Share

Mulai Curiga

"Te- Temen lamaku Mas, waktu masih gadis dulu. Orangnya baik, ramah, dan pekerja keras. Ini ada juga baju baru untuk Mas dan Deta, Ibu juga. Sekali-sekali kok Mas, lagian Julia kan gak ngeluarin uang. Itu aja kok sewot sih Mas," celetuk Julia, tanpa merasa bersalah.

"Tapi Julia, Mas perlu tau kalo kamu itu mau kemana. Acara apa, kan bisa kamu kasih tau lewat hp. Biasanya juga gitu kan," sergahku, sambil berdiri di depan Julia.

"Apaan sih Mas, itu aja jadi masalah buat Mas. Aku juga gak pake uang yang Mas kasih tempo hari, ini tuh semua pemberian teman lamaku. Ngerti!" gertak nya, sambil menerobos masuk ke dalam kamar.

"Julia, buat Mas gak masalah kalau kamu pake uang asal untuk keperluan yang penting dan sesuai waktu dong Julia. Ini, kamu sampai malam baru pulang. Ngapain aja?" protesku, sambil berdiri di depan pintu kamar.

"Ah, terserah. Susah ngomong sama Mas, hidup itu perlu refresing. Bukan di rumah aja, ngabisin waktu!" suara Julia mulai meninggi.

Ku lihat ibu sedang berdiri sedih di belakangku. Aku tak bermaksud membuat hati ibu terluka dengan pertengkaran kami. Aku hanya ingin Julia sadar dengan apa yang ia lakukan.

Tak ada acara makan malam seperti biasanya, aku menyuruh ibu dan Deta makan terlebih dahulu. Rasanya perutku belum terasa lapar, pikiran tak menentu. Kemudian ibu dan Deta beranjak ke kamar yang bersebelahan dengan kamar kami. Sedangkan Julia masih terlihat merapikan meja makan, kemudian mencuci piring bekas makan malam ini.

Malam pun semakin larut, tetapi mata ini tidak mau terpejam. Entah kenapa malam ini aku sangat gelisah, padahal besok harus bangun pagi. Kulihat Julia sudah terlelap dalam tidurnya, hanya terdengar bunyi jangkrik yang sedang bersuara.

Aku pun segera pergi kedapur untuk membuatkan secangkir teh panas, sambil menuju ke dapur aku sengaja melirik anakku ke kamarnya. Ternyata ibu mertuaku yang masih terbangun.

Beliau terlihat sangat sedih, akan tetapi aku enggan menyapanya. Mungkin beliau sedang memikirkan sesuatu, atau merenung tentang kejadian tadi.

"Kasihan Ibu, karena kepolosan dan lugunya sampai-sampai ibu tak bisa menolak inginnya Julia," batinku, sambil memandang ibu dari luar kamar.

Segera aku langkahkan kakiku menuju dapur, ingin sekali aku mengajak ibu mertuaku ikut minum teh hangat ini.

"Bu, mari kita minum teh manis hangat. Biar Ibu gak terlalu mikir, yok Bu, kita duduk di depan tivi," ujarku, sambil mengajak ibu dari pintu kamar.

"Kok belum tidur Nak? Kok pada buatin teh untuk Ibu?" tanya ibu sambil beranjak menuju ke ruang tamu.

"Ah, gak papa kok Bu cuma gak bisa tidur aja. Gak tau kenapa malam ini gak bisa pejamkan mata," jawabku, sembari menyeruput teh buatanku.

"Iya Nak, Ibu juga gitu. Ibu gak bisa tidur, kasihan ingat Neti sama Indra Nak. Belum lagi dengan sipat Julia yang akhir-akhir ini jadi aneh," tukas ibu mertuaku, dengan wajah sedihnya.

"Sabar Bu, udah nasib Ibu punya anak seperti Julia. Ibu kan lihat sendiri, aku gak pernah batasin hubungan Julia sama Mbak Neti toh?" sahutku dengan penuh perhatian.

"Iya Nak, Ibu tau dengan perhatian kamu ke Ibu sama Mbakmu. Ibu cuma gak habis pikir sama sikap Julia, dan sering pergi entah untuk apa," lirih ibu mertuaku, sambil tatapan kosong.

"Sudah Bu, gak usah jadi beban. Besok Mbak Neti pasti kesini antarin Indra, bisa aja Julia gitu karena sayang sama Ibu. Tapi cara penyampaian nya gak tau," ucapku, untuk menenangkan hati ibu. Dan mengesampingkan perasaanku.

Tak lama, akhirnya mata pun meminta untuk tidur. Aku pun mempersilahkan ibu mertuaku tidur duluan ke kamarnya. Sedangkan aku membereskan gelas terlebih dahulu. Kemudian beranjak tidur.

Pagi-pagi sekali aku pun segera bangun, aku tak melihat Julia ada di dapur memasak. Segera aku mengambil air wudhu, sebelum sholat subuh. Setelah sholat, aku kembali ke dapur tapi tak juga menemukan Julia. Karena terasa asing, tidak seperti biasanya. Aku pun mencari Julia ke kamar ibu dan Deta, ternyata Julia sedang mengutak-atik ponsel ibu.

Julia pun terkejut melihatku datang ke dalam kamar, kemudian ia segera beranjak dari tempat tidur ibu.

"Ngapain sih Dek, akhir-akhir ini kamu sering pegang ponsel nya Ibu?" tanyaku tanpa menyinggung kejadian semalam, sambil melangkah ke dapur.

"Kenapa sih Mas, kepo amat dengan Julia!" gerutunya dengan suara hampir tak terdengar.

"Julia, apapun yang kamu lakukan atau mau kemana, Mas harus tau. Kamu itu istri Mas," ucapku sambil menatap Julia yang berdiri mematung.

Tapi Julia tidak merespon sedikitpun.

Aku segera mandi, tak lama setelah mandi Julia telah selesai menyiapkan segalanya. Karena malam Julia sudah memasak nasi, tinggal menghangatkan ikan yang telah sengaja ia masak, sebelum tidur.

Aku pun segera sarapan dan mengambil bekal makan siang, sambil mengusap rambut Deta, aku pun pamit kerja.

Aku sengaja mengambil lembur, dan tiba di rumah tepat pukul delapan malam. Ibu dan Deta sedang menonton televisi, dan kulihat Julia sedang berbaring membelakangi pintu kamar. Ia asyik memandangi ponsel ibu, entah apa yang ia lakukan di sana.

"Loh, Julia, siapa lagi sih yang hubungi ibu? Kok sering banget ya ibu dapat telpon malam gini," tanyaku, sambil mendatangi Julia yang berbaring.

"Kamu bisa gak sih Mas, gak ngurusin apapun tentang aku!" gertak Julia, sembari bangun dari pembaringan.

"Julia, coba Mas lihat ponsel ibu. Mas pengen lihat, belakangan ini sikapmu sedikit aneh. Coba sini Mas lihat," titahku sambil menggenggam tangan Julia.

"Mas kamu jangan buat malu ya, ini nih hp ibu tau!" bentaknya, sambil mempertahankan ponsel ibu.

"Apanya yang buat malu. Mas cuma pengen lihat, ngapain aja kamu pake hpnya ibu, sini!" gertakku, sambil menarik tangan Julia.

"Riyadi, Julia. Kalian ada apa, jadi bertengkar lagi, nanti tetangga pada tau Nak," tiba-tiba ibu datang melerai pertengkaran kami.

"Ini nih Bu, aku pengen tau hp ibu digunakan buat apa. Aku mulai curiga Bu, jangan-jangan Julia sedang selingkuh pake hpnya Ibu. Salahkah aku kalau menaruh curiga Bu?" tanyaku dengan intonasi sedikit meninggi.

"Ya Alloh Julia, apa yang kamu lakukan Nak?" tanya ibu dengan tersedu-sedu, dan berurai air mata.

"Sini hpnya Julia, cepat!" bentakku lagi, sambil merampas ponsel ibu.

Dan akhirnya ku dapatkan, waktu seolah berhenti berputar. Dan nafasku seolah terhenti dengan sendirinya, seperti busur panah yang menancap tepat di ulu hatiku.

Ternyata benar, Julia sedang selingkuh. Ingin muntah rasanya, tubuhku mulai bergetar menahan emosi yang sedang memuncak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status