BAGAIMANA ISTRIKU BISA HAMIL? SEDANGKAN AKU SENDIRI DINYATAKAN MANDUL!
"Mandinya lama sekali, Mas. Itu kopinya hampir dingin, loh," ucap Rani sambil memberikan pakaian untuk dikenakan Gio suaminya. Gio tak menjawab dan justru memperhatikan bagian leher Rani istrinya. "Kamu beli kalung baru?" tanya Gio kemudian. "Oh, iya... bagus, kan, Mas? Aku beli ini 10 gram tadi di pasar. Motifnya cantik," jawab Rani. "Sepuluh gram?!" tanya Gio begitu terkejut dan kemudian Rani mengangguk. Gio terdiam dan berpikir dari mana istrinya mendapatkan uang sebanyak itu untuk membeli emas 10 gram. Minggu kemarin ia baru saja membelikannya sebuah cincin 5 gram. Rani selalu mengeluh karena mendapatkan hasil menjual buah di toko sedang sepi. Pendapatan yang didapat oleh Gio biasanya mencapai seratus sampai dua ratus ribu per hari. Mereka juga harus menyimpan separoh modalnya untuk berbelanja buah kembali. 'Tapi, kenapa Rani bisa membeli perhiasan? Uang dari mana?' Gio membatin penuh tanya. "Kamu, kok punya uang, beli emas?" tanya Gio lagi. "Iya, uang dari ibuku, Mas," jawab Rani, "kalung ini, kan untuk tabungan. Daripada hanya menyimpan uang, nanti lama-lama habis." 'Uang dari ibu? Tadi pagi baru saja ibunya ke toko meminjam uangku untuk membeli beras dan tabung gas. Tapi, kenapa ibu bisa membelikan Rani kalung?' batin Gio bertanya-tanya kembali. Gio memilih untuk tak banyak bicara karena Rani pasti akan beralasan kembali kalau ia selalu saja memberikan pertanyaan kepadanya. Gio kemudian pergi ke ruang tamu, menyeruput kopinya yang masih hangat dan mengecek ponselnya melihat status story yang dibagikan dipemberitahuan aplikasi hijaunya. Gio tap nama Candra karena ingin melihat apa yang dibagikan oleh Candra lewat status storynya. Gio melihat Candra tengah mengunggah sebuah jalan yang di depannya ada toko emas di sebuah pasar. 'Toko emas?' Gio langsung teringat dengan kalung yang dikenakan oleh Rani istrinya. "Rani," teriak Gio halus menghampiri istrinya di kamar. "Kenapa, Mas?" tanya Rani. "Aku boleh lihat surat emas itu?" pinta Gio. Rani tersenyum dan membuka laci meja riasnya untuk mengambil surat emas yang akan ia tunjukkan pada sang suami. "Nih... Mas lihat saja sendiri. Aku mau beli ikan dulu di depan, ya." Rani memberikan surat emasnya pada Gio dan segera pergi keluar rumah karena ia mendengar teriakan penjual ikan. Gio mencocokkan nama toko yang ada di status story Candra dengan surat emas yang baru saja Rani beli. Dan, ternyata sama. "Apa jangan-jangan ..." Gio segera mencari surat cincin yang baru saja dibeli istrinya minggu kemarin di laci meja riasnya. Sementara bukan surat emas yang didapat oleh Gio, melainkan benda pipih kecil seperti jari berwarna biru putih, yaitu testpack. "Positive?" gumam Gio. "Ini punya Rani?" sambungnya dan segera berlari keluar, tetapi mereka bertemu di pintu depan rumah saat Rani baru selesai membeli ikan. "Ini punya siapa, Ran?" tanya Gio menunjukkan testpack positive pada Rani. Rani tersenyum. "Itu mau aku kasih surprise buat kamu nanti malam, tapi kamu sudah lihat duluan. Itu punya aku, Mas." 'Itu punya aku Mas,' kata Rani yang membuat Gio terngiang-ngiang oleh kata-kata istrinya. 'Bagaimana bisa? Sedangkan aku mandul.' Gio membantin "Akhirnya ya, Mas. Setelah sekian lama aku hamil juga." Rani yang membuyarkan lamunan Gio dan sambil tangannya mengusap perut yang belum membesar itu, tetapi Gio memasang raut wajah penuh keresahan. "Mas... kok malah diam saja? Mas pasti nggak menyangka, kan kalau aku akam hamil? Ini serius loh, Mas. Perjuangan kita nggak sia-sia," ungkap Rani yang menggoyang-goyangkan tangan Gio suaminya. Mungkin dibenak Rani, Gio tidak mengetahui kondisinya jika dirinya mandul. Jadi Rani dengan bangga memberitahu kalau dirinya tengah berbadan dua. Seharusnya kabar ini akan menjadi kabar yang bahagia karena penantian untuk memiliki anak adalah impian mereka sejak lama. Namun, semua berubah sejak Gio mengetahui surat hasil pemeriksaan yang disembunyikan oleh istrinya. Bagaimana bisa Gio menyambut kabar ini dengan rasa penuh kebahagian. Yang ada berita kehamilan ini menimbulkan banyak tanya dalam benak Gio. Siapakah ayah dari anak tersebut? "Mas... iih, kok malah diam saja, Mas masih nggak menyangka, ya?" Rani bicara agak dikeraskan dan membuyarkan lamunan Gio. "Eh... tidak, Ran. Aku masih nggak percaya. Kamu serius ... kalau kamu lagi hamil?" tanya Gio dengan perasaan bercampur aduk. "Iya, Mas. Kalau Mas nggak percaya, nanti kita coba tes urin lagi. Atau mau periksa ke bidan?" Rani mencoba meyakinkan suaminya kembali. "Nggak usah. Ya, sudah kalau kamu sedang hamil, kamu istirahat saja. Jangan terlalu capek." Gio kemudian berlalu ke dapur. Rani mendapatkan tanggapan yang tidak sesuai dengan harapannya. Ia berharap kalau Gio suaminya akan gembira dan penuh rasa bahagia atas kehamilannya. Rani segera menyusul Gio yang sedang membuka tudung saji di meja makan. "Mas... tadi aku mual, jadi nggak masak," ucap Rani. "Oke, nggak apa. Aku pergi ke warung makan saja," sahut Gio kemudian. "Mas, titip Ati ampela, ya. Kasih sambal yang banyak," pinta Rani. Gio hanya mengangguk, kemudian berlalu pergi. Rani memang kebiasaannya seperti itu, ia hanya terus mengurus tubuhnya saja, tanpa mengurus penuh suaminya. Pagi-pagi sekali Rani bukan menyiapkan sarapan untuk Gio, tetapi ia sudah sibuk bersolek di depan meja rias sambil bertingkah wajahnya yang binàl itu. Sarapan hanya membeli nasi uduk pada ibu Ida yang ada di depan rumahnya. Begitu juga saat siang hari, Rani sibuk merapikan kuku jarinya dan terus menyisir rambutnya. Rani juga sibuk dengan ponsel yang selalu tak pernah lepas dari tangannya. Sampai Gio ketika makan siang hanya membeli makanan di luar dan tidak pulang ke rumah. Mencuci bahkan pekerjaan rumah yang lain, Rani hanya tinggal tunjuk tangan memerintah adiknya yang masih sekolah SMA. Adik Rani tinggal bersama dengan orang tua mereka yang rumahnya bersebelahan. "Duh... Ran. Kamu jangan malas-malasan begitu, kenapa! Kamu itu harus ngurusin suami kamu. Jangan tahunya cuma dandan saja!" gerutu Ibu Ratih pada putri sulungnya itu. "Nanti kalau Gio dapat perempuan yang lebih dari kamu terus kamu ditinggalin bagaimana?" lanjut Ibu Ratih kemudian. "Yang mau sama aku juga banyak, kok. Ribet banget!" bantah Rani yang menghiraukan nasehat orang tuanya. 'Lagian siapa yang mau sama Gio, laki-laki yang perkasa diluar saja, tapi aslinya dia itu penyakitan dan mandul!' batin Rani menggerutu kesal. Di warung makan, Gio bertemu dengan Candra yang baru selesai menghabiskan makanannya di warung itu. "Gio... kamu makan diluar lagi?" tanya Candra. "Biasa, Rani nggak masak, terus sekarang dia lagi ngidam," jawab Gio. "Ngidam? Alhamdulillah akhirnya Rani bisa hamil juga." Candra langsung memasang raut wajah penuh bahagia. Gio mengeryitkan keningnya dan berpikir jika sikap Candra agak aneh. "Kenapa kau tampak bahagia? kan, Istriku yang hamil?" tanya Gio merasa heran. "Loh... ya, turut bahagia dong, Gio. Kan, kamu dengan Rani sudah menanti buah hati yang cukup lama," jawab Candra cepat. Gio terdiam sambil memberikan catatan pesanan yang baru saja ia tulis pada pelayan. Gio terus termenung hingga ia berpikir untuk memeriksa kondisinya secara diam-diam, tanpa sepengetahuan Rani istrinya. Gio seperti ingin memastikan jika anak yang dikandung Rani memang benar darah dagingnya. 'Tuhan... apakah aku berdosa mencurigai istriku sendiri? Tapi, bagaimana bisa Rani hamil ... kalau aku sendiri dinyatakan mandul?!' Batin Gio seraya menjerit penuh tanya dan banyak sekali yang ingin ia ketahui kebenarannya.Rani ikut pergi ke kampung halaman dimana Varo tinggal. Di tempat tinggal Varo masih minim sinyal karena jaringan tidak begitu memadai di sana. Kampung halaman Varo memang sangat pelosok, jauh dari kota karena memasuki kawasan perkebunan sawit."Di sini kalau mau cari sinyal naik ke bukit, Ran. Nanti aku kasih tahu bukitnya, ya," ucap Varo menjelaskan.Rani mengangguk. Bagi Rani tak apa hilang jaringan supaya tak ada lagi Gio yang menghubunginya. Rani disambut ramah oleh penduduk di sana. Apalagi oleh keluarga Varo. Sementara itu, Varo dan Rani sepakat merahasiakan status Rani yang sudah menjadi istri orang agar keluarga Varo mau menikahkan mereka berdua. Varo juga sudah meminta keluarganya untuk tutup mulut, soal pekerjaan Varo selama Rani belum sah menjadi istrinya.Kedua orang tua Varo banyak bertanya mengenai keseharian Rani di kampungnya dan Rani menjawab penuh kebohongan agar dapat memikat hati keluarga Varo. Rani dan Varo sama-sama menutupi sesuatu agar mereka bisa bersama. En
"Ya, sudah pelet aja itu Rani. Seharusnya ibu Ratih bisa, ya seperti itu," usul Budi. Namun, bukan membuat teman-teman Gio setuju, mereka malah merasa kalau Gio yang terkena pengasihan oleh Ibu Ratih sehingga tidak bisa melepaskan Rani."Loh, kok kalian malah pada diam?" tanya Budi kemudian."Sesuatu yang dasarnya dari sihir itu tidak baik, Bud," ucap Ari."Iya juga, sih," gumam Budi. Agus menatap Gio yang masih resah dan gelisah karena kepergian Rani istrinya."Lebih baik Mas Gio sholat istikhoroh, deh. Siapa tahu Mas Gio dapat petunjuk," saran Vera dan Ari suaminya mengangguk setuju.Gio termenung, sepertinya memang harus menghadap kepada sang kuasa agar Gio merasa lebih tenang dan bisa mendapatkan petunjuk hubungannya dengan Rani. Gio sudah terlampau jauh melupakan Tuhan sehingga ia tak tahu arah dan kini mungkin saatnya Gio menghadap kepada sang kuasa untuk meminta petunjuk."Iya, bener juga yang dibilang Vera. Daripada gue ke dukun-dukun buat menghentikan Rani untuk tidak berbuat
Gio mencari ke sana-kemari di sudut ruangan, namun hanya ada Varo yang tengah duduk sendiri. Gio mencurigainya, tetapi ia tidak melihat Rani sedang bersamanya."Maaf, Mas pelanggan perempuan yang Mas maksud sudah pergi dari sini," kata seorang pelayan yang langsung datang menghampiri Gio."Oh, begitu, ya." Gio melirik ada rasa curiga kepada pria yang sedang duduk itu, namun Varo hanya terdiam saja."Mbak, saya pesan nasi gorengnya sama es jeruk, ya," seru Varo yang sengaja memesan makanan agar tidak dicurigai. Gio pun kemudian beringsut pergi dari warung makan Sudiro itu. Raut wajah Gio menjadi kecewa karena ia tak berhasil menemukan Rani."Berarti benar, Rani pergi dengan Candra ke kota Rajawali lagi. Dan pria yang di dalam bukanlah kenalan Rani," gumam Gio yang kemudian menaiki motornya.Gio menduga Rani melarikan diri bersama Candra ke luar kota lagi. Gio tidak tahu kalau pria di dalam warung itu adalah kekasih baru Rani istrinya. Gio melajukan motornya kembali pulang. Sepertinya G
Candra segera menghubungi Gita untuk memberitahukan Lia agar tidak banyak bergaul dengan laki-laki yang nantinya hanya mempermainkannya saja. [Lia sudah dewasa, Mas. Dia sudah tahu mana yang baik menurut dia, apalagi dia ambil pembelajaran mengenal laki-laki itu dari ayahnya sendiri.] Isi pesan Gita pada Candra saat Candra menyalahkan Gita karena tak bisa menjaga anaknya."Aku yang tak bisa menjaga anak-anak dia bilang? Dia hanya bisa menjaga Rani saja sudah berani menasihatiku!" rutuk Gita kesal.Krieeet...! Suara pintu rumah terbuka."Aku pulang," seru Lia saat baru saja tiba di rumah."Lia.""Hmm...""Dari mana kamu?""Jalan sama Dimas, Bu. Kan, Ibu tahu tadi aku dijemput Dimas di pengadilan, kan.""Ayahmu menegur Ibu, katanya Ibu nggak bisa menjaga kamu karena kamu bergaul dengan pria yang salah," kata Gita pada putri sulungnya."Dia tahu dari mana kalau Dimas adalah laki-laki yang nggak baik? Sebelum dia menilai orang, lebih baik suruh ayah bercermin dulu, deh," bantah Lia tak s
Aku tidak pernah tahu, mana pria yang baik. Karena pria yang terbaik menurutku saja ternyata adalah pria yang paling keji kelakuannya.Rani langsung melupakan janjinya kepada Gio kalau ia menyesali perbuatannya selama ini kepada Gio karena mendapatkan pesan dari pria idamannya, yaitu Varo."Aku gak akan sanggup kalau terus di kurung sama Gio begini. Aku harus bisa bebas dari sini." Rani menggumam dan berharap Varo membawanya pergi.Drrtt...! Ponsel Rani berdering, ada telepon masuk dari Varo, tetapi Rani tidak berani mengangkatnya karena takut kalau Gio mendengar obrolannya dengan Varo.[Jangan telpon, kita chat aja, ya.] Rani mengirim pesan pada Varo setelah teleponnya ia matikan.[Kamu bisa gak jemput aku di Desa Kuala? Aku benar-benar minta tolong sama kamu, aku harap kamu bisa jemput aku.] Isi pesan Rani pada Varo lagi. Menunggu balasan dari Varo membuat Rani gelisah dan berharap Varo akan menjemputnya.[Memangnya kenapa? Kamu di desa itu ngapain?] tanya Varo.[Panjang ceritanya,
Gio tersenyum sinis menatap istrinya. Namun, kini tidak ada lagi perkataan Rani yang dapat ia percaya semuanya penuh kepalsuan. Ditambah lagi saat Gio mendapati Rani tengah bersenang-senang dengan Candra."Jadi, kalian bersekongkol pergi dari desa, dan melanjutkan perselingkuhan kalian di luar kota?" tanya Gio dengan wajah datar penuh kekecewaan."Gak, Gi. Gue gak tahu kalau Rani akan bekerja di kafe. Kami hanya bertemu di sini tanpa disengaja." Candra coba menjelaskan kepada sahabatnya itu."Kafe? Berarti selama ini benar, kan! Kalau kamu tidak bekerja di toko baju?" tanya Gio yang mendelik tajam melihat ke arah Rani yang sudah gugup karena tertangkap basah oleh suaminya."Tidak, Mas! Cuma malam saja aku kerja di kafe, cari tambahan sebagai penyanyi bayaran. Paginya aku kerja di toko baju," jawab Rani. Tubuhnya gemetar dan mulai berkeringat dingin."Kalau begitu tunjukkan tempat tinggal kamu, dan tunjukkan dimana toko bajunya," pinta Gio kemudian.Rani kebingungan menjelaskan kepada