Share

2 — Tunangan Nalaeryn

Pohon yang berjarak beberapa meter di depan rumah adalah targetnya untuk naik. Kali ini dia memanjatnya—benar-benar seperti masa lalu, dengan keranjang penuh buah Rasberi. Dia memanjat dengan hati berbunga-bunga, dua kantong kain tadi masing-masing berisi lima belas koin emas. Ibunya memuji ide brilian sementara kakak tercintanya.

“Benar-benar otak licik!”

Yang membuat Iveryne tidak habis pikir dengannya, padahal itu termasuk ide usaha tanpa modal yang menggiurkan.

Dahan kayu besar-besar, cukup nyaman berbaring dengan tangan sebagai bantalan, menatap keindahan penuh pesona sang rembulan. Kaki tumpang-tindih, manik biru cemerlang itu bersinar, gemerlapan di antara sinar bulan. Untungnya sore tadi setelah pulang dari ibukota, dia sempat menuangkan ramuan anti-serangga dan mengelilingi pohon. 

Betapa nyamannya sekarang untuk di tiduri. Labium merah mudanya asik mengunyah Rasberi, menikmati ketenangan malam saat telinganya menangkap gelombang suara grasak-grusuk mencurigakan di semak-semak. Netranya menyorot tajam, dan dua insan berlarian dari sana. Iveryne menyarungkan belati yang siap di tarik dari saku celana. 

Berlarian di antara kegelapan malam dengan tangan bertautan.

Cih, pantas saja dia niat sekali menghidupkan lentera sore tadi. Sambil tersenyum seperti orang gila pula. 

Iveryne menggeleng, dua insan itu tidak menyadari kehadirannya di antara daun pohon. Mereka duduk di akar pohon tanpa alas, Nalaeryn dengan gaun putih melambai dan pria di sisinya dengan kemeja putih polos. Hanya orang tidak waras yang tidak menganggap mereka berdua hantu yang sedang berkencan. Mata biru cemerlang-nya hampir tertutup, tapi di urungkan saat melihat benda bulat tipis di tangan Nalaeryn.

Tunggu, bukankah sesuatu itu mirip seperti—

‘Biskuit karamel!’

‘He’em.’

‘Wah, kakakku yang manis pandai sekali.’

‘Tentu, aku membuatnya dengan sepenuh hati.’ Senyum konyol Nalaeryn terbit, dia terbiasa melihat wajah garang tanpa belas kasihan. 

‘Biarlah adikmu mencicipi kalau begitu.’

‘Tidak! Ini ...  untuk seseorang, kamu ambil di panggangan.’ 

‘Ini hampir gosong!’

‘Masih bisa di makan. Namanya juga belajar,' sahutnya kalem.

Samar-samar, ingatannya tentang perdebatan tadi sore bersama Nalaeryn, perkara biskuit karamel, berputar-putar di kepalanya.

Pengkhianatan besar!

Benar-benar tega.

Hanya karena ‘calon tunangan’ dia membiarkan adiknya yang sudah tidak bertemu lima tahun, memakan coklat karamel setengah gosong!

Mereka duduk di sana sambil suap-suapan dan cekikikan riang, Iveryne yakin, setiap kali Nalaeryn memalingkan wajah, pasti karena tersipu. Mengunyah Rasberi kasar, dia tidak mengalihkan mata seinci-pun dari kedua manusia yang tengah dilanda banjir asmara itu.

Netranya memicing, tunangan kakaknya itu mengikis jarak, mendekatkan wajah. Iveryne tidak sepolos itu untuk tidak memahami yang akan terjadi selanjutnya. Sudah pasti itu postur untuk ...

Berciuman?!

Hei! Tidak bisa dibiarkan!

Kamu tidak boleh mencuri kesempatan, Tuan Muda Lexter!

Iveryne mengambil buah Rasberi, dengan tidak tega, tapi ini demi harga diri! Dia membidik, lalu melemparnya dan bingo! Setelah lemparan keempat, itu mengenai kepala pria itu, lalu memantul ke dahi Nalaeryn—ya, sekali tepuk dua nyamuk, sangat menguntungkan!

“Sama-sama!” teriaknya santai. Nalaeryn melirik tajam, manik hijau gelapnya yang tertutup kegelapan mulai berapi-api marah. 

Mereka saling merasakan nafas menderu, menghapus jarak, meyakinkan hatinya, dan adegan romantis itu berakhir hanya karena lemparan buah Rasberi! Hei! Apa-apaan. Persetan dengan tata krama, dia menjinjing ujung gaunnya dan berjalan cepat-cepat menuju Iveryne. Padahal bisa berlari dan menjinjing lebih tinggi, hanya, ada tunangannya.

Yang di otaknya adalah datang dan menyeret adiknya itu pulang, lalu mengadu pada ibu terkasih. Iveryne, menyadari keberadaannya tidak aman. Meletakkan satu buah Rasberi untuk di hisap dalam mulutnya, sementara kaki dan tangannya aktif memanjat turun dengan sekeranjang Rasberi yang turunkannya melalui papan persegi yang memiliki tali penghubung, cara yang sama menaikkannya tadi. Kemarahan Nalaeryn itu mengerikan, tapi definisi selanjutnya, adalah menyenangkan.

Iveryne berlarian terburu-buru masuk ke dalam, untungnya dia memakai baju atasan lengan panjang dan celana panjang. Dia terbiasa di asrama, memakai dress untuk malam hari terlalu berlebihan.

Untung saja mulutnya tidak langsung berteriak, dalam rumah ada si Babi Pirang, dan sepasang suami-istri, tunggu! Bukankah mereka—

“Ivy, beri salam kepada Count dan Countess Kediaman Lexter.” Irama indah itu menyapa telinganya, Iveryne tidak bisa menghentikan diri untuk segera menerima dan menunduk sopan dengan senyum tipis. 

“Iveryne Lechsinska. Salam untuk anda berdua.” Dia memutar tangan, menunduk sembilan puluh derajat setelahnya. Dan sepasang suami-istri tadi menatapnya dalam dengan senyum merekah senang. 

“Semoga senantiasa dalam lindungan cahaya bulan,” balas Count Lexter, istrinya mengusap pucuk kepala Iveryne. “Betapa sopannya, kalau punya putra lain, kita bisa langsung membicarakannya sekaligus.” 

Kekehan paksa keluar dari celah bibirnya untuk formalitas. Maaf saja, dia punya cita-cita besar dan luar biasa! Urusan menikah sih bisa kapan-kapan, toh dia juga baru menginjak usia tujuh belas tahun. 

“Saya berharap juga, Nalaeryn mendapat jodoh pada beberapa minggu setelah kedewasaan, itu karena dia suka menebar senyum dan tahu sopan santun. Sementara dia, bahkan di toko roti sangat tidak—” 

“Shhh … “ Iveryne memegang telinga bagian kanannya, mereka langsung panik dan ucapan Bibi Zerca terhenti, Iveryne melanjutkan agak santai, “Maaf, telinga saya sedikit sensitif dengan omong kosong.”

Estelle menipiskan bibirnya, Bibi Zerca sudah berniat bicara lagi sebelum gadis itu memasang raut memelas. “Maaf untuk anda berdua atas ketidaknyamanannya.” Dia membungkuk dengan wajah tidak enak. 

Nalaeryn yang berdiri di depan pintu, amarahnya menguap, di ganti dengan tawa tertahan. Dia berhenti menjinjing gaun sejak di depan pintu, tidak mungkin memperlihatkan perilaku tak sopan itu pada Calon Mertua. Mereka berbincang santai, ternyata, kedatangan mereka adalah.

Mengenal lebih dekat Iveryne—yang baru pulang dari akademi. 

“Caelan Lexter.” 

“Iveryne Lechsinska.” 

Mereka berkenalan secara formal, Iveryne tersenyum sekenanya, dan Caelan dengan senyum manis—yang membuat Nalaeryn tersipu hingga Iveryne menahan gejolak ingin muntah. Entah hanya perasaannya atau tidak, bahwa calon kakak iparnya ini malah menahan tangannya agak lama, mungkin terpesona seperti pria biasanya. 

Jadi Iveryne menyentak tangannya kecil hingga tautannya lepas, sembari terkekeh singkat. Sepanjang percakapan adalah, Nalaeryn terus tersenyum, apalagi saat si Lexter itu menyelipkan rambut coklat gelapnya, dia lagi-lagi merona malu, aneh juga melihatnya begitu, selama ini kan ekspresinya tidak lebih dari marah-kesal. 

Hanya berlaku kepada Iveryne. 

Hati Iveryne menghangat, kakak pemarahnya dengan kesabaran setipis rambut di belah tujuh rupanya bisa malu-malu. Pancaran kemilau manik hijau gelap itu, semoga tidak akan pernah redup lagi. Harapannya tahun ini, tepat ketika kedewasaannya nanti, yang dia inginkan adalah melihat Nalaeryn menikah, punya anak yang lucu dan dia akan jadi Bibi.

Jadi Bibi yang hebat dan berguna. Bukan malah menjadi Bibi aneh yang hanya bisa bertanya tentang kapan menikah, seakan tidak punya pembahasan lain yang lebih berharga jauh—jauh di atas kata itu.

“Saya dengar kamu mengikuti akademi pelatihan,” ucap Count Lexter tiba-tiba, istrinya mengangguk. “Apa keinginanmu nanti?”

“Menjadi salah satu ksatria Aregorn.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status