Share

Bab 7

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2023-10-24 19:26:40

Aku masih diam sambil mencerna ucapan Nonik. Tidur pun tidak nyenyak sebab sekarang hidupku benar-benar terpuruk dalam uang yang sisa empat ratus delapan puluh ribu rupiah. Sedangkan gajian masih menunggu 29 hari lagi.

Besok masih libur, jadi aku masak pun masih tidak terlalu capek, bagaimana nanti jika sudah bekerja. Astaga, punya istri kok tega pada suaminya begini.

Jam dinding telah menunjukkan pukul dua belas malam. Namun, mataku belum juga terkantuk, sedangkan Nonik sudah menganga mulutnya. Aku coba ambil ponsel yang berada di dekatnya. Siapa tahu bisa cari tahu ada rahasia atau tidak yang bisa aku kuliti.

Setelah ponsel genggam milik Nonik berada di tangan, aku usap dan coba lihat dari layar jendela depan lebih dulu. Tidak ada pesan masuk, itu artinya aman aku masuk ke chat W******p miliknya. Namun, tiba-tiba saja kulihat ada aplikasi yang sangat asing kulihatnya. Warnanya hijau dan ada gambar pena, apa itu platform menulis tempat Nonik mendapatkan uang?

Iseng-iseng jari ini membukanya, kemudian kulihat ada tulisan pencapaian, lalu coba klik pencapaian tersebut. Betapa terkejutnya penghasilan bulan ini yang baru saja beberapa hari dari awal bulan sudah mencapai nominal tiga juta rupiah. Ini baru tanggal 11, karena aku gajian kemarin tanggal 10. Hebat sekali Nonik, wanita yang memang harus dipertahankan.

Nonik menguap, tiba-tiba saja ia menendang selimut. Aku terkejut dan sontak meletakkan kembali ponselnya di sebelah Nonik persis.

'Sial, belum sempat baca isi chatnya ia sudah bangun,' gerutuku dalam hati.

"Loh, kamu belum tidur, Mas?" tanya Nonik ketika terbangun. Beruntungnya ia tidak melihat aku geledah handphone miliknya.

"Iya, belum bisa tidur, main game barusan," jawabku sekenanya.

Nonik terbangun karena haus, ia mengambil segelas air putih lalu meneguknya. Setelah itu mengajakku untuk segera tidur. Jadi, tidak mungkin geledah handphone dan baca-baca isi chatnya.

***

Pagi hari aku disibukkan dengan sayur mayur yang kubeli di warung tetangga sebelah. Hari kedua aku tak perlu membeli bawang dan bumbu dapur lainnya. Sayuran yang kubeli juga hanya kangkung dan tempe saja untuk makan pagi dan sore.

Sarapan pagi tadi Nonik sudah membuatkan aku nasi goreng. Jadi aku masak sekaligus untuk siang dan malam saja.

"Kira-kira kapan makan dagingnya, Mas?" tanya Nonik seketika membuatku menelan ludah.

"Ya nanti kalau sudah menjelang gajian lagi," sahutku padanya.

Nonik hanya tersenyum, ia tidak memarahiku seperti yang aku lakukan padanya.

Seharian kami di rumah, sampai akhirnya selepas magrib mamaku datang.

Aku dan Nonik meraih punggung tangannya. Namun, mama agak cemberut. Aku tahu jika wajahnya seperti ini, pasti ingin mengeluh masalah keuangan.

"Mama ke sini mau minta duit," cetusnya di hadapan Nonik dengan sengaja.

"Aku ...." Jawabanku terputus sebab tidak memiliki uang lagi.

"Untuk apa, Mah, kalau boleh Nonik tahu?" tanya istriku pada mama.

"Seharusnya tidak perlu tahu, kamu seorang istri jangan seperti itu, Nonik. Nyetir semua keuangan suami," celetuk mama memarahi Nonik.

"Ya, maaf kalau yang kulakukan ini salah, tapi hanya sebulan kok, aku ingin Mas Yuda tahu bagaimana rasanya jadi aku, hanya sebulan kok, Mah. Setelah itu, aku akan pergi," jawab Nonik. Mata mama semakin memerah, ia tidak suka disahut-sahuti ketika menasihati.

"Kamu tuh dibilangin orang tua malah nyahut-nyahutin," timpal mama. "Kenapa tidak kamu laporin ke mertua kamu, Yud, kelakuan anaknya di luar batas," tambah mama lagi.

Aku menyeret mama keluar, ia tidak mengetahui bahwa Nonik akan mendapatkan uang banyak dari penjualan tanah nanti.

"Mah, pulang gih! Aku akan berikan mama uang banyak bulan depan. Untuk sekarang ini, minta sama Rasid," bisikku menyuruh mama untuk minta uang pada adikku saja yang masih bujang. Kemudian, mama pulang tanpa pamit dan melangkah dengan menghentakkan kakinya.

Aku kembali ke dalam, untuk bicara dengan Nonik.

"Kalau kamu tidak bersedia, nggak apa-apa, Mas. Kita pisah saja," ucap Nonik seraya mengancam.

"Aku tetap akan tunjukkan bahwa lima ratus ribu rupiah sebulan cukup. Aku takkan menyerah," timpalku.

Kemudian, Nonik masuk ke kamar dan aku membuntutinya. Sebulan menjadi Nonik bukan berarti selama sebulan juga tidak melakukan hubungan suami-istri, itu hal wajib dan kami tetap melakukannya jika aku memintanya. Ya, Nonik tipe wanita yang tidak pernah meminta duluan dalam urusan ranjang.

***

Pagi-pagi sekali, aku sudah masak untuk siang dan sepulang kerja sekalian. Akibatnya, waktu mepet untuk berangkat bekerja. Malah motor Rasid belum aku kembalikan, jadi aku berangkat kerja memakai motornya, sepulang kerja nanti aku akan mampir ke rumah mama untuk mengembalikan motornya.

"Aku berangkat ya," ucapku tergesa-gesa. Namun, Nonik membawa secarik kertas dan pulpen.

"Tanda tangan dulu, Mas. Kata Pak Tommy, tanda tangani ini untuk menjual tanah yang Papa berikan untukku," ucap Nonik.

Berhubung aku sudah telat, akhirnya langsung saja kutanda tangani tanpa melihat isinya. Setelah itu bergegas ke pabrik.

"Aku pulang telat lima belas menit, mau balikin motor Rasid!" teriakku sambil menyalakan mesin motor.

Setibanya di pabrik. Aku diburu-buru karena absen tidak boleh telat kalau ingin bonus akhir tahun full sepuluh kali lipat dari gaji pokok.

***

Ketika makan siang, aku dan rekan kerja yang lainnya berjejer sambil menyuap nasi catering.

"Tumben tadi mepet banget lo, Yud?" tanya Leman rekan kerja yang hampir bersamaan masuk ke pabrik. Bedanya dia sudah memiliki dua orang anak, sedangkan aku belum.

"Sekarang gue yang masak, Man. Jadi capek banget buru-buru," jawabku sambil mengunyah.

"Emang Nonik minggat?" tanya Leman membuatku menoleh.

"Berantem gue, dia ngamuk minta tukar posisi, gara-gara gue kasih sebulan empat ratus ribu, gue udah tambah jadi lima ratus, tetap aja dia nggak mau. Sombong bini gue mentang-mentang udah punya gaji sendiri," celetukku agak sedikit sewot sendiri.

Leman tertawa, ia sampai tersedak menertawakanku.

"Gila lo, Yud. Bini gue aja kerja ngajar jadi guru, tapi kewajiban gue ngasih nafkah tetap lah dijalanin, gue ngasih Shofi tuh 3 juta sebulan, Yud," timpal Leman seakan ngeledek.

"Ah jangan banding-bandingin, lo kan nggak punya anak," balasku dengan alasan seperti biasanya.

"Seenggaknya setengahnya kek, ah payah lo, Yud. Pelit," sahut Leman sambil berlalu pergi.

Tidak lama kemudian, ada panggilan masuk dari seorang tetangga.

"Halo, Pak Yuda," ucapnya ketika aku angkat.

"Iya, ada apa, Pak Lukman?" tanyaku.

"Ini loh Pak, emang rumahnya dijual ya, Pak?" Aku terkejut mendengar pertanyaan Pak Lukman.

"Nggak, Pak. Emang Nonik jual rumah saya ya Pak?" tanyaku penasaran.

"Di depan rumah Pak Yuda ada plang dijual segera hubungi nomor Pak Yuda," jelas Pak Lukman membuat makanan yang masih di tenggorokan sulit aku telan.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 16

    Aku dan Rasid mendekat, ada perasaan cemas saat ini. Kalau terjadi sesuatu dengan Mama Yuli, aku tidak bisa memaafkan diri sendiri. Tangan ini mengepal, meremas-remas seraya mengkhawatirkan. Begitu juga dengan Rasid, ia menyandarkan bahunya ke pundakku."Mas, apa karena kita tidak buru-buru operasi Mama?" tanya Rasid."Nggak juga, kita harus tunggu dokter keluar," jawabku menenangkan. Kemudian, salah seorang suster keluar dari ruangan untuk bicara dengan kami."Pak, barusan Bu Yuli kondisinya menurun lagi. Jadi operasi patah tulang ditunda dulu, justru Bu Yuli akan dipindahkan ke ruangan ICU," jelasnya. Itu artinya mama dalam keadaan tidak sadar? Astaga, aku mengelus dada, menahan tangis. Sedangkan Rasid, ia sudah menyeka sudut matanya. "Sus, Mama saya tidak sadarkan diri?" tanyaku sedikit panik."Iya, Pak. Bu Yuli koma," jawabnya. Aku dan Rasid menghela napas panjang. Tidak ada lagi yang bisa kami lakukan."Sus, kami akan urus administrasi untuk ke ruangan ICU. Tolong berikan pel

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 15

    "Maaf, Pak, ada apa ya kalau boleh tahu?" tanyaku. Ada perasaan takut dan cemas bercampur aduk."Iya, saya mau mengabarkan bahwa Bu Yuli Karmila mengalami kecelakaan lalu lintas, sekarang ada di Rumah Sakit Grafika," ucapnya membuatku lemas seketika. Lututku bergetar seraya tak kuat menopang kedua kaki untuk berdiri tegak. Seandainya ada Nonik di sampingku, pasti takkan seperti ini. "Bagaimana kronologis nya, Pak?" tanyaku balik."Bu Yuli hendak menyeberang jalan, lalu ada motor melintas, pengendara sudah kami amankan," ucapnya membuatku bertambah linu. Tidak kebayang bagaimana kondisi mama saat ini.Aku tutup teleponnya setelah polisi menceritakan secara detail kronologis nya, dan setelah mengucapkan terima kasih atas informasinya. Kemudian, ambil segelas air putih untuk menenangkan diri sendiri. Setelah itu barulah bergegas ke rumah sakit untuk mengunjungi mama yang sedang membutuhkanku. Di perjalanan, aku terus memikirkan kondisi mama. Sekarang yang di pikiranku hanya mama, masal

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 14

    "Itu mobil kamu, Mas, aku nggak ngejualnya," terang Nonik membuatku terperangah. Jadi, selama ini ia ambil kartu ATM, lalu menjual semuanya yang kumiliki hanya sandiwara?"Nonik, jujur aku nggak paham dengan semua ini," timpalku.Kemudian, papa mertuaku berdiri. Wajahnya terlihat garang seperti orang kesetanan."Papa rasa kamu sudah paham dan mengerti maksud Nonik. Jadi lebih baik kau pergi dari sini!" tekan papa sambil membentangkan tangannya ke arah luar.Tidak lama kemudian, orang yang membawa mobilku datang bersama Tari, istrinya Leman. Mereka berdua masuk dan menyodorkan tangannya untuk bersalaman.Tari duduk di sebelah Leman, ia tampak menyunggingkan senyuman di hadapanku. Sedangkan Papa Irsyad kini sudah kembali duduk di antara kami semua.Aku segera bersujud di kaki mertua yang sudah terlanjur kecewa padaku."Pah, aku minta maaf atas semua yang kulakukan, mungkin caraku salah telah menyiksa Nonik dengan jatah yang kuberikan," lirihku membuat semuanya hening. Sorotan mata tertu

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 13

    "Leman, ngapain dia ke sini? Apa jangan-jangan ...." Aku bergumam sendirian, sebab terkejut melihat kedatangan Leman dan salah satu orang yang tidak kukenal.Mereka berdua melangkah ke arah kami, lalu segera menghampiri dan aku pun sontak menyapa Leman yang sedari tadi menyorotku penuh."Hai, Yud. Gimana kabar lo?" tanyanya membuatku sedikit terkekeh."Nggak usah pura-pura tanya kabar, ini apa maksudnya?" tanyaku balik.Kemudian, Nonik mempersilakan mereka untuk duduk, dan yang mengejutkan, Nonik memanggil Leman dengan sebutan Mas. Satu hal lagi yang membuatku tercengang, nama laki-laki yang bersama Leman adalah Satya. Aku menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. Lelucon yang sangat membuatku tidak dapat berkata-kata lagi."Oh jadi kalian ini saling kenal, dan komplotan, gitu kan?" tanyaku ketika semua sudah duduk."Papa tidak tahu menahu maksud kalian, tolong jangan buat kegaduhan di rumah Nenek, kasihan Nenek masih harus istirahat," tutur papa mertuaku.Kebohongan Nonik juga suda

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 12

    Satu menit kemudian, pintu mobilnya dibuka olehnya. Kulihat wajah lelaki yang turun dari mobil. Pak Tommy, ia datang rumah ini. Mungkin ada perlu dengan Pak Irsyad. Namun, kali ini pakaian yang ia kenakan biasa saja, tidak berdasi dan tanpa jas, ia hanya mengenakan celana jeans dan sepatu layaknya pemuda. Ia mulai melangkah ke arah kami, kemudian setelah tiba di hadapan kami persis, ia meraih punggung tangan Papa Irsyad dan Mama Nuri."Apa kabar, Tom?" tanya papa mertuaku. "Baik, Om," jawabnya disertai punggung yang tertunduk seraya menunjukkan sopan santun. "Tumben ke sini, ada apa nih? Papamu sehat, kan?" tanya mertuaku lagi membuatku tiba-tiba mengernyitkan dahi.Bukankah Tommy adalah pengacara mertuaku yang ditugaskan olehnya untuk memberikan informasi tanah yang senilai dua milyar itu? Hingga akhirnya aku keceplosan bahwa memiliki uang dari gadai. Ah ini seperti teka-teki yang harus kuungkap. "Maaf, Pak Tommy bukankah pengacara ya?" tanyaku penasaran. Mertuaku dua-duanya ter

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 11

    "Pak, haruskah sekarang saya pergi dari sini?" tanyaku padanya. "Iya, Pak. Maaf ya, tidak diberikan waktu lagi oleh Pak Satya," sahutnya membuat napasku terasa sesak.Nonik benar-benar tega padaku, ia jual semua yang aku punya. Ini tidak bisa dibiarkan, sebaiknya aku susul Nonik ke Bogor. Aku raih ponsel lalu menghubungi atasan lebih dulu, untuk mengajukan cuti satu hari supaya bisa menyelesaikan masalah ini.Setelah berhasil mengajukan cuti, aku segera berangkat tanpa membawa sehelai baju, hanya baju yang kukenakan yaitu pakaian kerja.Jarak antar Jakarta dengan Bogor lumayan jauh. Kalau tidak macet bisa tiba di sana sekitar pukul 20.00 WIB. Aku ke Bogor dengan menggunakan kereta api.***Lebih cepat dari yang kuperkirakan, aku tiba di depan rumah neneknya Nonik pukul 19:40 WIB. Rumahnya sudah sepi, tapi masih banyak anak-anak yang bermain. Aku ketuk pintunya lalu menunggu Nonik keluar. Namun, yang keluar hanya mertuaku, Mama Nuri. "Ngapain kamu ke sini?" tanyanya sambil berkacak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status