Share

Bab 4

Aвтор: Siti_Rohmah21
last update Последнее обновление: 2023-10-24 19:23:55

Kalau semua ATM dipegang Nonik, itu artinya masalah yang aku alami saat ini sudah sangat berat. Aku mengembuskan napas berat di hadapan Nonik, lalu menyeretnya ke mobil. Ia membuntuti aku sedari tadi, tapi dengan bodohnya diri ini tidak sadar akan hal itu.

Nonik aku suruh duduk di kursi sebelahku, dengan entengnya ia hanya melipat kedua tangannya di atas dada. Senyumnya sengaja ia lontarkan, sesekali matanya diedarkan ke depan mobil yang masih ada orang mengantri tarik tunai.

Aku injak gas, lalu membawanya pergi dari tempat keramaian. Sebab tidak mungkin rasanya mengumbar pertengkaran di tengah-tengah orang yang sedang antri.

Kemudian, di sebuah jalan yang sepi orang, aku menepikan mobil ini untuk bicara pada wanita yang sudah mulai berani membangkang.

"Kenapa kamu mulai ngelunjak, Nik?" tanyaku ketika mesin mobil terhenti.

Nonik menoleh dengan mata menyipit, pandangannya tak lepas dari kesinisan terhadapku.

"Tanya kenapa terus, seharusnya introspeksi diri dong, aku buntuti kamu karena tahu betapa licik dan pelitnya suamiku ini," ucapnya dengan lantang dan sedikit sombong, alisnya ditarik ke atas seraya menyombongkan dirinya.

"Pelit kamu bilang, ada juga kamu tuh, punya penghasilan sendiri diam-diam saja, apa itu bukan pelit namanya?" sanggahku atas tuduhan Nonik. Enak saja aku dibilang pelit, uang gaji aku berikan ke orang yang melahirkanku dan ditabung supaya jika terjadi sesuatu bisa dipakai, apa itu pelit? Nafkah untuk istri selalu kuberikan, Nonik saja yang tidak pernah bersyukur atas apa yang suaminya berikan.

"Terserah kamu mau sebut aku pelit, yang jelas aku sudah memberikan nafkah untukmu, memberikan Mama juga untuk kebutuhannya, apa itu salah?" tanyaku padanya.

Nonik tertawa lepas, lalu ia melepaskan seat belt yang ia kenakan. Kemudian, tangannya hendak membuka pintu mobil. Namun, aku cepat-cepat mencegahnya.

"Mau ke mana? Kamu belum jawab kenapa sebegitunya membuntuti suami?" tanyaku sekali lagi.

Nonik mengecap bibirnya kemudian bahunya menghadap ke arahku.

"Tidak ada wanita yang menginginkan terus bersama lelaki pelit seperti kamu, Mas. Kan kamu yang bersedia memenuhi syarat yang kuberikan, dan syarat itu salah satunya meminta uang ke Mama kamu, tapi tahu-tahu kamu malah bohong, dari kebohongan ini akhirnya ketahuan juga kan kebohongan lainnya." Nonik begitu tegas menuturkan kata-kata yang memang mengupas semua yang kulakukan.

Aku terdiam, mencerna semua ucapannya. Apa ada lagi kejutan yang akan ia berikan untukku. Segini saja sudah membuatku kehilangan semuanya termasuk tabungan yang sengaja aku sembunyikan dari Nonik dan mama.

"Kenapa diam? Nggak jadi bertahan? Ya sudah kita pisah saja, dan tabungan ini termasuk harta gono-gini nantinya, jadi semua tergantung kamu, bagaimana?" tanya Nonik seakan menyecarku.

Tidak ada pilihan lain, aku harus tetap ikuti apa kemauan Nonik, setidaknya uang tabunganku akan aman setelah sebulan.

"Tapi uang tabungan itu akan aman kan? Nggak kamu gunakan untuk yang lainnya?" tanyaku memastikan.

"Nggak, tenang aja, aku punya duit sendiri kok," ucap Nonik sambil memakai seat belt kembali. Itu tandanya ia tidak jadi turun dari mobil.

Kemudian, aku tancap gas lagi dan memilih pulang. Namun, lenganku ditepuk olehnya.

"Kenapa pulang? Kita mau ke rumah Mama, kan syaratnya uang tiga juta itu harus kamu pinta loh!" Tangan Nonik mengarahkan ke arah jalan rumah mama.

Aku menghela napas berat, bagaimana ini cara bicara dengan Nonik? Tidak bisakah ia mengerti keadaanku sekarang?

"Nik, aku tuh tertekan diginiin sama kamu, jangan egois lah," cetusku padanya.

"Hah, kamu nggak salah ngomong? Apa setahun setengah ini kamu nggak mikir bahwa aku tertekan dengan apa yang kamu lakukan? Setahun aku sabar, sampai akhirnya diberikan rezeki melalui tulisanku di sebuah platform online, enam bulan aku simpan rapat-rapat melalui tulisan, dan tanpa kamu sadari kini punya seorang istri yang sangat mandiri, tidak butuh lagi uang empat ratus ribu yang hanya dua Minggu sudah habis. Apa kamu tidak tahu selama setahun menikah dengan kamu, demi mencukupi kebutuhan aku utang sana-sini? Yang egois itu siapa, aku atau kamu? Hah!" Dengan panjang lebar Nonik menjelaskan semuanya.

Namun, aku tetap tidak percaya bahwa ia sampai harus utang sana-sini untuk memenuhi kebutuhan pokok. Sedangkan uang yang aku berikan untuk beli sayuran menurutku cukup.

"Ya, aku akan buktikan bahwa uang segitu sebenarnya cukup, hanya kamu saja yang kurang bersyukur," ujarku mengakhiri pembicaraan. Kemudian, membelokkan setir ke arah rumah mama. Ya, tidak ada pilihan lain selain meminta uang yang telah kuberikan pada mama. Aku akan merayu dan membujuknya nanti di sana.

***

Setibanya di rumah mama. Aku buka seat belt. Kemudian, turun dari mobil. Namun, anehnya Nonik tidak mau ikut turun dan masuk ke dalam rumah. Aku jadi curiga, jangan-jangan ada yang ia rencanakan lagi untuk ngerjain suaminya.

Aku turun dan berdebat dengan mama kandung, ia tetap bersikeras mempertahankan uang tiga juta yang telah kuberikan. Sekitar lima belas menit aku membujuknya, akhirnya mama menyerahkan uang senilai tiga juta secara tunai.

"Oh jadi istrimu punya penghasilan sendiri, ya sudah deh, Mama coba temui dia juga dan pura-pura baik padanya, siapa tahu nanti kecipratan," tutur mama setelah aku ceritakan semuanya.

"Ayo, Nonik di depan nunggu di mobil," ajakku sambil merangkulnya. Akhirnya kami berdua keluar, tapi betapa terkejutnya aku setelah melihat keluar ternyata mobil sudah tidak ada di pinggir jalan.

"Loh ke mana istrimu?" tanya mama.

"Nggak tahu, jangan-jangan diculik, dia kan nggak bisa nyetir mobil," jawabku kebingungan.

Kemudian, telepon pun berdering. Panggilan masuk dari Nonik.

"Halo, Nonik kamu di mana?" tanyaku padanya.

"Selain bisa cari uang, selama enam bulan ke belakang, aku belajar nyetir mobil, Mas. Jadi sekarang sudah lancar," ucap Nonik membuatku bernapas lega.

"Syukurlah, aku pikir kamu diculik," jawabku dengan helaan napas kasar.

"Oh nggak dong, jangan khawatir, aku lagi di showroom mobil nih, transaksi jual beli, mobil kamu laku empat puluh juta, lumayan buat tambahan tabunganku," tutur Nonik membuatku terkejut.

"Astaga, itu mobilku, Nik, dan kubeli tahun kemarin saat dapat bonus akhir tahun di pabrik." Aku keceplosan bahwa sebenarnya di pabrik ada yang namanya bonus akhir tahun. Nonik tidak pernah mengetahuinya dan hari ini ia dengar dari mulutku sendiri.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 16

    Aku dan Rasid mendekat, ada perasaan cemas saat ini. Kalau terjadi sesuatu dengan Mama Yuli, aku tidak bisa memaafkan diri sendiri. Tangan ini mengepal, meremas-remas seraya mengkhawatirkan. Begitu juga dengan Rasid, ia menyandarkan bahunya ke pundakku."Mas, apa karena kita tidak buru-buru operasi Mama?" tanya Rasid."Nggak juga, kita harus tunggu dokter keluar," jawabku menenangkan. Kemudian, salah seorang suster keluar dari ruangan untuk bicara dengan kami."Pak, barusan Bu Yuli kondisinya menurun lagi. Jadi operasi patah tulang ditunda dulu, justru Bu Yuli akan dipindahkan ke ruangan ICU," jelasnya. Itu artinya mama dalam keadaan tidak sadar? Astaga, aku mengelus dada, menahan tangis. Sedangkan Rasid, ia sudah menyeka sudut matanya. "Sus, Mama saya tidak sadarkan diri?" tanyaku sedikit panik."Iya, Pak. Bu Yuli koma," jawabnya. Aku dan Rasid menghela napas panjang. Tidak ada lagi yang bisa kami lakukan."Sus, kami akan urus administrasi untuk ke ruangan ICU. Tolong berikan pel

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 15

    "Maaf, Pak, ada apa ya kalau boleh tahu?" tanyaku. Ada perasaan takut dan cemas bercampur aduk."Iya, saya mau mengabarkan bahwa Bu Yuli Karmila mengalami kecelakaan lalu lintas, sekarang ada di Rumah Sakit Grafika," ucapnya membuatku lemas seketika. Lututku bergetar seraya tak kuat menopang kedua kaki untuk berdiri tegak. Seandainya ada Nonik di sampingku, pasti takkan seperti ini. "Bagaimana kronologis nya, Pak?" tanyaku balik."Bu Yuli hendak menyeberang jalan, lalu ada motor melintas, pengendara sudah kami amankan," ucapnya membuatku bertambah linu. Tidak kebayang bagaimana kondisi mama saat ini.Aku tutup teleponnya setelah polisi menceritakan secara detail kronologis nya, dan setelah mengucapkan terima kasih atas informasinya. Kemudian, ambil segelas air putih untuk menenangkan diri sendiri. Setelah itu barulah bergegas ke rumah sakit untuk mengunjungi mama yang sedang membutuhkanku. Di perjalanan, aku terus memikirkan kondisi mama. Sekarang yang di pikiranku hanya mama, masal

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 14

    "Itu mobil kamu, Mas, aku nggak ngejualnya," terang Nonik membuatku terperangah. Jadi, selama ini ia ambil kartu ATM, lalu menjual semuanya yang kumiliki hanya sandiwara?"Nonik, jujur aku nggak paham dengan semua ini," timpalku.Kemudian, papa mertuaku berdiri. Wajahnya terlihat garang seperti orang kesetanan."Papa rasa kamu sudah paham dan mengerti maksud Nonik. Jadi lebih baik kau pergi dari sini!" tekan papa sambil membentangkan tangannya ke arah luar.Tidak lama kemudian, orang yang membawa mobilku datang bersama Tari, istrinya Leman. Mereka berdua masuk dan menyodorkan tangannya untuk bersalaman.Tari duduk di sebelah Leman, ia tampak menyunggingkan senyuman di hadapanku. Sedangkan Papa Irsyad kini sudah kembali duduk di antara kami semua.Aku segera bersujud di kaki mertua yang sudah terlanjur kecewa padaku."Pah, aku minta maaf atas semua yang kulakukan, mungkin caraku salah telah menyiksa Nonik dengan jatah yang kuberikan," lirihku membuat semuanya hening. Sorotan mata tertu

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 13

    "Leman, ngapain dia ke sini? Apa jangan-jangan ...." Aku bergumam sendirian, sebab terkejut melihat kedatangan Leman dan salah satu orang yang tidak kukenal.Mereka berdua melangkah ke arah kami, lalu segera menghampiri dan aku pun sontak menyapa Leman yang sedari tadi menyorotku penuh."Hai, Yud. Gimana kabar lo?" tanyanya membuatku sedikit terkekeh."Nggak usah pura-pura tanya kabar, ini apa maksudnya?" tanyaku balik.Kemudian, Nonik mempersilakan mereka untuk duduk, dan yang mengejutkan, Nonik memanggil Leman dengan sebutan Mas. Satu hal lagi yang membuatku tercengang, nama laki-laki yang bersama Leman adalah Satya. Aku menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. Lelucon yang sangat membuatku tidak dapat berkata-kata lagi."Oh jadi kalian ini saling kenal, dan komplotan, gitu kan?" tanyaku ketika semua sudah duduk."Papa tidak tahu menahu maksud kalian, tolong jangan buat kegaduhan di rumah Nenek, kasihan Nenek masih harus istirahat," tutur papa mertuaku.Kebohongan Nonik juga suda

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 12

    Satu menit kemudian, pintu mobilnya dibuka olehnya. Kulihat wajah lelaki yang turun dari mobil. Pak Tommy, ia datang rumah ini. Mungkin ada perlu dengan Pak Irsyad. Namun, kali ini pakaian yang ia kenakan biasa saja, tidak berdasi dan tanpa jas, ia hanya mengenakan celana jeans dan sepatu layaknya pemuda. Ia mulai melangkah ke arah kami, kemudian setelah tiba di hadapan kami persis, ia meraih punggung tangan Papa Irsyad dan Mama Nuri."Apa kabar, Tom?" tanya papa mertuaku. "Baik, Om," jawabnya disertai punggung yang tertunduk seraya menunjukkan sopan santun. "Tumben ke sini, ada apa nih? Papamu sehat, kan?" tanya mertuaku lagi membuatku tiba-tiba mengernyitkan dahi.Bukankah Tommy adalah pengacara mertuaku yang ditugaskan olehnya untuk memberikan informasi tanah yang senilai dua milyar itu? Hingga akhirnya aku keceplosan bahwa memiliki uang dari gadai. Ah ini seperti teka-teki yang harus kuungkap. "Maaf, Pak Tommy bukankah pengacara ya?" tanyaku penasaran. Mertuaku dua-duanya ter

  • Istriku Punya Penghasilan Sendiri   Bab 11

    "Pak, haruskah sekarang saya pergi dari sini?" tanyaku padanya. "Iya, Pak. Maaf ya, tidak diberikan waktu lagi oleh Pak Satya," sahutnya membuat napasku terasa sesak.Nonik benar-benar tega padaku, ia jual semua yang aku punya. Ini tidak bisa dibiarkan, sebaiknya aku susul Nonik ke Bogor. Aku raih ponsel lalu menghubungi atasan lebih dulu, untuk mengajukan cuti satu hari supaya bisa menyelesaikan masalah ini.Setelah berhasil mengajukan cuti, aku segera berangkat tanpa membawa sehelai baju, hanya baju yang kukenakan yaitu pakaian kerja.Jarak antar Jakarta dengan Bogor lumayan jauh. Kalau tidak macet bisa tiba di sana sekitar pukul 20.00 WIB. Aku ke Bogor dengan menggunakan kereta api.***Lebih cepat dari yang kuperkirakan, aku tiba di depan rumah neneknya Nonik pukul 19:40 WIB. Rumahnya sudah sepi, tapi masih banyak anak-anak yang bermain. Aku ketuk pintunya lalu menunggu Nonik keluar. Namun, yang keluar hanya mertuaku, Mama Nuri. "Ngapain kamu ke sini?" tanyanya sambil berkacak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status