Istriku Tua
Bab 3 : Masa Lalu
Suara azdan subuh membangunkan tidurku, ternyata sudah tertidur di depan tv. Kulihat ke sebelah kanan, ternyata Fani juga ikutan tidur di luar bersamaku. Entah kapan juga ia berpindah dari kamar ke sini, aku tidak sadar.
Aku menatap wajah yang sedikit berkerut itu, matanya dipenuhi lingkaran hitam. Ia tertidur sangat pulas.
"Dek, bangun, Dek!" Aku menggoyang punggungnya. "Ayo, kita pindah ke kamar."
Fani membuka sedikit mata dan kemudian menggeliat. "Sudah pagikah, Mas?"
"Masih subuh, kamu kok ikutan tidur di sini sih?"
"Susah senang kita harus selalu bersama, Mas. Kalau Mas tiduran di lantai, maka Adek juga harus ikut," ucapnya sok bijaksana.
"Ya sudah, buruan kamu pindah ke kamar! Nanti malah sakit dan gak bisa kerja, kan bikin susah saja," ucapku sedikit ketus.
Wajah ceria Fani langsung berubah muram, perlahan ia bangkit menuju kamar.
***
Hari ini hari minggu, Fani akan libur berkerja. Seharian dia akan full di di rumah, dia pasti akan meminta jatah servis full juga dariku. Ah, aku harus menyiapkan stamina extra. Kebutuhan biologis wanita tua itu sungguh tinggi, gak boleh diajak dikit aja. Dia akan langsung naik menunggangiku seperti kuda.
Aku berbaring dipangkuannya sambil memainkan ponsel, sedang Fani, dia sedang asyik menonton drama Korea.
"Dek, minta email akun f******k kamu yang lama dong!" Aku mendongakan wajah.
"Buat apa sih, Mas? Akun itu sudah Adek tutup."
"Hem, tapikan masih bisa dibuka lagi. Kasih tahu Mas emailnya, buruan!"
"Gak usahlah, Mas," bantah Fani masih dengan suara lembut.
"Kok gak boleh, jangan-jangan ada yang kamu sembunyikan dariku? Kita ini sudah suami istri, Dek. Semuanya harus serba terbuka dan gak boleh ada rahasia." Aku duduk dihadapannya.
"Bukannya begitu, Mas. Akun f******k itu masa lalu, sedangkan kamu adalah masa depanku. Jadi aku tidak mau mengingat hal yang sudah menjadi masa lalu itu." Fani masih membantah keinginanku.
"Apapun isi dari akun F******k Adek, mas gak akan marah kok. Mas cuma mau lihat kehidupanmu yang dulu," ucapku masih dengan senyum manis.
"Benaran Mas tidak akan marah? Dulu Adek banyak chating dengan para lelaki hidung belang, Adek takut Mas akan marah jika membacanya."
"Gak akan, sayang. Mas kan sayang sama Adek, jadi Mas gak akan marah. Ya sudah, cepatan kasih alamat email dan kata sandinya!"
Fani pun segera memberitahu alamat akun F******k beserta kata sandi, dengan cepat aku sudah berada di beranda akun f******k miliknya. Aku kembali berbaring di pangkuannya sambil melihat foto ketiga anak-anak Fani dan kebersamaan mereka terdahulu. Tapi aku tak melihat satupun foto mantan suaminya.
"Kok gak ada foto mantan suamimu, Dek?" tanyaku.
"Dia gak suka ikut berfoto," jawab Fani singkat.
"Oh, kampungan dia, ya! Kasian kamu dapat suami macam dia," ejekku.
Fani hanya diam, dia pura-pura konsentrasi dengan film yang di tontonnya.
"Ehm, ketiga anakmu jelek-jelek ya, Dek? Pasti mirip bapaknya semua ini?" aku menunjukan layar ponsel yang terdapat tiga orang foto anak Fani.
Fani juga masih diam, mungkin dia bingung mau menjawab apa karena semua ejekanku memang benar nyatanya.
"Kalau anak kita nanti, bisa dijamin ganteng dan cantik, karena aku kan ganteng," ucapku sombong tapi penuh kenyataan.
"Iya, Mas," jawab Fani akhirnya. Ternyata dia masih bisa bicara juga.
"Dek, apa kamu gak kengen ketiga anakmu?" aku kembali mendongakan wajah padanya.
"Aku kan sudah memilihmu, Mas."
"Ehm, aku tanya kangen atau tidak. Kok jawabannya gak tepat gitu?"
Fani menghela napas. "Adek mau ambil minum dulu, Mas. Haus nih .... " Fani menggeser kepalaku ke bantal dan kemudian melangkah menuju dapur.
"Jangan lama-lama, Sayang." Aku melemparkan senyum padanya.
Fani hanya mengangguk dan melangkah masuk ke dapur.
Semua foto sudah kulihat satu persatu, saatnya membuka inbox. Mataku terbuka lebar kala membaca pesan-pesan dari lawan chat Fani, ternyata dulu dia suka berbalas pesan dengan para lelaki hidung belang.
"Astaga," mataku menyipit dan langsung terduduk kala membaca chat mesra Fani dengan seorang lelaki. Darahku memanas, ternyata dia dulu suka tidur dengan banyak lelaki. Dan pernah Video call dengan tubuh bugil bersama lelaki itu.
"Ini, Mas." Fani mengulurkan segelas juice mangga di depanku.
"Minumkan sekalian, Dek!" perintahku dengan tak memalingkan mata dari layar ponsel.
Fani menurut saja, setelah meminumkan juice itu padaku, kini dia melanjutkan menyuapiku sepotong biskuit.
"Dek, ternyata kamu itu doyan selingkuh, ya? Bukan cuma aku saja lelakimu." Aku menatap Fani dengan wajah berang.
"Itu masa laluku, Mas. Sekarang ini cuma kamu saja lelakiku." Fani mendekat dan memelukku.
Aku menghindar dari pelukannya dan berkata, "Alasan kamu apa berselingkuh dengan banyak lelaki begitu?"
"Mas, aku itu dulu kurang mendapatkan perhatian dari mantan suamiku. Dia hanya sibuk berpergian dengan teman-teman Jaulahnya, kadang seminggu, sebulan dan berbulan-bulan. Sebagai wanita normal, aku khilaf lalu mencari kehangatan dari lelaki lain walaupun aku harus membayar mereka. Tapi itu semua sudah masa lalu, Sayang. Sekarang Adek tidak begitu lagi." Fani meraih tanganku dan menciumnya.
"Ehm, kamu itu memang tante-tante girang, ya! Aku menyesal menikahimu, dasar wanita sampah!" tudingku kasar dengan sorot mata tajam.
"Tapi itu cuma masa lalu, Mas."
"Tapi aku tidak bisa menerima kenyataan ini, aku tidak menyangka kamu sehina itu!" aku terus mencaci maki Fani.
"Mas, maafkan aku. Tapi setelah aku mengenalmu, aku tidak pernah seperti itu lagi. Aku mencintaimu, Mas."
"Ah, gombal kamu. Ini di tanggal chat tertera tanggal 25 Maret 2017, sedangkan kita bertemu bulan Januari 2017. Berarti setelah bertemu denganku, kamu juga masih suka selingkuh."
Fani terdiam dengan wajah tertunduk. "Maafkan aku, Mas," ucapnya lirih.
"Aku tidak bisa terima dengan semua ini, aku membencimu, Dek." Kutinggalkan dia dan masuk ke dalam kamar dengan membanting pintu keras-keras. Hatiku sakit sekali mengetahui kenyataan ini, ternyata Fani itu wanita terkutuk budak seks.
Terdengar suara isak tangis dari luar kamar, itu pasti suara Fani. Malam ini aku tidak akan membiarkan dia tidur di kamar. Ini hukuman dariku untuk wanita tukang selingkuh kayak dia, hukuman dari Tuhan pasti akan lebih sakit lagi, Fani.
Bersambung ....
ISTRIKU TUABab 4 : BujukanKuraih ponsel yang berada di samping bantal. Tenyata ada beberapa pesan dari Fani, kuabaikan saja. Jam menunjukan pukul 06.00, perutku terasa perih karena tadi malam belum sempat terisi apapun.Ketika membuka pintu kamar, Fani yang tertidur didepannya langsung terbangun lalu memeluk kakiku."Mas, maafkan Adek, Mas. Semenjak kita menikah, Adek sudah bertobat dan tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh lagi. Adek sangat mencintai, Mas. Bimbinglah Adek ke jalan yang lurus, Mas. Hidup Adek yang terdahulu memang penuh dosa, tapi semenjak kita menikah, Adek sudah berubah," ucap Fani dengan sambil menangis dan masih memeluk kakiku.Astaga, kalau bukan karena aku masih ingin hidup enak dengan ongkang-ongkang kaki saja, sudah kutendang dia. Tapi aku berusaha menahan diri dan ada sedikit rasa kasian juga, walau bagaimana pun juga dia adalah istriku. Si pencari nafkah untukku."Sudahlah, Dek! Jangan berlutut seperti ini, Mas sudah memaafkanmu. Ayo, bangun!" Aku meme
ISTRIKU TUABab 5 : Tidak BergunaSeperti hari biasanya, sarapan sudah terhidang di atas meja. Tapi mataku menyipit, cuma ada nasi goreng berwarna pucat dengan setengah potong telor saja. Gelas di samping piring juga hanya terisi air putih, bukan susu seperti biasanya. Dan yang membuat hatiku dongkol, cuma ada tiga batang rokok saja. Mana cukup sehari cuma tiga batang. Jatah rokokku kan dua bungkus sehari, Fani mau korupsi ini.'Prakkk' kupukul keras meja makan, hingga air minum tertumpah ke dalam nasi goreng."Dasar istri tidak berguna, bikin sarapan yang enak saja dia tidak becus," umpatku dengan berang.Segera kukeluarkan ponsel dan mencari namanya."Halo, Assalammualaikum, Mas." Sambut Fani dengan suara sok lembut."Dek, sarapan apa ini yang ada diatas meja? Seperti makanan kucing saja!" ucapku dengan suara tinggi."Maaf, Mas. Susunya habis, bahan makanan yang lain juga habis. Uang gaji Adek ... ""Mas mau sarapan bubur ayam, tiga puluh menit lagi harus sudah diantar ke rumah ya!"
ISTRIKU TUABab 6 : KerjaJam di dinding menunjukan pukul 11.20, aku sudah bersiap untuk berangkat kerja untuk hari perdana ini. Fani juga sudah pulang dari sekolah, dia sengaja pulang awal agar mengantarku kerja."Mau berangkat belum, Mas?" tanya Fani."Ayo!" Aku memasukan ponsel dan rokok ke tas kecil selepangku."Lhoh, kok baju seragamnya belum dipakai?" Fani menatapku."Nanti Mas ganti pakaian di toilet Mall saja, malu kalau dari rumah sudah pakai dinas satpamnya." Aku menunjuk kantong plastik hitam yang kusimpan di atas meja ruang tamu. "Oh ya, Dek. Jangan lupa pakai maskernya!"Fani hanya terlihat menarik napas, kemudian kami berangkat. Memakan waktu 15 menit untuk sampai di Mall tempatku berkerja."Sampai sini saja, Dek. Gak usah ikutan masuk ke dalam." Aku menyipitkan mata melihat Fani yang sudah bersiap meninggalkan motor di parkiran."Oh, ya sudah. Adek pulang dulu kalau gitu, Mas yang semangat ya kerja dihari pertamanya," ujar Fani sembari mencium punggung tanganku.Aku men
Istriku TuaBab 7 : DemamSiangnya, benar sekali dugaanku. Aku terkena demam, sekujur tubuhku panas serasa bagai bara api. Tapi Fani malah belum pulang, menyebalkan sekali. Disaat suami sedang sakit begini, dia malah tidak ada.Beberapa saat kemudian, Fani pun tiba di rumah. Aku pura-pura tertidur, aku ingin Fani itu peka dengan apa yang kurasakan. Tapi dia malah acuh, berganti pakaian kerja dengan pakaian lainnya. Mungkin dia akan pergi mengajar les. Astaga, dia tidak mau menghampiriku. Ya sudah, aku pura-pura menggigil saja."Uuuuuuu, uuuuu, aduh ... sakit," rintihku dengan mata terpejam."Mas, kenapa?" tanya Fani sambil duduk di sampingku.Aku membuka sedikit mata, " Mas gak apa-apa, Adek mau ke mana?"Fani merasa dahiku dan wajahnya langsung tampak khawatir, "Mas demam, ya? Badannya panas banget, kita ke dokter sekarang ya!"Astaga, Dokter! Aku takut dokter, aku benci minum obat yang pahit itu, juga jarum suntiknya."Gak mau," rengekku sambil menaruh tangan Fani di kepalaku. "Piji
ISTRIKU TUABab 8 : Berhenti KerjaSejak kejadian itu, Fani menjadi lebih perhatian lagi padaku. Berarti tamparanku waktu itu sangat berkhasiat sekali. Jadi, wanita itu tidak bisa selalu dilembuti terus, sesekali memang perlu diberi kekerasan untuk mendokrin kepatuhannya pada kita. Itu menurutku, Fahmi Hairil Bin Usman. Putra dari petani miskin, yang sebelum berkenalan dengan Fani sangatlah menderita karena untuk beli indomie saja, harus ngutang di warung.Fani memang segalanya buatku, dia bisa menjadi sosok Ibu yang sangat memanjakanku, juga sosok istri yang sangat patuh dan penyayang, serta seorang Ibu Peri yang selalu bisa mewujudkan semua keinginanku. Aku sangat sayang sekali padanya, dan tidak mau sampai kehilangan dia. Hidupku akan berantakan tanpanya, aku tak bisa membayangkan semua itu. Jadi, aku harus bisa membuatnya tak berpaling dariku. Dengan wanita lain, aku gak yakin bisa hidup senyaman ini. Bayangkan saja, hanya dengan mas kawin sepuluh ribu rupiah, aku bisa mendapatkan
ISTRIKU TUABab 9 : GiselaJam di dinding menunjukan pukul 18.30, setelah sholat magrib, Fani sudah bersiap untuk berangkat mengajar les."Mas, Adek berangkat, ya!" Fani mencium punggung tanganku."Iya, sayang. Hati-hati di jalan! Pulangnya belikan Mas martabak manis ya, rasa keju susu." Aku menatapnya lembut."Iya, Mas." Fani mengangguk dan kemudian berjalan menuju pintu.Taklama berselang, deru suara motornya kian menjauh. Aku tersenyum senang dan membuka ponsel. Mengetik sebuah pesan untuk Gisela.[Dek, pulang kerjanya jam berapa?]Tiga detik kemudian, sudah muncul balasan darinya.[Ini sudah di jalan mau pulang, Bang.]Aku tersenyum lagi, bayangan bibir sexi dan tubuh moleknya membius otakku.[Jam berapa kita video callnya, sayang? Abang udah gak sabar 😊][Satu jam lagi, sayang.]Yes, Gisela memanggilku sayang. Rasanya terbang ke awan, aih ...Tepat pukul 19.30, aku langsung melakukan panggilan video. Hatiku dag-dig-dug menunggu Gisela menjawab panggilanku.Taklama kemudian, pang
ISTRIKU TUABab 10 : RibutSejak pertengkaran malam itu, aku sudah menghapus pertemanan dengan Gisela di facebook di depan Fani dan berjanji untuk tidak menduakannya lagi. Hem, itu hanya janji. Masalah bisa terpenuhi atau tidaknya aku tidak tahu juga. Yang terpenting sekarang, Fani bisa percaya dan luluh lagi hatinya padaku."Sayang, ayo sarapan dulu! Mas sudah bikin nasi goreng untukmu," sambutku pada Fani ketika keluar dari kamar.Fani sudah bersiap mau berangkat kerja. Pagi ini dia masih mengenakan kacamata kala berangkat kerja, karena lebam di mata bekas pukulanku waktu itu masih membekas. Padahal sudah seminggu.Fani terlihat melihat arloji di pergelangan tangannya."Baru jam setengah tujuh, Dek. Ayo!" aku menarik tangan Fani dan menuntunnya duduk di depan meja makan."Ayo, sayang ... dicicipi dong masakan Mas!""Iya, Mas. Makasih, ya." Fani senyum sumringah sambil memakan nasi goreng buatanku.Yes, akhirnya Fani bisa tersenyum lagi dan kembali kepelukanku.Setelah menghabiskan s
ISTRIKU TUA Bab 11 : Baku Hantam "Sayang, please ... maafin Mas, ya! Beri Mas satu kali kesempatan lagi, Mas janji gak akan pernah mencoba berselingkuh dan melakukan kekerasan lagi padamu. Maafkan kekhilafan Mas, Dek!" aku masih memelas pada Fani. Ini bukan mengemis namanya, hanya salah satu bentuk usahaku untuk tidak terlempar dari kesejahteraan yang sudah kudapatkan dua tahun ini. Setahun masa pacaran dan setahunnya lagi masa menikah. Fani masih diam, air mata semakin membanjiri wajah penuh kerutan itu. Sekarang ini kulitnya tak lagi kencang sepertu dulu. Maklum, semenjak dipecat dari pekerjaannya dahulu, dia sudah tidak pernah perawatan ke salon lagi. "Dek, maafkan, Mas. Mas tidak tahu juga kenapa juga akhir-akhir ini jadi emosian begini. Mas minta maaf sudah memukulmu, balas, Dek ... ayo, balas!" aku menarik tangan Fani dan memukulkan tangan itu ke wajahku berkali-kali. Tak cukup dengan itu, dramaku terus berlanjut. Kubenturkan kepalaku ke dinding berkali-kali. Sumpah, ini sak