi, tapi masih banyak anak-anak yang bermain. Aku ketuk pintunya lalu menunggu Nonik keluar. Namun, yang keluar hanya mertuaku, Mama Nuri. "Ngapain kamu ke sini?" tanyanya sambil berkacak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status