Share

Kedatangan Ibu

Penulis: Fika R
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-09 05:11:11

[Aku hanyalah manusia biasa yang tak pernah lepas dari-]

Ringtone hp Andra berbunyi pagi-pagi sekali. Andra melihat hpnya, terlihat nama 'ibu tersayang' sedang memanggil. Andra menjawab panggilan ibunya dengan segera.

"Assalamualaikum bu."

"Wa'alaikumussalam Ndra. Lagi ngapain?"

"Baru mau mandi ini bu. Tumben ibu telepon pagi-pagi bu. Ada apa?"

"Ibu kangen sama cucu ibu. Ibu pengen kesana ya nanti sore. Jemput ibu di stasiun."

"Apa ibu nggak capek nanti kalau kesini? Nunggu weekend aja ya, nanti Andra sekeluarga kesana."

"Nggak ah, ibu pengen nginap di rumah kamu, pengen main sama cucu. Kalau nunggu hari sabtu atau minggu nanti nggak puas. Nanti anak-anak malah kecapekan, Fikri kan udah mulai sekolah SD."

"Ya sudah, nanti kabarin aja ya bu, Andra bakal jemput ibu di stasiun."

"Nah gitu dong. Ya sudah salam buat Rina ya."

"Iya bu."

Andra mencari Rina untuk memberitahukan soal kedatangan ibunya nanti sore.

"Mah," Rina menoleh, "Barusan ibu telepon katanya nanti sore mau ke rumah."

"Ibu mau ke sini? Kok mendadak. Duh mana rumah berantakan banget lagi," Rina terlihat menghembuskan nafas lelah.

"Ibu kan nggak galak mah, kamu ngapain khawatir." Andra sedikit terkikik mendengar istrinya mengeluh. Sepertinya Rina sudah lupa dengan marahnya setelah tahu ibu akan datang.

"Ya memang nggak galak tapi ya nggak mungkin juga aku tahu ibu mau datang terus rumah nggak aku beresin." Rina jawab sambil cemberut lagi. "Duh, salah ngomong lagi," Andra membatin sambil tersenyum kecut.

"Ya sudah dibereskan saja sebisanya mah, sama masak yang enak ya," pinta Andra sambil tersenyum. "Emang biasanya masakanku nggak enak." Rina masih saja cemberut dan melanjutkan mencuci piring yang menggunung sejak kemarin.

"Memang mending diam saja aku kalau menghadapi Rina yang sedang bersungut. Ngomong apa saja serba salah, lebih baik aku mandi." Andra meninggalkan Rina yang masih mengomel sendirian.

***

Hujan masih mendominasi cuaca sehari-hari, seperti sore ini juga. Aku berkemas dan akan pulang sampai Yuni menghampiriku dan berkata, "Pak Andra. Emm, saya boleh nebeng lagi nggak pak?" Katanya sambil tersenyum manis.

"Waduh Yun maaf ya, saya mau jemput ibu saya di stasiun. Kayaknya nggak bisa barengan. Saya minta maaf ya." Terlihat wajahnya seperti kecewa dan membuatku jadi tidak enak hati. "Ya sudah pak, nggak papa kok, saya pesen taksi online aja deh."

Kami pun berjalan beriringan keluar kantor dan berpisah di lobi. Aku menuju parkiran sedang dia menunggu taksi onlinenya. Satu jam kemudian aku sudah sampai di stasiun. Kulihat dikejauhan ibuku duduk di bangku tunggu.

"Ibu." Aku memanggilnya dan melambaikan tanganku. Beberapa bulan ini memang aku belum bisa mengunjungi ibuku. Sebenarnya kota tempatku lahir hanya berjarak dua jam dari tempat tinggalku. Tapi tentu saja aku tidak bisa terlalu sering ke sana karena kasihan anak-anak kalau keseringan dibawa perjalanan jauh.

Aku mencium tangan ibu kemudian memeluknya. Ibuku tetap cantik diumurnya yang hampir enam puluh tahun. Aku pernah mengajak ibu untuk tinggal saja bersamaku atau dengan kakakku setelah ayah meninggal dua tahun yang lalu. Tapi ibu bilang ingin hidup tenang di rumahnya sendiri. Banyak kenangan kebersamaan ayah dan ibu di sana. Makam ayah juga ada di sana, dia ingin kalau sedang rindu bisa langsung berziarah ke sana.

Aku dan kakakku pun hanya menurut saja dengan keinginan ibu. Bagi kami yang penting ibu sehat dan senang. Aku membawakan tas yang dibawa ibu dan membawanya ke mobilku. Ibu terlihat tidak sabar untuk bertemu Fikri dan Reza.

Sesampainya di rumah, aku membunyikan klakson, agar orang rumah tahu aku sudah pulang. Anak-anak dan juga Rina keluar dari rumah dan menyambut kami.

"Nenek." Fikri berteriak sambil merentangkan tangan ingin memeluk neneknya. Ibuku tertawa dan membungkuk untuk memeluk Fikri, sedang Reza mengikuti kakaknya ikut memeluk neneknya. Aku hanya tertawa melihat mereka, sepertinya anak-anak juga kangen sama ibu. Rina tersenyum melihat keakraban ibu dan anak-anak. Dia terlihat sudah rapi dengan daster baru dan jilbab bergonya, wajahnya juga terlihat segar.

Kadang aku cemburu kenapa dia lebih mementingkan orang lain kalau soal penampilan, padahal aku yang paling berhak melihatnya tampil cantik.

Anak-anak sangat senang dan manja dengan neneknya. Mereka senang sekali dengan oleh-oleh yang dibawakan ibu. Bahkan sampai makanpun keduanya minta disuapi neneknya. Ibu terlihat senang sekali bertemu cucu-cucunya. Tinggal sendirian di rumah pastilah kesepian.

Kami bersyukur ada saudara di kiri kanan rumah, jadi aku dan kakakku tidak terlalu khawatir karena ibu kukuh ingin tetap tinggal di sana. Tetangga juga dekat dengan ibu, jadi aku bisa titip agar mereka sering melihat ibu. Takutnya ibu sakit dan tidak ada yang tahu.

Rina juga senang dengan kedatangan ibu. Dia ikut menimpali obrolan anak-anak dan ibu. Walau tidak terlalu dekat tapi mereka akur. Ibu tidak pernah membeda-bedakan menantunya apalagi marah-marah karena kesalahan kecil. Siapa juga yang tidak senang dengan mertua seperti ibu.

Aku baru memperhatikan, rumah sudah rapi, tidak ada baju yang belum dilipat, lantai juga sudah kinclong. Mainan anak-anak hanya ada satu dua yang berceceran. Apa ku bilang, selama ini dia bukannya tidak sempat atau tidak bisa tapi memang tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah. Alasan anak-anak dan capek cuma sekedar alasan, dia terlalu banyak main hp.

Setelah istirahat sebentar Rina mengajak kami semua untuk makan malam. Dia sudah masak beberapa lauk yang ibu suka. Ada ayam kecap, tahu dan tempe goreng, sambal bawang, cah kangkung, tumis jamur tiram, belum lagi sayur untuk Reza dan Fikri yang tidak pedas. Sibuk sekali pasti dia hari ini. Aku tersenyum melihat hasil masakan Rina dan mulai menikmatinya.

"Masakan Rina nggak kalah enak kan bu sama masakan ibu." Aku memuji Rina di depan ibu supaya marahnya padaku hilang. Modus sekali.

"Iya dong, mantu ibu gitu loh." Kami semua tertawa mendengar ibu berkata seperti itu dengan logat anak jaman sekarang.

Rasanya menyenangkan sekali bisa berkumpul seperti ini. Melihat ibu di sini aku juga lebih tenang, paling tidak aku benar-benar melihat kalau ibu sehat dan baik-baik saja.

***

Hujan sudah berhenti saat pagi datang. Matahari mulai terlihat membuat pagi ini lumayan hangat. Pagi-pagi Rina sudah di dapur dengan segala kesibukkannya. Terlihat ibu juga membantunya mengiris bahan masakan. Mesin cuci sudah menyala. Walaupun belum mandi tapi Rina sudah menyisir rambutnya dan mengikatnya dengan rapi, tidak awut-awutan seperti biasanya. Ibu bisa merubahnya dalam semalam, sedang aku suaminya berkali-kali menegur tidak diperhatikan.

Aku mandi lalu membantu Fikri bersiap. Pakaianku belum disetrika lagi. Akupun mengambilnya dan menuju ke depan untuk menyetrika. "Kamu mau ngapain Ndra?" Tanya ibu saat melihatku keluar kamar sambil menenteng pakaian. "Mau nyetrika bu."

Rina tiba-tiba datang ke depan dan mengambil pakaianku, "Sini biar aku aja yang setrika pah." Padahal biasanya juga aku setrika sendiri.

Dia menyetrika dengan cekatan. Sepuluh menit pakaianku siap, lalu dia menyerahkannya padaku. Dia kembali ke dapur untuk menyelesaikan pekerjaannya. Kulihat dia sambil menggoreng juga mengurus cuciannya di mesin cuci. Biasanya dia mencuci setelah kami semua berangkat.

Aku menggelengkan kepalaku melihat kelakuannya. Tentu saja dia tak ingin dicap menantu pemalas oleh ibu, makanya tiba-tiba jadi rajin begitu. Mumpung Rina lagi rajin mending aku nikmati saja. Walaupun hanya di depan ibu aku cukup menikmati perubahan sikap Rina. Beda lagi saat di kamar, sungutnya kembali keluar.

Saat pamit berangkat kerja, aku menyalami ibu, lalu Rina menyalamiku. "Loh kok nggak dicium istrimu Ndra? Perasaan dulu kamu kalo berangkat kerja, cium kening Rina," Ibuku bertanya seperti bocah lugu. "Kan ada ibu malu lah," aku beralasan. "Perasaan dulu biasa aja walaupun ibu nginap di sini." Aku mati kutu. Tanpa lama aku mencium kening Rina dengan cepat lalu pergi mengucap salam. Tidak ingin Rina semakin marah karena mengambil kesempatan menciumnya, padahal dia masih marah.

***

Sebagai orang tua tentu saja bu Aisyah tahu kalau anak dan istrinya sedang kurang akur. Mumpung dia ada di sini semoga bisa membatu mereka. Masalah kecil kalau dibiarkan terus bisa saja menjadi masalah besar. Seperti luka kalau tidak diobati bisa infeksi, sudah menyakitkan, lukanya juga lama sembuhnya.

Semoga apapun masalahnya mereka tetap bisa mempertahankan kapal yang mereka bawa berlayar. Jangan sampai kapal itu karam hanya karena lubang kecil. Mereka harus benar-benar tahu kemana kapal itu akan menuju, dan bagaimana menghadapi badai, ombak, ataupun kerusakan mesin.

"Akan aku pastikan mereka selamat sampai tujuan," bu Aisyah membatin sambil melihat Rina yang sedang tertawa karena melihat tingkah Reza.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istriku Tak Menarik Lagi   Bagian 24

    Perasaan Rina semakin tidak enak karena suaminya belum kunjung datang. Padahal jarak kantor Andra ke rumah sakit tidak sampai setengah jam. "Mampir kemana sih Mas Andra." Rina melihat hpnya lagi. Reza tertidur di pangkuannya setelah lelah menangis. Dia diminta keluar untuk menenangkan putranya. Apalagi Reza masih kecil tidak seharusnya diijinkan masuk ke ruangan. Rina mengawang, menatap dinding dan plafon rumah sakit. "Rina!" Lamunan Rina buyar saat mendengar suara yang memanggil namanya. "Pah. Kamu kenapa?" tanya Rina. Dengan susah payah dia bangkit dari kursi sambil menggendong Reza. "Ada insiden di jalan. Aku nabrak." Andra tampak meringis sambil mengelus kepalanya. Andra datang dengan dahi memerah. Penampilannya juga acak-acakan, kemejanya sudah keluar dari celana dan lengan kemejanya sudah tergulung sampai ke siku. "Ya ampun kok bisa sih Pah." Rina ingin menyentuh luka di dahi Andra tapi ditepis oleh Andra. "Ibu gimana?" tanya Andra. "Barusan sudah di

  • Istriku Tak Menarik Lagi   Bagian 23

    'Permintaan pertemanan diterima'Sebuah notifikasi muncul di hp Rina. Baru saja Rina akan membukanya, suara Bu Aisyah terdengar memanggilnya. "Iya bu." Rina meletakkan hpnya, segera mendekat pada bu Aisyah. Ibu mertuanya terlihat kesakitan terduduk di lantai teras. "Ibu kenapa bu?" Rina buru-buru berlari mendekati Bu Aisyah. Bu Aisyah memegangi dadanya, keringat dingin mulai terlihat di dahinya, pertanda dia sedang menahan sakit. "Sa...kit Rin." Rina panik dan segera meminta tolong tetangga samping rumahnya. "Bu Vina, tolong bu. Mertua saya sakit, bisa tolong antar ke rumah sakit." Rina sudah tidak bisa tenang, dia kembali ke rumah setelah Bu Vina menyanggupinya."Ibu tahan ya, kita ke rumah sakit sekarang." Bu Aisyah yang duduk bersandar ke dinding hanya mengangguk lemah.Rina ke dalam rumah dan menggendong Reza yang sedang tidur dan bersiap ke rumah sakit. Dalam perjalanan, dia sudah mencoba menghubungi suaminya tetapi tidak juga diangkat. "Kemana aja sih nih orang, kenapa

  • Istriku Tak Menarik Lagi   Bagian 22

    Yuni tersenyum saat melihat status yang dia posting dilihat oleh Andra. Tidak biasanya atasannya itu melihat statusnya."Pak Andra pasti sadar kalau itu buat dia. Hihi." Yuni bicara sendiri."Mama ngapain sih?" Kia mendekatinya. "Cantik nggak mama sayang?" Yuni memperlihatkan foto yang dia posting. Kia mengangguk, "Cantik. Kalau Kia cantik nggak?" "Cantik dong, anak mama." Yuni mencium kening Kia. "Om Andla nggak ke sini ya ma? Kia kangen pengen main baleng.""Hari ini om Andra nggak bisa ke sini sayang, neneknya Fikri datang jadi om Andra nggak bisa main dulu sama Kia." "Oh ada nenek." Kia diam tidak berkata lagi."Kia kenapa?" "Nggak apa-apa ma, aku masih sebel sama temenku di sekolah. Dibilangin Kia punya ayah dia nggak pelcaya." "Biarin aja ya sayang, anak nakal nggak usah ditemenin. Kia main sama yang lain aja ya." Yuni sebenarnya kesal juga dengan anak-anak itu. Mungkin kapan-kapan dia harus datang ke acara sekolah anaknya dan menegur anak yang bicara tidak baik pada Kia.

  • Istriku Tak Menarik Lagi   Bagian 21

    “Pak Andra,” Yuni memanggil. Andra menoleh pada Yuni, “Ya?” Yuni terlihat salah tingkah, “Em, saya mau ngundang bapak makan malam di rumah saya nanti malam. Bapak bisa kan? Sebagai ucapan terima kasih saya sama bapak. Bapak udah baik banget sama anak saya, ucapan terima kasih saja saya pikir nggak cukup pak.” “Sepertinya nggak bisa Yun.” Jawaban Andra langsung melunturkan senyum Yuni. Padahal dia sudah berpesan pada ibunya untuk memasak makan malam spesial karena dia ingin mengundang Andra makan malam. Bahkan dia berdebat dengan ibunya karena itu. Bu Maryam tidak setuju dengan Yuni yang ingin merebut perhatian Andra. Setelah meyakinkan ibunya beberapa lama, barulah bu Maryam mau mengalah walau berat hati.Tapi Andra menolaknya langsung tanpa berpikir terlebih dulu. “Ibu saya mau datang Yun. Jadi saya nggak bisa, maaf ya.” Walaupun alasan Andra karena ibunya, tetap saja Yuni merasa kecewa. Dia pikir mereka sudah lumayan dekat, dan dia tidak mau membuang kesempatan lagi. Dia juga mu

  • Istriku Tak Menarik Lagi   Bagian 20

    “Ih kok nggak dibales sih sama pak Andra.” Yuni cemberut. Dia merebahkan dirinya di sebelah putrinya masih dengan melihat hpnya. Berharap Andra akan segera membalasnya. "Huh. Pak Andra lagi ngapain sih?" Yuni meletakkan hpnya.Yuni menatap buah hatinya sambil tersenyum. Kia terlihat senang sekali malam itu, tidak berhenti tersenyum karena Andra begitu baik padanya. Yuni mengelus rambut Kia, “Sebentar lagi Kia punya ayah yang sayang sama Kia. Mama janji sama Kia, Kia bakal dapat kasih sayang seorang ayah seperti yang Kia mau selama ini." Yuni mengubah posisi tidurnya menjadi telentang, dia memejamkan matanya dan membukanya kembali. Wajah Andra terbayang di pelupuk matanya. Dia mengusap wajahnya, "Kenapa aku ini." Napasnya terlihat memburu. Yuni seorang wanita biasa. Dia yang sudah menjanda selama tiga tahun tanpa pria disisinya, entah kenapa tiba-tiba malam ini hanya dengan memikirkan Andra membuat dirinya merasa panas.***Rina membuka matanya saat mendengar bunyi berisik dari ara

  • Istriku Tak Menarik Lagi   Bagian 19

    Rina duduk di sofa ruang tamu dengan gelisah. Sudah setengah sembilan malam tapi suaminya belum sampai rumah. Tidak ada notifikasi di hpnya dari suaminya, tapi Rina tidak ingin menghubungi lebih dulu. Dia gengsi karena sedang marah. “Lebih baik aku nonton drakor saja lah dari pada kepikiran mas Andra terus,” kata Rina sambil membaringkan dirinya di sofa. Anak-anaknya sudah tertidur lebih awal. Sepertinya mereka kecapekan karena tadi siang dia mengajak mereka ke playground. Dia sangat suntuk seharian di rumah. Pekerjaan rumah yang banyak dan itu-itu saja membuatnya bosan dan ingin menikmati waktu di luar rumah. Sambil menunggu Fikri dan Reza bermain dia memesan minuman di cafe yang berada di depan playground.Rina asyik bermain hp dan menikmati waktu sendiri. “Rina.” Dewi, temannya Rina terlihat menggandeng anaknya dan mendekat ke arahnya. Mereka heboh sendiri saat bertemu, tidak lupa cipika cipiki. Dewi meminta anaknya untuk bermain di playground bersama Fikri dan Reza, sedangkan De

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status