Share

3 — Tabrakan Sengaja

“Ivy! Perhatikan jalan! Jangan terpisah dariku!” Nalaeryn buru-buru menarik sang adik mendekat, matanya terus saja bergulir dari satu tempat ke tempat lain, jualan orang-orang di pasar ibukota luar biasa!

Dia baru ke pasar setelah lima tahun terkurung dalam akademi pelatihan. Dan keramaian pasar ibukota adalah hal kesekian yang ingin di kunjunginya. Pagi ini, bahan-bahan roti menipis, jadi Iveryne dan Nalaeryn memakai kereta kuda ke pasar. Satu jam lebih, dan Iveryne belum selesai memandang keramaian dan jajanan di sepanjang jalan.

Masing-masing tangannya juga sudah penuh akibat menenteng belanjaan. Dia memang tidak tahu menahu tentang bahan-bahan roti, jadi Nalaeryn yang bertugas membeli, dan dia mengekori. Menyusahkan! Bagi Nalaeryn, adiknya itu tipe kalau tidak di gandeng, bisa tertutup keramaian, matanya itu selalu memandang kesana-kemari penuh tanya.

Nalaeryn singgah membeli kacang almond, sesekali melirik gadis yang menjadi tanggung jawabnya. Dia bercengkrama dengan pedagang sambil mendiskusikan kualitas dan panen kacang tahun ini ketika merasakan ada tarikan patah-patah pada lengan babajunya

Dengan gumaman, “Nala. Nala. Lihat itu … “ Merotasikan mata, dia menoleh ke belakang, tapi tidak ada gadis itu di sisinya! 

“Ivy! Ivy! Ivy!” Dia memanggil panik, sepersekian detik kemudian, di seberang sana, Iveryne berdiri di depan pedagang buah. Tidak sulit mencari, selain tinggi, dia agak mencolok dengan kantong belanjaan. Dia lebih tinggi dari Nalaeryn, pasti karena sering memanjat pohon di rumah, dan di akademi mungkin di latih memanjat hal lain.

Manik biru cemerlang mengerjap antusias, binar matanya terpantul sinar mentari pagi menjadi gemerlapan. Orang-orang berhenti untuk terkesima pada sang pemilik rambut gelap berkilauan. Sementara sang empu menatap penuh minat pada sederet buah di depannya.

Benar-benar! Ini surga dunia. 

Demi Dewi Bulan! Stoberi, Cherry, beri biru, beri hitam, kranberi, dan itu! Merah yang indah, Rasberi … datanglah kepada—

“Ivy! Berhenti membuat jantungku lepas kendali.” Itu suara Nalaeryn yang melotot padanya, Iveryne menampilkan wajah memelas sambil menunjuk barisan buah beri di depan. Setelah helaan nafas kasar menyatu dengan udara, dia mengangguk. “Pilih yang kamu mau—” 

“Rasberi, stroberi, beri biru, cherry—”

“Eh! Jangan namanya, hanya yang kamu inginkan.”

“Aku ingin semua jenis,” bisiknya cepat, Nalaeryn melotot, enak saja! Siapa yang menghabiskannya. “Aku janji akan menghabiskannya sebelum matahari turun,” lanjutnya, seakan membaca pikiran Nalaeryn.

“Satu saja, Ivy … “ Iveryne merengut di tempat, membuat orang-orang menahan diri untuk tidak menculik gadis itu. “Satu atau tidak sama sekali.” Sekarang gantian Iveryne yang melotot kaget.

Dia melihat jejeran buah beri dengan sedikit tidak rela. 

“Rasberi.” 

“Nah, bagus.” Kemaren Estelle yang membelikannya buah beri, sekarang saat melihatnya langsung, semuanya sangat menggiurkan, sayang tidak bisa menyapa perutnya, apalagi buahnya segar.

“Bisa tambahkan sedikir stroberi … “ Dia berbisik terlampau merdu, berharap bisa meluluhkan tembok tinggi kakaknya.

Wajah berseri-seri Iveryne di balas tatapan malas Nalaeryn.

Meski begitu, dia tetap membeli sekeranjang Stroberi dan Rasberi. Lebih baik daripada tidak sama sekali, orang-orang menoleh lucu, Iveryne hanya berlaku seperti itu di depan kakaknya yang manis, lihat saja kelakuannya di depan para pelanggan toko, tidak pandang sopan atau berperike-pelangganan lagi.

Mereka tiba di depan toko gandum, untuk yang terakhir—setelah hampir dua jam lebih berjalan di sekitaran pasar. Nalaeryn duduk di kursi depan toko dengan beberapa belanjaan, sementara Iveryne berdiri.

Dia sebenarnya sudah lelah, bahu indahnya merosot jatuh kelelehan, Nalaeryn menawarkan duduk tapi dia tidak mau.

Kursinya cuma muat satu orang! 

Brukk! 

Iveryne sedang sangat sibuk berjalan mondar-mandir mengusir rasa suntuk ketika seseorang menabraknya dengan tidak santai. Iveryne bersumpah dia sudah berjalan paling pinggir, yang membuatnya gagal fokus adalah, gulungan perkamen dan sekantong koin—bahkan satu koin emas berkilauan di dalamnya sampai melompat keluar. 

Dia buru-buru memunguti semuanya, juga memasukkan kembali koin yang jatuh ke dalam kantong, tanpa niat mempedulikan tatapan orang-orang. Netranya menelisik sekeliling, tidak susah mencari seseorang itu—berjubah dan tinggi. Dia mendongak sebentar melirik Nalaeryn yang juga balas menatapnya sambil menggelengkan kepala.

“Ivy, jangan—” 

“Tunggu disini! Aku segera kembali!” 

Berlari tanpa berniat menyahut panggilan Nalaeryn. Kakinya sempat kesulitan berlari sambil mengatasi dress panjang di tubuhnya. Tanpa memikirkan tata krama lagi, tangan kanan Iveryne menjinjing ujung dress-nya. Tangan kiri memegang gulungan permanen dan juga kantong kain. Dia berlari, tapi masih saja ketinggalan, orang itu kelihatan buru-buru sekali, sampai tidak sadar barangnya jatuh.

Demi sihir Dewi Hecate! Larinya terlalu lambat, atau orang itu yang kelebihan kaki! Iveryne berlari sejak tadi, tapi tidak bisa menyamai langkah orang di ujung sana yang hanya berjalan. Nafasnya sudah tersengal hebat, jalanan mulai sepi, ironisnya—dia kehilangan sosok itu.

Mengatur nafas sambil bersandar pada dinding bangunan. Iveryne tanpa sengaja melempar kantong koin itu hingga isinya kembali berserakan. Astaga! Isinya koin emas semua, benar-benar menggiurkan.

Iveryne memungut koin berserakan sambil mengumpat dalam hati. Kenapa sosok itu harus menabraknya! Kenapa tidak orang lain saja.

Tiga pasang sepatu asing berdiri mengelilinginya tanpa dia sadari. Iveryne baru menyadarinya saat salah satu orang mengambil satu koin yang kebetulan menabrak sepatu kulit orang itu. Tanpa pikir panjang, dia mengambilnya dan memasukkan ke dalam kantong kain. 

“Maaf, Tuan. Apakah anda melihat seseorang, tinggi dan memakai jubah lewat di sekitar sini.” Di wajah itu, Iveryne bisa melihat senyum mesum penuh arti. Jadi dia mengedarkan tatapan ke sekeliling, tiga pria tinggi asing memperhatikan tubuhnya terang-terangan.

“Sayangnya tidak, Nona.” Orang di bagian samping kanannya menyahut. “Kami bisa membantu anda mencarinya kalau mau.” 

“Setelah di pikir-pikir, saya bisa sendiri, terimakasih,” balasnya sopan. Belum selangkah kakinya memijak tanah, satu dari orang itu sudah menahan pinggangnya agar tetap berada di tengah-tengah mereka. 

Iveryne mendorongnya kasar.

“Jangan coba-coba, ini bukan uang saya, jadi tidak akan saya berikan.” Dia melayangkan tatapan tajam, tapi rupanya orang yang sempat menyentuh pinggangnya tadi malah termangu seperti orang konyol seraya menatap tangannya sambil tersenyum-senyum tidak jelas.

“Sial! Pinggangnya ramping sekali.” 

Dengan begitu, manik biru cemerlang itu menggelap.

“Mari buat kesepakatan, Nona.” Dahinya mengernyit tipis, jelas kata kesepakatan bagi mereka punya definisi lain. “Silahkan bawa pulang koinmu setelah sedikit bersenang-senang bersama kami.”

Bughh!

Jangan harap tingkat kesabarannya setinggi Nalaeryn. Kalau mereka keterlaluan, dia juga bisa kelewatan. Dan setelah satu pukulan menghantam rahang pria di depan—yang dia duga adalah bos mereka, yang tersungkur karena tidak menyangka bahwa gadis seperti Iveryne bisa memukulnya. Iveryne bangga dengan dirinya sendiri, tidak sia-sia gelar salah satu murid terbaik di jajaran tahun ini.

Dua orang di masing-masing sisinya menahan kedua tangannya.

Iveryne memusatkan tenaga ke kaki lalu menginjak keras-keras, hingga terdengar jelas pekikan nyaring kesakitan. Tepat ketika tangan kanannya bebas, Iveryne melayangkan pukulan ke orang ketiga. Tapi dia sempat menarik kantong koin, jatuh bersamanya. 

Sialan!

Dia baru ingat bahwa Nalaeryn melarang membawa belati, dan pakaiannya saat ini benar-benar tidak mendukung. Iveryne merampas kembali kantong koin, berdecih malas, sementara rambutnya yang di cepol rapi oleh Nalaeryn sudah acak-acakan.

Kakinya sudah ingin pergi, malas berurusan dengan para bajingan tidak tahu diri. Tapi salah satu dari mereka menarik kakinya kasar hingga kepalanya membentur dinding bangunan. 

“Sshh … akhhh!”

Bohong jika itu tidak sakit!

Iveryne sudah akan menduga kalau kepalanya bocor, tapi ketika dia memegangnya, hanya ada robekan tipis di bagian dahinya. Iveryne merasa aneh, kenapa tak pingsan! Belajar di akademi adalah tentang pukul, tendang, dan jatuhkan. Tidak ada pembelajaran tentang mengatasi terbentur kepala—itu …

Bagian sensitif! 

Mengerikan! Lebih baik jika pingsan dan terbangun di Padang dandelion dengan aroma Rasberi di sinari cahaya bulan.

Ketika membuka mata beberapa menit kemudian, yang di lihatnya adalah para bajingan itu tergeletak kesakitan. Iveryne sempat berharap begitu, dan sekarang itu benar-benar terjadi, apakah mereka di serang oleh pemikirannya … bagaimana bisa?

Iveryne tersentak kecil kala sebuah tangan menariknya berdiri. Dia mencoba menajamkan kembali penglihatannya, kepalanya sudah tidak lagi berdenyut mengerikan seperti sebelumnya. Onyx kelabu mempesona milik pangeran berkuda putih yang menolongnya—tidak!

Iveryne bisa mengatasi semuanya.

Hanya saja … pakaian yang kini ia kenakan sedikit mempersulit.

Hidung bagian bawahnya sampai dagu tertutup topeng logam hitam—kecuali area mulutnya, itu di biarkan bebas. Lalu ada warna merah yang mencuat keluar di sisi hidungnya—berbentuk segitiga siku-siku yang mengarah ke sisi mata tajamnya hingga mendekati ujung alis. Beberapa anak rambut keluar dari kepala jubahnya menyapa sisi mata. 

Iveryne mengarahkan punggung tangan ke dada pria di depannya, menepuk-nepuk kecil, lalu mengambil langkah mundur. Kepalanya masih agak pusing. “Te-rima-ka-sih—”

Pemuda itu tidak membalas, dia berbalik menuju gang masuk setelah menyerahkan kantong kain. Iveryne menatap bergantian antara punggung pria itu dan kantong kain di tangannya. Tunggu! Bukankah pria itu yang menjatuhkan gulungan perkamen dan kantong koin.

“Tuan! Hei!”

Demi dewi Hecate!

Beda tinggi mereka hanya satu kepala.

Iveryne termasuk tinggi! 

Kakinya! Entah terbuat dari apa, dia mengambil belati—yang entah sejak kapan dan punya siapa, tergeletak di jalan. Tiga pria tadi juga sudah tidak ada di sana lagi.

SRETT!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status