11. Makan Malam Pertama-Ini pertama kalinya kita makan bersama, berada di meja makan yang sama, makan makanan yang sama, dan menghidup oksigen yang sama. Rasanya mendebarkan, aku ingin melakukan ini setiap hari denganmu. - Ailuna Cintia PermadiAku mulai mengeluarkan beberapa bahan dari lemari pendingin. Banyak hal yang sudah aku cari tahu tentang Adhitama, dari makanan favoritnya hingga alergi yang di deritanya melalui mommy Rosa. Syukurlah dia tak memiliki hal semacam itu.Beberapa menit kemudian mulai tercium aroma masakan yang aku tumis diatas minyak zaitun. Aku menyiapkan dua porsi siap saji diatas meja makan tepat saat suara langkah kaki yang terdengar mendekat.“Makanan udah siap.” Ucapku sambil tersenyum.Dia hanya menatapku datar, kemudian menarik salah satu kursi kayu yang menciptakan derit lemah sebelum dia duduki.Dia menatap salad quinoa daging yang masih mengepulkan uap panasnya.“Apa kamu ingin membuatku gemuk dengan memakan daging dimalam hari?” tanyanya dengan sorot
12. Giant Baby-Semuanya mengalir seperti keran bocor, bagaimana cara menghentikannya? Ya diperbaiki dengan benar, agar kita dapat mengatur seberapa kencang aliran yang kita butuhkan.- Ailuna Cintia PermadiAku kembali mengganti plaster kompres demam di dahi Adhitama dengan hati-hati.Wajahnya masih pucat, keringat dingin masih mengalir di dahinya. Saat-saat seperti ini dia terlihat seperti bayi besar yang tak berdaya.“Such a giant baby.” Gumamku, sesekali tersenyum.Aku beranjak dari ranjang membuka sedikit hordeng abu-abu dikamar Adhitama dengan hati-hati agar tak membangunkannya, kemudian berjalan pelan menuju pantry, namun langkahku terhenti seketika di ambang pintu dengan tubuh yang mematung.“Astaga, apa yang terjadi?” tanyaku sambil membelalakkan mata.Keadaan dapurku berubah seperti kapal pecah, sungguh ini bukan karena aku terlalu hiperbola, semuanya tergenang air setinggi lima belas sentimeter, mengingat lantai pantryku turun sekitar tiga anak tangga. Beberapa panci dan peng
13. Father Of Your Baby-Ternyata benar, kalau tidak ada yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan.- Ailuna Cintia Permadi. “Jadi lo udah tahu?” tanya Barram sembari tersenyum tipis, dia menyeruput kembali mocca latte miliknya.“Nggak usah over confident Ai, gue udah sadar kok posisi gue, jadi nggak usah ngerasa nggak enak gitu, dienakin aja say..” Ucapnya lagi.Aku tersenyum sekilas, lucu, untuk pertama kalinya dalam kisah persahabatan kami, kami membicarakan tentang perasaan masing-masing. Tentang bagaimana aku melihatnya, dan bagaimana dia melihatku.Pertanyaanya adalah, mengapa harus sekarang? Seolah Tuhan sengaja mempermainkan perasaan cintaku pada Adhitama dengan perasaan sayangku pada Barram. Sosok yang sudah memberikan warna yang berbeda dalam hidupku. “Sorry, I hurt you so much. Gue nggak bisa menganggap ini angin lalu kaya dokter Keanu, lo beda, ada nama lo di salah satu sudut hati gue yang nggak bisa diisi oleh siapapun.” Ucapku lirih.“Posisi sahabat maksu
14. Not A Dream-Kamu adalah paket makan siang paling komplit di hidupku, ganteng, kharismatik, kaya, tapi sayang kurang senyum aja.- Ailuna Cintia Permadi“Don’t forget it, I’m not your baby, I’m father of your baby.” Bisiknya lagi sebelum mengecup lembut permukaan bibirku.Ugh, ucapannya membuatku melayang jauh melewati atmosfer bumi. Ini sungguh gila, Adhitama semakin membuatku menggila.Dia menggendongku ala bridal style, membawaku ke kamarnya. Di saat-saat seperti ini, ingin sekali rasanya aku menurunkan berat badanku, aku takut jika sebenarnya dia memaksakan diri untuk menggendong tubuhku yang tak bisa dikatakan kurus. Tapi tunggu, tunggu, kenapa kami melewati ranjangnya, kemana dia akan membawaku pergi?Brak.Adhitama mendorong pintu kamar mandi dengan kakinya, membuat suara dentingan cukup keras.“Aku belum mandi istriku, sepertinya tak masalah jika kita mandi bersama.” Ucapnya.Aku tersenyum miring, shitt kenapa dia terlihat sangat menggoda?“Ta..tapi aku sudah mandi kak.” Ja
15. Rumor-Banyak orang merasa lebih mengenal diriku dibanding diriku sendiri.- Ailuna Cintia Permadi“Kenapa aku ditarik kesini? Makananku kan belum habis. Bukankah kamu selalu mengatakan untuk tidak buang-buang makanan?” gerutu Adhitama padaku.Ya aku sudah tak tahan untuk menariknya menjauh dari keramaian setelah dengan tidak malunya mengecup bibirku di depan umum. Dan aku memang terlalu bodoh karena menganggap semuanya halusinasi semata, oh ayolah, siapa yang akan menyangka peristiwa ini akan terjadi di hidupku?Dan lihat, dia itu seorang Adhitama Wijaya, laki-laki dingin yang bahkan sulit untuk disentuh. Siapa yang peduli dengan sisa makanan yang tinggal satu suap dibandingkan dengan rasa malu yang sudah menguap seperti senyawa volatil?“Darimana kak Tama tahu aku bekerja disini?” tanyaku dengan raut wajah serius.Dia menyipitkan matanya. “Apakah itu penting? Bukankah wajar jika aku ingin tahu pekerjaan seperti apa yang istriku lakukan hingga membuatnya selalu pulang larut malam?
16. Jarak Diantara Kita-Banyak yang tak melihat jarak, bukan tak paham, hanya saja mereka ingin mengikis jarak tersebut hingga tak terlihat. Seperti aku, yang ingin menghapus jarak denganmu- Ailuna Cintai PermadiAkhir-akhir ini Adhitama menjadi sering mengirimi aku pesan singkat, dalam artian singkat yang sesungguhnya hanya untuk memastikan bahwa aku tidak akan pulang larut malam. Padahal dia pulang lebih larut, dan yang aku tahu dia tak menghabiskan waktunya di kantor melainkan di apartemen Yasmin.Setiap membayangkan apa yang mereka lakukan ketika mereka berdua disana, yang ada hanya perasaan sesak dan cemas yang berhasil menyelinap dalam hati. Pada akhirnya aku hanya akan berakting seolah semuanya baik-baik saja, tanpa tahu jika hatiku telah berlubang dari dalam.Kak TamTam : ‘Km hrs plg k rmh skg!’Aku membaca pesan yang Adhitama kirimkan kepadaku melalui display ponsel yang menyala, see benar-benar pesan yang disingkat. Aku tak mengerti, sepertinya Adhitama memiliki alergi ters
17. Sisi Lain-Dia membuatku sadar untuk membuka sisi lain dariku, mengingatkanku bahwa bukan hanya aku manusia yang merasakan kesedihan di dunia.- Ailuna Cintia PermadiME : ‘Don’t be late, tomorrow @ 8 a.m’Send, aku mengirimkan satu pesan tempat pertemuan untuk kencan pertama kami. Apakah aku boleh menyebutkan kencan? Dia hanya mengajakku jalan, tapi biarlah aku menganggapnya kencan agar lebih terkesan manisnya alami.Aku meletakan ponselku di dekat nakas. Setelah percakapan terakhirku dengan Sendi yang membuatku kembali berpikir dengan kisah yang saat ini aku jalani. Bagi Sendi, perpisahan bukan lagi keabu-abuan, karena semuanya terlihat jelas didepan mata. Yang dia jalani hanyalah sebuah kenyamanan yang mungkin tak bisa dia dapatkan dari orang lain. Membuatnya tetap bertahan meski perpisahan sudah didepan mata.“Hahhh!" aku menghela nafasku yang terasa sesak.Namun kisahku berbeda, semuanya masih terasa abu-abu. Ketika semuanya semakin jelas terasa nyaman, dari perhatian kecil A
18. Dunia Yang Berbeda-Aku tak pernah tahu jika ada sisi seperti ini di dunia ini, meski dihadapkan dengan ketidakpastian, mereka akan terus berharap namun tetap bersiap menerima apa yang akan Tuhan takdirkan kepada mereka.- Ailuna Cintai PermadiKami telah membeli beberapa bahan makanan simpan, selimut hangat, perlengkapan mandi dan baju beberapa ukuran. Sedari tadi Adhitama hanya diam dan menuruti saja kemauanku tanpa berkomentar apapun. Sedangkan aku hanya terus tersenyum, aku harap dia tak terlalu terkejut setelah ini.Adhitama kembali menjalankan mobilnya mengikuti instruksi dariku.“Aku yakin kak Tama adalah orang yang lebih bijak dariku, aku harap kakak tidak akan terlalu terkejut dengan tempat yang akan kita datangi.” Ucapku lirih.Adhitama menepikan mobilnya di depan sebuah rumah panggung sederhana dipinggiran kota. Mawar Harapan, adalah nama tempat ini. Sebuah rumah singgah para pengidap HIV/AIDS yang dikucilkan dari masyarakat bahkan keluarganya.Aku berniat keluar dari mo