Ketegangan memenuhi aula. Iveryne berusaha menenangkan diri sendiri sementara tangannya bergerak gelisah dalam lengan baju kain yang panjang. Itu adalah suara Eldarion, pamannya.Iveryne segera merasa ada yang tidak beres, bahwa pamannya ini sengaja menyudutkan dirinya karena liontin mutiara di lehernya. Thalorin memandang ke arah Iveryne, tapi tetap diam. Meski dia tidak memiliki hubungan yang cukup erat dan baru bertemu dengan kakeknya, Iveryne langsung mengerti, kedudukan kakeknya penting. Penting untuk membantunya menghadapi pamannya.Iveryne menatap tidak nyaman pada pamannya. “Tidak ada kebenaran dalam tuduhan itu, Kakek. Saya tidak pernah bersekongkol dengan para Siren atau siapapun yang merugikan bangsa Elf.”Eldarion tertawa sinis. “Ah, tentu saja, kau akan membela diri. Tetapi tindakanmu telah mengkhianati kepercayaan dan keamanan bangsa ini. Bagaimana kita bisa mempercayaimu lagi?”Suasana tegang memenuhi ruangan saat pandangan semua orang bergumul dengan pertanyaan tak t
Dalam kegelapan dingin penjara yang menyedihkan, Calix, Wilder, dan Heros duduk bersama di sudut sel, wajah mereka penuh dengan ekspresi kekecewaan dan kebingungan.“Kita sudah berada di sini berjam-jam, tapi tidak ada tanda-tanda pembebasan,” keluh Wilder dengan nada frustrasi, matanya menatap ke langit-langit yang tidak terlihat.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Calix sambil menggerutu kesal. “Aku mulai merasa seperti ini adalah akhir dari segalanya.”Heros hanya menggelengkan kepala dengan lesu. “Aku tidak tahu lagi. Semua rencana kita gagal. Kita terjebak di sini tanpa harapan.”“Kita harus tetap tenang dan bersabar,” kata Calix, mencoba menenangkan teman-temannya meskipun hatinya sendiri penuh dengan kecemasan. “Pasti ada jalan keluar. Kita hanya perlu mencari.”“Iveryne pasti dengan merindukanku,” tambah Wilder.Calix mencibir. “Pftt! Alih-alih merindukanmu, kurasa dia sedang mengkhawatirkan Reiger.” Heros, yang terus berada di sudut sambil menelungkupkan kepala di atas lipa
“Lunar Lady ... “ panggil Elenya lelah. “Kita tidak bisa berada di sini, Yang Mulia Eldarion melarang siapapun masuk wilayah ini.” Dia sejak tadi hampir menggumamkan kata yang sama, berusaha membujuk Iveryne mengubah niat untuk mengeksplorasi wilayah Eldarion yang terlarang, ini sungguh salah, tidak benar!Namun, Meski Elenya mencoba keras untuk membujuk Iveryne. Gadis itu tetap teguh dengan niatnya. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di balik larangan tersebut, dan semua itu hanya membuat rasa penasarannya semakin memuncak.Matahari tenggelam di balik cakrawala, meninggalkan langit senja menjadi gradasi warna oranye, merah, dan ungu yang indah. Bulan dan bintang-bintang muncul di langit gelap, memberikan cahaya samar yang memantulkan warna-warni di atas permukaan jalan yang tenang.Pepohonan rindang di sepanjang jalan melemparkan bayangan gelap, kontras di atas rerumputan hijau yang menyelimuti tanah. Suara hening malam hanya terganggu oleh desiran angin dan kadang-kadang
Mereka berjalan perlahan, mengendap-endap di antara semak-semak yang rapat, menyusuri tepi danau yang gelap. Cahaya bulan yang redup menyoroti setiap gerakan mereka, menciptakan bayangan yang meliuk-liuk di atas permukaan air yang tenang.“Tidak ada yang akan tahu tentang ini,” ujar Iveryne dengan suara yang hampir tidak terdengar. Berusaha meyakinkan Elenya bahwa apa yang mereka lakukan ini untuk kebaikan, meski melanggar peraturan.Elenya mengangguk pelan, tetapi ketakutannya masih melekat erat. Dia merasa seolah-olah mereka berjalan di tepi jurang, siap untuk jatuh ke dalam ketidakpastian kapan saja. Dan mulutnya, yang hampir berbusa karena terus mengingatkan, tapi tidak pernah didengar.Iveryne tidak tergoyahkan. Dia terus maju, memimpin langkah menuju kegelapan. Meski ada ketegangan di udara, mereka terus melangkah, berusaha untuk tidak terperangkap dalam rasa takut.Saat menjauh dari danau, bayangan semakin menutupi mereka. Iveryne berhenti sejenak, mengamati sekeliling penuh ke
“Elenya ... apakah kamu tahu sesuatu tentang teman-temanku yang lain?” Iveryne terus mendesaknya untuk mengatakan sesuatu setelah beberapa saat lalu, Elenya tidak sengaja mengatakan.“Anda belum mengetahuinya? Yang Mulia Thalorin ... ” Begitu saja, tanda ada niat melanjutkan, dan akibat kata-kata itu, Iveryne kini menuntut jawaban sepenuhnya dengan sorot mata tajam.Di sisi lain, Elenya merasa terintimidasi, tapi di sisi lain, dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya ataupun mengarangnya. Berbohong dan kebenaran di sini tidak lebih seperti lumpur hisap dan jurang.Elenya menatap Iveryne dengan keraguan yang jelas terlihat di matanya. Merasa terjebak dalam dilema antara memenuhi keinginan Lunar Lady dan mematuhi janji yang telah dia buat pada Thalorin. Namun, tekanan Iveryne makin membuatnya merasa tak nyaman.Aura mengintimidasi gadis itu terlalu sulit diabaikan.Iveryne bisa merasakan gelombang kecemasan melanda Elenya, tetapi keinginannya untuk mengetahui kebenaran melebihi semua
Biru cemerlang menyorot fokus pada Sang Rusa di balik semak seberang. Gagang Belati melekat apik di sela jemari lentik. Dengan satu bidikan, anak panah melesat ke arah semak sana. Rusa tadi berlari menjauh, sementara Singa yang menunggu di belakangnya ikut berlari ke arah berlawanan. Dia menurunkan jemarinya, mengerjap lambat.“Iveryne Lechsinska!” Dia berkedip lambat, mendelik pelan ke arah kaki yang tertutup dress panjang di sebelahnya. Netra biru cemerlang tidak secerah sebelumnya, agak menyipit dengan cengengesan kecilnya.“Nalaeryn … ” Iveryne merentangkan tangan siap menyambut tubuh sang kakak di kala sang empu penuh pelototan tajam mengerikan. “Pulang dari akademi bukannya masuk rumah! Ingin berburu, eh?!” Tangan Nalaeryn siap mengangkat busur, tatapannya sangat tidak berperikemanusiaan untuk sekarang. “Aku menunggu kamu dua jam! Dan ibu bahkan sudah berangkat sejak tadi!” sungutnya. Iveryne menggaruk sisi pipi yang tidak gatal, sambil merenggut masam. Agak menjijikkan—sanga
Pohon yang berjarak beberapa meter di depan rumah adalah targetnya untuk naik. Kali ini dia memanjatnya—benar-benar seperti masa lalu, dengan keranjang penuh buah Rasberi. Dia memanjat dengan hati berbunga-bunga, dua kantong kain tadi masing-masing berisi lima belas koin emas. Ibunya memuji ide brilian sementara kakak tercintanya.“Benar-benar otak licik!” Yang membuat Iveryne tidak habis pikir dengannya, padahal itu termasuk ide usaha tanpa modal yang menggiurkan.Dahan kayu besar-besar, cukup nyaman berbaring dengan tangan sebagai bantalan, menatap keindahan penuh pesona sang rembulan. Kaki tumpang-tindih, manik biru cemerlang itu bersinar, gemerlapan di antara sinar bulan. Untungnya sore tadi setelah pulang dari ibukota, dia sempat menuangkan ramuan anti-serangga dan mengelilingi pohon. Betapa nyamannya sekarang untuk di tiduri. Labium merah mudanya asik mengunyah Rasberi, menikmati ketenangan malam saat telinganya menangkap gelombang suara grasak-grusuk mencurigakan di semak-sem
“Ivy! Perhatikan jalan! Jangan terpisah dariku!” Nalaeryn buru-buru menarik sang adik mendekat, matanya terus saja bergulir dari satu tempat ke tempat lain, jualan orang-orang di pasar ibukota luar biasa!Dia baru ke pasar setelah lima tahun terkurung dalam akademi pelatihan. Dan keramaian pasar ibukota adalah hal kesekian yang ingin di kunjunginya. Pagi ini, bahan-bahan roti menipis, jadi Iveryne dan Nalaeryn memakai kereta kuda ke pasar. Satu jam lebih, dan Iveryne belum selesai memandang keramaian dan jajanan di sepanjang jalan.Masing-masing tangannya juga sudah penuh akibat menenteng belanjaan. Dia memang tidak tahu menahu tentang bahan-bahan roti, jadi Nalaeryn yang bertugas membeli, dan dia mengekori. Menyusahkan! Bagi Nalaeryn, adiknya itu tipe kalau tidak di gandeng, bisa tertutup keramaian, matanya itu selalu memandang kesana-kemari penuh tanya.Nalaeryn singgah membeli kacang almond, sesekali melirik gadis yang menjadi tanggung jawabnya. Dia bercengkrama dengan pedagang sam