“Kamu benar!”“Aku harus siap ke depannya!” Iveryne tidak main-main dengan ucapannya waktu itu. Reiger di buat kaget dan Calix, tidak bisa menahan mulutnya untuk menganga lebar. Gadis itu melewati batas kegigihan tertinggi, keinginannya untuk menguasai seni pedang membuat decak kagum tersendiri dari Guru Ragon. Kesehariannya tidak lagi di habiskan dengan bercanda, meski kadang Calix mengajaknya bercanda karena terlalu serius. Pagi dihabiskan untuk lari pagi, lalu tengah hari dengan latihan fisik, dan sore untuk latihan seni pedang. Iveryne butuh menghabiskan satu tahun lagi di akademi untuk mempelajari hal itu, dan sekarang, dia mendapat dari keluarga barunya, Ksatria Aregorn itu sendiri. Jika dulu Iveryne berani mengatakan bersedia melakukan apapun untuk jadi murid Ksatria Aregorn. Sekarang hatinya mempertanyakan itu, kehilangan keluarga untuk mencapai tujuan bukan sesuatu yang dia inginkan! Jika harganya semahal ini, Iveryne tidak akan melakukannya. Iveryne sering mengasah pedang
Kediaman Guru Ragon agak sepi, beliau sedang sakit, di sisi kanan kamarnya ada Ruang Kesehatan yang bersebelahan dengan Kandang Kuda. Lalu di sisi kirinya adalah Ruang Senjata, bersebelahan Kamar Iveryne. Jadi ketika terdengar panggilan Calix di seberang sana menginterupsi di malam yang sunyi, dia refleks mendongak heran.“Guru memanggilmu,” ujarnya, bertumpu pada kedua lutut.“Apa aku membuat kesalahan?” Calix mengendikkan bahunya acuh. Biasanya Guru Ragon tidak pernah memanggilnya secara pribadi begini, selalu ada perantara, entah itu Reiger yang mengajak latihan, lalu bertemu di Ruang Latihan, hanya di situlah biasanya mereka bertemu.Mungkin karena sedang sakit … Iveryne mengangkat ibu jari tanda setuju, berbelok menuju Kediaman Sang Guru. Dia belum pernah ke situ sebelumnya, bahkan Calix yang notabenenya lebih lama darinya juga sama. Hanya Reiger seorang yang sering, mereka menduga dia melaporkan alasan kuatnya yang berhubungan dengan kepentingan berkuda malam-malam.Suara batuk
BYUR!Iveryne tersentak! Duduk dengan keadaan basah kuyup. Calix berdiri di sana dengan ember hitam cukup besar. Memproses semuanya, Iveryne benar-benar marah! Dia sampai bisa merasakan kepulan asap samar-samar mengelilingi tubuhnya. “CAL—” “Kebakaran!” Netranya menelusuri sekeliling. Iveryne berusaha memproses semua yang terjadi ketika Calix menariknya. Dia menyambar Aelther yang tergeletak di sisi tempat tidur, mengikuti lelaki itu dengan tergesa-gesa. Tunggu, asap?! Itu bukan dari kepalanya yang ingin meledak atau wajah marahnya. Asap itu murni datang dari kebakaran!.Apakah Calix membakar Area Pertahanan?!“Calix, jangan katakan ini ulah—” DUARR! BUKK! PRAK! Keduanya dihantam bola api besar, bola api yang sama seperti yang dilempar pada kediaman Guru. Perpustakaan dan kandang kuda hangus. Kandang kuda di seberang tidak memunculkan tanda-tanda keberadaan Cherrol, atau mungkin Calix sudah mengamankannya. Dia lebih mencintai Cherrol dari dirinya sendiri!Atau kemungkinan buruk
Keduanya hanya punya dua pilihan, membunuh atau dibunuh. Di masing-masing sorot mata mereka, kobaran api permusuhan menari-nari dengan sangat riang, berkibar jelas dengan tempaan cerahnya bulan. Ada yang mengalah? Mimpi saja! Ksatria Aregorn dan penyihir gelap adalah dua kesatuan dari kekuatan yang bertentangan.Musuh abadi.Pertarungan sengit itu didominasi oleh Reiger, dia memukul, menyabet, menangkis, bahkan sampai menendang dan menghajar Argael tanpa ampun. Iveryne saat ini luar biasa kagum, tapi ini bukan waktu yang tepat untuk memuji, dan dia menjadi beban! Argael tidak menghilangkan luka yang disebabkan Hellfire.Atau mungkin, tidak bisa?Sepertinya yang bisa membunuh dan melukai penyihir hanya api.Argael berlumuran darah sekarang. Hanya saja, jubah hitamnya mengkamuflasekan dengan hebat. Reiger tetap tenang, nafasnya biasa saja. Kecuali beberapa tubuhnya mengalami luka lain, meski tidak separah Argael. Ketika pedang hitamnya diangkat lagi, tanda memulai kembali pertarungan s
Mereka berkuda melewati Hutan Rutburn—penghubung secara lain antara Ibukota dan penginapan mereka. Reiger memilih jalan hutan yang sepi alih-alih menyewa kereta kuda di jalan besar. Yang Iveryne pahami, bahwa Reiger setiap saat memakai topeng setengah wajahnya, kecuali jika mereka sedang dalam sebuah ruangan.“Aku yakin dia takut orang-orang terpesona,” kata Calix ketika mereka kehabisan topik dan malah membahas topeng Kaiden.Iveryne tertawa sekenanya, dia mengingat kembali tentang Guru Ragon yang sudah baik padanya, mengatakan bahwa masa depan adalah misteri, dan takdir mengaturnya menjadikannya tak terhindari.Apakah jika dia tidak berada di Area Pertahanan sebelumnya, hal ini tidak akan terjadi? Sepertinya, hampir seluruh tempat yang bersedia menampungnya menjadi tidak aman dalam radius kurang sepuluh meter.“Hei, apa yang kamu pikirkan?” Calix bertanya ragu-ragu.“Calix, apa kamu pernah berpikir ini tidak terjadi kalau aku—” “Tidak!” jawabnya tanpa ragu. “Takdir selalu berjalan,
Iveryne ingat ini, dia sempat membicarakannya, jika ada orang yang makan dan tak membayar, pemilik kedai akan memperkerjakannya untuk memasak dari pagi sampai malam untuk para pelanggan tanpa upah, secara terus-menerus sampai ada orang yang menebusnya.Dan jika mencuri, maka akan dipajang di Alun-alun Kota sambil dilempari buah-buahan busuk dan batu. Dia sengaja membicarakan ini tadi saat makan, karena tahu bahwa koin Calix tidak akan cukup.“Ingatlah untuk tidak menyombongkan hal yang tidak pasti!” Mereka menyewa penginapan lagi, informasi yang Reiger cari akan tersedia besok pagi, atau memang karena Guild Informasi tutup? Karena mereka sampai saat senja, dan uang habis hanya akal-akalannya untuk membuat Calix jera, karena itu, sepertinya berhasil.Kelihatan sekali Reiger itu tidak seperti gelandangan!Penginapan mereka tidak jauh dari Toko Roti Baerd, Iveryne baru menyadarinya saat membuka jendela ingin melihat bulan, dan itu, toko roti ibunya, berada dalam jangkauan jarak pandangny
Calix menghabiskan setengah dari waktu tidur biasanya dengan terjaga, berharap itu terakhir kalinya mereka bertemu Wilder. Dia ingin ikut Iveryne kemanapun si gadis pergi, dan itu, membuat tanda tanya besar dalam pikiran Reiger maupun Iveryne sendiri, yang merasa aneh.Dia tidak lagi mengoceh ingin ikut mengambil informasi seperti sebelumnya, yang lebih tidak terduga adalah ketika Reiger mengajaknya ikut ke sana, Calix langsung menolak tanpa pikir panjang. Lelaki itu pagi-pagi membeli bahan makanan, dan keperluan perjalanan dengan koin yang Reiger berikan, sudah Iveryne duga, pria seperti Reiger itu tidak terlihat seperti gelandangan atau tunawisma.Iveryne berada dalam sebuah toko sendiri, melihat-lihat arloji dan yang penting, kompas, pesanan Reiger. Jadi dia membeli kompas masing-masing tiga untuk setiap tas, dan arloji, untuk berjaga-jaga.Calix berada di depan etalase lain, yang tidak terlalu Iveryne pikirkan, karena dia cukup terganggu dengan ocehan lelaki itu sementara dia haru
“Itu milik Nala, kan?” Iveryne tersentak, lamunannya pada gelang berbandul matahari terhenti, dia memutar arah pandang pada Wilder yang mengambil duduk di sampingnya, di depan sebuah danau yang memantulkan cahaya bulan.“Tidak, ini milikku,” sambungnya enggan. Wilder beralih menatapnya penuh selidik. “Bukankah punyamu bulan?” “Saat punyaku hilang, Nala memberikan ini padaku. Jadi aku meminjamkannya dua kali, saat dia masuk akademi dan … saat aku masuk ke akademi, aku mengatakan padanya untuk mengembalikan nanti. Tapi aku tidak berharap dia mengembalikannya seperti ini.” “Karamel ... ”Iveryne menggigit bibir dalamnya, menunduk diam dalam hening. Tapi menoleh sebentar ketika Wilder meletakkan tangan di atas tangan gadis itu, menepuk-nepuknya pelan seakan memberi kekuatan. “Kita akan menjemputnya, dan kamu, bisa memberikan gelang itu lagi.” Manik amber itu mengangguk pasti, pria itu adalah sahabatnya bertahun-tahun lalu, mereka cukup dekat hingga mengetahui sebagian besar rahasia