“Lunar Lady ... “ panggil Elenya lelah. “Kita tidak bisa berada di sini, Yang Mulia Eldarion melarang siapapun masuk wilayah ini.” Dia sejak tadi hampir menggumamkan kata yang sama, berusaha membujuk Iveryne mengubah niat untuk mengeksplorasi wilayah Eldarion yang terlarang, ini sungguh salah, tidak benar!Namun, Meski Elenya mencoba keras untuk membujuk Iveryne. Gadis itu tetap teguh dengan niatnya. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di balik larangan tersebut, dan semua itu hanya membuat rasa penasarannya semakin memuncak.Matahari tenggelam di balik cakrawala, meninggalkan langit senja menjadi gradasi warna oranye, merah, dan ungu yang indah. Bulan dan bintang-bintang muncul di langit gelap, memberikan cahaya samar yang memantulkan warna-warni di atas permukaan jalan yang tenang.Pepohonan rindang di sepanjang jalan melemparkan bayangan gelap, kontras di atas rerumputan hijau yang menyelimuti tanah. Suara hening malam hanya terganggu oleh desiran angin dan kadang-kadang
Mereka berjalan perlahan, mengendap-endap di antara semak-semak yang rapat, menyusuri tepi danau yang gelap. Cahaya bulan yang redup menyoroti setiap gerakan mereka, menciptakan bayangan yang meliuk-liuk di atas permukaan air yang tenang.“Tidak ada yang akan tahu tentang ini,” ujar Iveryne dengan suara yang hampir tidak terdengar. Berusaha meyakinkan Elenya bahwa apa yang mereka lakukan ini untuk kebaikan, meski melanggar peraturan.Elenya mengangguk pelan, tetapi ketakutannya masih melekat erat. Dia merasa seolah-olah mereka berjalan di tepi jurang, siap untuk jatuh ke dalam ketidakpastian kapan saja. Dan mulutnya, yang hampir berbusa karena terus mengingatkan, tapi tidak pernah didengar.Iveryne tidak tergoyahkan. Dia terus maju, memimpin langkah menuju kegelapan. Meski ada ketegangan di udara, mereka terus melangkah, berusaha untuk tidak terperangkap dalam rasa takut.Saat menjauh dari danau, bayangan semakin menutupi mereka. Iveryne berhenti sejenak, mengamati sekeliling penuh ke
“Elenya ... apakah kamu tahu sesuatu tentang teman-temanku yang lain?” Iveryne terus mendesaknya untuk mengatakan sesuatu setelah beberapa saat lalu, Elenya tidak sengaja mengatakan.“Anda belum mengetahuinya? Yang Mulia Thalorin ... ” Begitu saja, tanda ada niat melanjutkan, dan akibat kata-kata itu, Iveryne kini menuntut jawaban sepenuhnya dengan sorot mata tajam.Di sisi lain, Elenya merasa terintimidasi, tapi di sisi lain, dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya ataupun mengarangnya. Berbohong dan kebenaran di sini tidak lebih seperti lumpur hisap dan jurang.Elenya menatap Iveryne dengan keraguan yang jelas terlihat di matanya. Merasa terjebak dalam dilema antara memenuhi keinginan Lunar Lady dan mematuhi janji yang telah dia buat pada Thalorin. Namun, tekanan Iveryne makin membuatnya merasa tak nyaman.Aura mengintimidasi gadis itu terlalu sulit diabaikan.Iveryne bisa merasakan gelombang kecemasan melanda Elenya, tetapi keinginannya untuk mengetahui kebenaran melebihi semua
Biru cemerlang menyorot fokus pada Sang Rusa di balik semak seberang. Gagang Belati melekat apik di sela jemari lentik. Dengan satu bidikan, anak panah melesat ke arah semak sana. Rusa tadi berlari menjauh, sementara Singa yang menunggu di belakangnya ikut berlari ke arah berlawanan. Dia menurunkan jemarinya, mengerjap lambat.“Iveryne Lechsinska!” Dia berkedip lambat, mendelik pelan ke arah kaki yang tertutup dress panjang di sebelahnya. Netra biru cemerlang tidak secerah sebelumnya, agak menyipit dengan cengengesan kecilnya.“Nalaeryn … ” Iveryne merentangkan tangan siap menyambut tubuh sang kakak di kala sang empu penuh pelototan tajam mengerikan. “Pulang dari akademi bukannya masuk rumah! Ingin berburu, eh?!” Tangan Nalaeryn siap mengangkat busur, tatapannya sangat tidak berperikemanusiaan untuk sekarang. “Aku menunggu kamu dua jam! Dan ibu bahkan sudah berangkat sejak tadi!” sungutnya. Iveryne menggaruk sisi pipi yang tidak gatal, sambil merenggut masam. Agak menjijikkan—sanga
Pohon yang berjarak beberapa meter di depan rumah adalah targetnya untuk naik. Kali ini dia memanjatnya—benar-benar seperti masa lalu, dengan keranjang penuh buah Rasberi. Dia memanjat dengan hati berbunga-bunga, dua kantong kain tadi masing-masing berisi lima belas koin emas. Ibunya memuji ide brilian sementara kakak tercintanya.“Benar-benar otak licik!” Yang membuat Iveryne tidak habis pikir dengannya, padahal itu termasuk ide usaha tanpa modal yang menggiurkan.Dahan kayu besar-besar, cukup nyaman berbaring dengan tangan sebagai bantalan, menatap keindahan penuh pesona sang rembulan. Kaki tumpang-tindih, manik biru cemerlang itu bersinar, gemerlapan di antara sinar bulan. Untungnya sore tadi setelah pulang dari ibukota, dia sempat menuangkan ramuan anti-serangga dan mengelilingi pohon. Betapa nyamannya sekarang untuk di tiduri. Labium merah mudanya asik mengunyah Rasberi, menikmati ketenangan malam saat telinganya menangkap gelombang suara grasak-grusuk mencurigakan di semak-sem
“Ivy! Perhatikan jalan! Jangan terpisah dariku!” Nalaeryn buru-buru menarik sang adik mendekat, matanya terus saja bergulir dari satu tempat ke tempat lain, jualan orang-orang di pasar ibukota luar biasa!Dia baru ke pasar setelah lima tahun terkurung dalam akademi pelatihan. Dan keramaian pasar ibukota adalah hal kesekian yang ingin di kunjunginya. Pagi ini, bahan-bahan roti menipis, jadi Iveryne dan Nalaeryn memakai kereta kuda ke pasar. Satu jam lebih, dan Iveryne belum selesai memandang keramaian dan jajanan di sepanjang jalan.Masing-masing tangannya juga sudah penuh akibat menenteng belanjaan. Dia memang tidak tahu menahu tentang bahan-bahan roti, jadi Nalaeryn yang bertugas membeli, dan dia mengekori. Menyusahkan! Bagi Nalaeryn, adiknya itu tipe kalau tidak di gandeng, bisa tertutup keramaian, matanya itu selalu memandang kesana-kemari penuh tanya.Nalaeryn singgah membeli kacang almond, sesekali melirik gadis yang menjadi tanggung jawabnya. Dia bercengkrama dengan pedagang sam
Sangat terpaksa! Tangannya dengan lihai melempar belati tadi, jaraknya agak meleset, niatnya cuma ingin memberi peringatan agar berhenti, tapi tanpa sadar belati itu menggores sisi tudung jubahnya, oh astaga, apakah ini akan jadi masalah lain?Bertumpu pada kedua lututnya, Iveryne mengatur nafas kemudian melukis senyum bersalah. “Maaf, saya tidak bermaksud merusak jubah anda. Anda bisa meminta ganti rugi ke toko Baerd. Dan … ini.” Dia mengulurkan gulungan perkamen dan juga kantong kain berisi koin. “Anda sempat menjatuhkannya di pasar.” Pria itu malah menatapnya balik.Merasa tak ada respon, Iveryne berinisiatif mengambil tangan pemuda itu, meletakkan barang bawaannya dan mundur. “Terimakasih sudah menolong saya, dengan ini … kita impas.” Dia pergi tanpa berniat memperpanjang percakapan. Lagipula orang itu tidak ada niatan menjawabnya. Iveryne tidak mau ambil pusing, yang penting adalah, dia tidak punya hutang budi. Toh dia sampai kesana karena mengejar sang pemilik koin dan perkam
Wilder Aleander Valdez—teman masa kecilnya yang Iveryne baru ingat ketika Estelle menceritakannya hari itu, ketika pertemuan pertama mereka setelah lima tahun. Ejekan pendek yang dulunya tersemat rapi pada nama tengah Wilder beralih secara tiba-tiba, Iveryne-lah yang menyandangnya sekarang dengan tidak rela.Penyesalan selalu muncul di akhir, dan ini, karma waktu!Pukulan dan hembusan nafas kasar adalah hal lumrah ketika bertemu Wilder. Pria itu rupanya berniat balas dendam. menyapa, dia tidak lupa menambahkan kata, “Ternyata pertumbuhanmu berhenti di situ-situ saja, ya?” Hei! Bukan salahnya tidak bertumbuh tinggi lagi!Setidaknya, dia masih lebih tinggi dari Nalaeryn.Minggu pertama, Iveryne cukup senang bertemu Wilder, pergi ke tempat-tempat yang penuh kenangan masa kecil yang indah. Tapi pada Minggu berikutnya, dia harus menarik kembali kata-katanya! Pria sialan ini selalu mengekorinya, dan setiap Iveryne membawa belanjaan. Saat dari pasar, dia akan berkata, “Kemari, biar aku bawa